Liputan6.com, Jakarta - Video yang tengah memperlihatkan jasad ABK WNI di perairan Korea Selatan sedang ramai diperbincangkan. Pasalnya, mereka disebu-sebut sebagai korban pelanggaran HAM ketika bekerja di kapal milik China tersebut.
Advertisement
Pemerintah Indonesia pun akhirnya angkat bicara dan mengeluarkan pernyataan resmi terkait dengan hal ini.
"Pemerintah Indonesia, baik melalui perwakilan Indonesia di Selandia Baru, RRT dan Korea Selatan maupun di Pusat, memberi perhatian serius atas permasalahan yang dihadapi anak kapal Indonesia di kapal ikan berbendera RRT Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh di Busan, Korsel," tulis rilis pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri pada Kamis 7 Mei 2020.
Lebih lanjut lagi menurut keterangan pemerintah, kedua kapal tersebut membawa 46 awak kapal WNI dan 15 di antaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.
Sejumlah Awak Kapal Telah Dipulangkan
KBRI Seoul telah berkoordinasi dengan otoritas setempat, dan telah memulangkan 11 awak kapal pada 24 April 2020. Sedangkan, 14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada 8 Mei 2020.
KBRI Seoul juga sedang mengupayakan pemulangan jenazah awak kapal a.n. E yang meninggal di RS Busan karena pneumonia.
20 awak kapal lainnya pun memutuskan untuk melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Advertisement
Trending di Korea Selatan
Media Korea Selatan, MBC News melaporkan adanya sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) diperlakukan seperti budak. Bahkan, para ABK yang ketahuan sakit dan meningal dunia maka jasadnya akan dibuang ke laut.
Media MBC melaporkan bahwa ketika penyelidikan hendak dilakukan, kapal tersebut sudah kembali melanjutkan perjalanan. Dalam video yang ditunjukkan MBC, terlihat ada seorang ABK yang meninggal di kapal tersebut yang kemudian jasadnya dibuang ke laut.
Media tersebut juga turut mengungkapkan bahwa sebelum jasad yang ada di video tersebut dibuang, ada pula beberapa jasad lainnya yang telah dibuang terlebih dahulu, tepat setelah mereka meninggal dunia. Menurut informasi dari salah seorang saksi, ada 4 ABK yang telah meninggal dunia selama perjalanan kapal tersebut.
Selanjutnya, media MBC juga menampilkan adanya surat pernyataan dari para ABK yang menyatakan kesediaan mereka untuk dikremasi bila timbul suatu musibah hingga meninggal di tempat kapal itu bersandar.
Kesaksian ABK Minum Air Laut
Sebuah kesaksian yang juga ditampilkan MBC menyatakan, sistem kerja di kapal milik RRT tersebut memiliki kondisi yang tidak layak termasuk mengeksploitasi tenaga kerja yang ada. Bahkan menurutnya, ABK yang meninggal tersebut sebelumnya sudah sakit selama satu bulan.
"Awalnya keram terus tahu-tahu kakinya bengkak, dari kaki terus nyerang ke badan terus sesak dia," ujar seorang saksi yang ditampilkan MBC.
Keadaan digambarkan lebih parah lagi, ketika ada laporan bahwa air mineral yang dibawa untuk perbekalan di kapal tersebut hanya diminum oleh awak China. Sedangkan awak Indonesia hanya diizinkan meminum air laut yang difiltrasi.
"Pusing terus enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah juga sampai kaya ada dahak-dahak di sini," ujar saksi tersebut.
Advertisement
Gaji Rp 1,7 Juta
Seorang saksi yang lain mengatakan bahwa para ABK memiliki jam kerja hingga 18 jam dengan waktu istirahat hanya 6 jam setelahnya. Tak sampai disitu, upah yang didapat mereka selama bekerja hingga 13 bulan hanya sekitar US$ 120 atau Rp 1,7 juta. Atau dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100.000.
Kapal tersebut semestinya bertujuan menangkap ikan tuna, namun terkadang juga menangkap ikan hiu. Aktivitas ilegal itulah yang membuat mereka tidak bisa berhenti di daratan manapun.