Dikira Pikun, Ternyata Kakek Ini Kena Gejala Virus Corona COVID-19

Pasien berusia lanjut ini menunjukan tanda-tanda pikun. Ternyata, ia kena Virus Corona (COVID-19) dan tutup usia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Apr 2020, 14:06 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2020, 13:32 WIB
Lansia (iStock)
Ilustrasi lansia (iStockphoto)

Liputan6.com, Goodlettsville - Gejala Virus Corona (COVID-19) kini tercatat makin bervariasi, mulai dari gatal-gatal hingga kini masalah kognitif. Seorang lansia asal Tennessee, Amerika Serikat, mengalami delirium sehingga membuatnya tidak sadar apa yang terjadi di sekitarnya.

Ternyata, lansia bernama Frank. M. Carter itu positif Virus Corona (COVID-19). Ia tutup usia seminggu usai didiagnosis.

Dilaporkan NBC News, Kamis (16/4/2020), Carter sempat dirawat oleh putrinya, Nicole Hutcherson. Awalnya, sang ayah menegaskan ia tidak apa-apa, meski mengalami mual dan muntah. Nicole yang merupakan seorang suster mengira ayahnya dehidrasi dan memberikan cairan infus.

Namun, Nicole menyadari ada yang tidak beres. Ayahnya sama sekali tidak bereaksi ketika dipasangani jarum IV, selain itu ia sering tidak sadar apa yang terjadi di sekitarnya, padahal sebelum ini ayahnya tak punya gejala dementia.

"Ia terlihat berjarak," kata Nicole yang percaya kondisi delirium itu menjadi pertanda Virus Corona . "Di matanya ada tatapan yang aneh, seakan keadaan mentalnya telah berubah."

Kini mulai muncul bukti yang mengarahkan bahwa COVID-19, yang disebabkan Virus Corona baru, bisa berdampak ke otak juga dan tak hanya paru-paru.

Berdasarkan studi di jurnal JAMA Neurology, ada pasien asal Wuhan yang terkena dampak pada otaknya akibat Virus Corona, seperti kehilangan kesadaran dan stroke. Dari 214 pasien yang diteliti, sepertiga mengalami kondisi tersebut.

Pakar kesehatan mencatat hal serupa.

"Kami melihat penambahan signifikan jumlah pasien dengan stroke berat," ujar Dr. Johanna Fifi, associate director di pusat cerebrovaskular di Mount Sinai Health System di New York.

Fifi mencatat punya lima pasien akibat Virus Corona baru yang terkena stroke akibat ada penyumbatan di aliran darah penting yang menuju otak. Semuanya berusia di bawah 59 tahun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Ada Bahaya ke Otak?

Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)
Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)

Dua dari lima pasien yang terkena stroke itu disebut memiliki gejala Virus Corona ringan. Tiga lainnya tidak punya gejala sama sekali.

Dr. Fifi belum yakin bagaimana Virus Corona bisa berdampak ke otak. Ia menyebut ada dua kemungkinan, yakni inflamasi di tubuh memberi dampak kepada pembuluh darah ke otak, atau virus ini membuat penggumpalan darah.

"Saya tidak tahu saat ini mana yang benar," kata Dr. Fifi.

Dr. E. Wesley Ely, profesor medis dan perawatan kritis di Vanderbilt University Medical Center menyebut ada kemungkinan virus ini menyerang otak.

Dr. Ely mencontohkan gejala seperti kehilangan kemampuan indera penciuman dan perasa di antara pasien Virus Corona. Bagian tubuh manusia lain, selain pernapasan, menjadi rentan karena manusia masih belum punya imunitas.


Meneliti Otak Korban Virus Corona

Ilustrasi Otak
Ilustrasi Otak (iStockPhoto)

Dr. Ely dan koleganya pun membuat tim untuk membuat studi post-morterm terhadap otak untuk melihat apakah ada tanda-tanda COVID-19 di otak. Penelitian ini dibiayai National Institutes of Health.

Tim ini akan meneliti neuron di otak untuk mencari kerusakan, mengukur berbagai bagian otak untuk melihat jika ada bagian-bagiannya yang menjadi kecil, dan menganalisis hippocampus yang memiliki peran besar bagi ingatan manusia.

Hal lain yang akan dicari adalah adanya amyloid dan tau, dua jenis protein yang terkait dengan dementia dan Alzheimer.

Otak dari Frank M. Carter menjadi yang pertama untuk diteliti. Putrinya, Nicole, menyebut ayahnya pasti setuju langkah ini.

"Ayah saya pastinya ingin melakukan ini karena ia rela berkorban," ujarnya. "Dia pasti mau menolong orang lain."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya