Liputan6.com, Phuket - Polisi menggelar razia di Phuket, Thailand, karena ada rooftop party di tengah pandemi Virus Corona (COVID-19). Akibatnya, sekelompok orang lokal dan asing digelandang aparat untuk diproses.Â
Dilaporkan Bangkok Post, Jumat (3/4/2020), pesta itu digelar pada Rabu malam (1/4) waktu setempat. Pesta melanggar ketentuan karena Thailand sedang melarang kumpul-kumpul demi mencegah Virus Corona.Â
Advertisement
Baca Juga
Warga sekitar juga mengeluhkan kepada polisi terkait suara keras di pesta tersebut. Tak hanya melanggar aturan terkait Virus Corona, polisi menemukan 4 gram ganja dan 0,94 gram kokain.Â
Ada total sembilan orang asing yang ditahan polisi. Mayoritas adalah anak muda berusia 20-an yang terdiri atas warga Australia dan Ukraina. Ada juga seorang warga Amerika berusia 32 tahun.
Para bule itu ditemani lima wanita Thailand dengan rentan usia 23 tahun hingga 33 tahun.
Polisi turut menyita beberapa botol minuman keras dan loudspeaker. Para partygoers diperiksa atas tuduhan melanggar perintah darurat serta larangan gubernur Phuket untuk berkumpul.Â
Berdasarkan peta Gis And Data, ada 1.875 kasus Virus Corona di Thailand. Total pasien yang sembuh mencapai 505 orang, lebih tinggi daripada yang meninggal sebanyak 15 orang.Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kasus Positif Virus Corona COVID-19 di Dunia Tembus 1 Juta
Total kasus Virus Corona (COVID-19) di seluruh dunia resmi menembus satu juta kasus. Lonjakan ini karena makin banyak negara yang melakukan tes massal sehingga banyak kasus terdeteksi.
Berdasarkan peta Gis And Data, Jumat (3/4/2020), kasus positif tertinggi kini berada di Amerika Serikat dengan 244 ribu pasien. Berikutnya, ada Italia dengan 115 ribu pasien dan kasus kematian tertinggi yakni 13 ribu orang. Â
Berikut 5 negara dengan kasus Virus Corona terbanyak:Â
1. AS (244.678)Â
2. Italia (115.242)Â
3. Spanyol (112.065)Â
4. Jerman (84.794)
5. China (82.433)
Kasus di China kini tercatat relatif sedikit mengingat penduduknya ada 1,4 miliar orang. Intelijen dan pakar kesehatan AS pun mulai meragukan kejujuran China dalam menampilkan data secara lengkap.
"Ketika kamu melihat data China di awal-awalnya, dan kamu mendapati ada 80 juta orang, atau 20 juta orang di Wuhan dan 80 juta di Hubei, dan mereka menyebut ada 50 ribu (pasien), kamu berpikir ini lebih mirip SARS ketimbang pandemi global seperti sekarang," ujar Dr. Deborah Birx, Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih.
"Saya pikir komunitas medis menginterpretasi data dari China bahwa ada sesuatu yang serius, tetapi lebih kecil ketimbang yang siapa pun perkirakan, karena saya pikir mungkin kita kehilangan jumlah data yang signifikan," pungkas Dr. Birx.Â
Sementara, Bloomberg News melaporkan bahwa ada laporan intelijen AS yang menyebut laporan pasien Virus Corona dari China memang tidak lengkap. Tiga pejabat yang membocorkan informasi intel itu meminta informasinya dirahasiakan.
Kementerian Luar Negeri China menolak laporan intelijen AS. Juru bicara Kemlu China berkata AS hanya sedang mencoba menyalahkan China.Â
Advertisement