Liputan6.com, Jakarta - Media Korea Selatan, MBC News melaporkan adanya sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) diperlakukan seperti budak. Bahkan, para ABK yang ketahuan sakit dan meningal dunia maka jasadnya akan dibuang ke laut.
Berita itu pun menjadi trending di Korea Selatan. Penelusuran Liputan6.com, Rabu (6/5/2020), para ABK itu berada di kapal Long Xin 629 milik China. Mereka memberikan informasi tentang keadaan mereka ke media Korsel saat sedang berlabuh di Busan.
Advertisement
Menurut laporan dari Kementerian Luar Negeri RI, terdapat 14 ABK WNI yang bekerja di kapal tersebut.
Joedha Nugraha, Dirjen PWNI dan BHI Kemlu mengatakan, mereka ingin kembali ke Indonesia namun terkendala soal pihak mana yang akan membiayainya.
"KBRI kita di Seoul telah berkoordinasi dengan agen kapal yaitu Visco, yang ditunjuk pihak principal yang ada di RRT sejak 16 April 2020 termasuk untuk memfasilitasi ketibaan 14 ABK kita," ujarnya.
Saat ini, 14 ABK tersebut berada dalam masa karantina sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah Korea Selatan. Mereka menjalani masa karantina tersebut dalam sebuah hotel di Busan.
Menurut informasi terakhir, pihak principal telah menyiapkan kepulangan mereka pada 8 Mei mendatang, setelah menyelesaikan proses karantina mandiri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Trending di Korea Selatan
Media MBC melaporkan bahwa ketika penyelidikan hendak dilakukan, kapal tersebut sudah kembali melanjutkan perjalanan. Dalam video yang ditunjukkan MBC, terlihat ada seorang ABK yang meninggal di kapal tersebut yang kemudian jasadnya dibuang ke laut.
Media tersebut juga turut mengungkapkan bahwa sebelum jasad yang ada di video tersebut dibuang, ada pula beberapa jasad lainnya yang telah dibuang terlebih dahulu, tepat setelah mereka meninggal dunia. Menurut informasi dari salah seorang saksi, ada 4 ABK yang telah meninggal dunia selama perjalanan kapal tersebut.
Selanjutnya, media MBC juga menampilkan adanya surat pernyataan dari para ABK yang menyatakan kesediaan mereka untuk dikremasi bila timbul suatu musibah hingga meninggal di tempat kapal itu bersandar.
Advertisement
Kesaksian ABK Minum Air Laut
Sebuah kesaksian yang juga ditampilkan MBC menyatakan, sistem kerja di kapal milik RRT tersebut memiliki kondisi yang tidak layak termasuk mengeksploitasi tenaga kerja yang ada. Bahkan menurutnya, ABK yang meninggal tersebut sebelumnya sudah sakit selama satu bulan.
"Awalnya keram terus tahu-tahu kakinya bengkak, dari kaki terus nyerang ke badan terus sesak dia," ujar seorang saksi yang ditampilkan MBC.
Keadaan digambarkan lebih parah lagi, ketika ada laporan bahwa air mineral yang dibawa untuk perbekalan di kapal tersebut hanya diminum oleh awak China. Sedangkan awak Indonesia hanya diizinkan meminum air laut yang difiltrasi.
"Pusing terus enggak bisa minum air itu sama sekali. Pernah juga sampai kaya ada dahak-dahak di sini," ujar saksi tersebut.
Kerja 18 Jam, Gaji Rp 1,7 juta
Seorang saksi yang lain mengatakan bahwa para ABK memiliki jam kerja hingga 18 jam dengan waktu istirahat hanya 6 jam setelahnya. Tak sampai disitu, upah yang didapat mereka selama bekerja hingga 13 bulan hanya sekitar US$ 120 atau Rp 1,7 juta. Atau dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100.000.
Kapal tersebut semestinya bertujuan menangkap ikan tuna, namun terkadang juga menangkap ikan hiu. Aktivitas ilegal itulah yang membuat mereka tidak bisa berhenti di daratan manapun.
Advertisement