Darurat Corona COVID-19 Akan Diperpanjang, Tiap Warga Jepang Bakal Dapat Rp 14 Juta

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan berkonsultasi dengan para ahli untuk memutuskan apakah akan memperpanjang keadaan darurat setelah tanggal 6 Mei.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Apr 2020, 15:54 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2020, 15:54 WIB
PM Jepang Shinzo Abe saat konferensi pers bersama Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih (7/6) (AFP PHOTO)
PM Jepang Shinzo Abe saat konferensi pers bersama Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih (7/6) (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Jakarta- Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan situasi epidemi Virus Corona COVID-19 di Negeri Sakura terus memburuk. Pemerintahannya pun akan berkonsultasi dengan para ahli untuk memutuskan memperpanjang keadaan darurat setelah 6 Mei.

Pemerintah Jepang berencana untuk memperpanjang keadaan darurat nasional sekitar satu bulan menurut laporan dari harian Nikkei. Selain itu, anggaran tambahan US$ 241 miliar disetuji Parlemen Jepang pada Kamis (30/4/2020), untuk mendanai paket stimulus yang mencakup pembayaran tunai dan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan kekurangan uang saat meredam tekanan ekonomi akibat pandemi.

Paket anggaran tersebut mencakup pembayaran tunai 100.000 yen (Rp 14 juta) per warga, sebagai langkah yang menurut PM Abe untuk memberikan bantuan luas kepada rumah tangga yang mengalami penurunan pendapatan karena kehilangan pekerjaan atau penurunan jam kerja. 

Selain pembayaran tunai untuk rumah tangga dan perusahaan kecil, paket stimulus ini mencakup biaya untuk memperkuat sistem medis guna mengatasi Virus Corona jenus baru, serta 1 triliun yen (sekitar Rp 140 triliun) sebagai subsidi tambahan untuk pemerintah daerah, seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (30/4/2020).

Saksikan Video Berikut Ini:

Biaya untuk Perkuat Sistem Medis

Ditengah Pandemi Covid-19, Warga Jepang Padati Taman Nikmati Musim Semi
Seorang wanita mengenakan masker berjalan selama pandemi Covid-19 di sebuah taman di Yokohama, dekat Tokyo, (29/4/2020). PM Jepang Shinzo Abe memperluas keadaan darurat ke seluruh Jepang dari hanya Tokyo dan perkotaan lainnya. daerah sebagai virus terus menyebar. (AP /Koji Sasahara)

Kepala ekonom Dai-ichi Life Research Institute, Hideo Kumano mengatakan, meskipun pemerintah telah membebani lebih dari 12 triliun yen (sekitar Rp 1 kuadriliun), pembayaran secara tunai tersebut hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang hingga 0,6 persen.

Output pabrik Jepang pada bulan Maret turun dengan laju tercepat dalam lima bulan, sementara penjualan ritel terhadap permintaan luar negeri dan domestik juga turun karena pandemi Virus Corona COVID-19.

Pada Kamis 30 April, data resmi menunjukkan output pabrik tergelincir 3,7 persen di Maret daripada bulan sebelumnya. Angka itu menandai penurunan produksi paling tajam sejak Oktober tahun lalu.

Selain itu, pembuatan mobil dan produsen mesin mengalami penurunan output karena permintaan untuk suku cadang dan peralatan dari pabrik di luar negeri yang lebih lambat, terutama di China.

Terjadi penyusutan ekonomi sebesar 7,1 persen dalam tiga bulan sejak Desember karena perang dagang AS-China dan kenaikan pajak penjualan.

Pada Senin 27 April, Bank of Japan berjanji untuk membeli rantai dalam jumlah tak terbatas agar biaya pinjaman tetap rendah, serta Jepang akan mengikuti jejak ekonomi utama lainnya dengan "helicopter money" , yatu pencetakan uang oleh bank sentral untuk membiayai utang pemerintah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya