Liputan6.com, Hong Kong - Agnes Chow, seorang aktivis pro-demokrasi berusia 23 tahun di Hong Kong diketahui mendapat julukan baru dari para pendukungnya.
Para pendukungnya mulai memanggilnya dengan julukan real Mulan atau "Mulan yang sesungguhnya", seorang tokoh pahlawan wanita dari Tiongkok yang berjuang untuk menyelamatkan keluarga dan negaranya.
Baca Juga
Chow adalah salah satu dari segelintir aktivis dan tokoh media yang ditangkap minggu ini, perihal undang-undang keamanan baru kontroversial yang diberlakukan oleh Beijing.
Advertisement
Dia ditahan atas tuduhan "berkolusi dengan pasukan asing" yang jika terbukti bersalah, dia bisa dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup, seperti dilansir BBC, Kamis (13/8/2020).
Saat ini dia sedang dalam proses bebas bersyarat, tetapi penangkapannya tersebut memicu para warganet untuk memberikan dukungan dengan mengungggah tweet menggunakan tagar #FreeAgnes.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Mengapa Mulan?
Mulan adalah kisah legenda Tiongkok kuno yang populer, semenjak Disney merilis film animasinya pada tahun 1998.
Kisah tersebut menceritakan seorang wanita muda yang menyamar sebagai seorang pria, agar dia bisa ikut berperang untuk menyelamatkan keluarga dan negaranya.
Film remake live-action dari Mulan juga diketahui akan dirilis tahun ini, dengan peran Mulan yang dimainkan oleh aktris keturunan China-Amerika Liu Yifei. Namun sejak tahun lalu, Liu diketahui dikecam oleh pro-demokrasi Hong Kong atas postingan Weibo miliknya.
Hal itu berawal saat pengunjuk rasa Hong Kong yang menyerukan reformasi demokrasi terlibat bentrok dengan polisi anti huru hara, yang dituduh menggunakan kekerasan berlebihan. Kelompok pro-Beijing pun menuduh para pengunjuk rasa menyerang polisi dan anti-protes Hong Kong.
Lalu dalam suasana kerusuhan tersebut, Liu berbagi posting Weibo dalam bahasa Mandarin: "Saya juga mendukung polisi Hong Kong. Anda dapat memukuli saya sekarang." Dari situlah pengunjuk rasa pro-demokrasi dengan cepat mulai mengecam Liu, menuduhnya mendukung kebrutalan polisi.
Film Mulan pun segera menjadi simbol politik antara warga Tiongkok yang menyuarakan dukungan mereka untuk Liu dan pendukung pro-demokrasi Hong Kong yang menyerukan boikot.
Setelah munculnya Chow sebagai aktivis pro-demokrasi, banyak masyarakat yang mulai membandingkan antara Liu dan Chow. Mereka mengatakan bahwa Chow adalah representasi seorang pahlawan wanita yang sebenarnya, yang berdiri untuk bertarung.
Advertisement
Meme Mulai Bermunculan di Media Sosial.
The Real MULAN! 💔
— Dr. Bo 🇺🇸🇹🇼🇭🇰 (@BoDiplo) August 11, 2020
Save Hong Kong!!🇭🇰 pic.twitter.com/NeGyGwxKN5
Meme dan komentar perihal 'Mulan yang sesungguhnya' di sosial media pun mulai bermunculan sebagai bentuk protes terhadap Liu, dengan menganggap bahwa Chow lah definisi Mulan yang sebenarnya.
"Agnes menunjukkan seperti apa keberanian sejati itu," kata seorang pengguna di Twitter. "Agnes adalah Mulan-ku."
"Agnes Chow harus menjadi Mulan yang asli. Dia jauh lebih baik daripada Liu yang mendukung kebrutalan polisi Hong Kong. Dia berani dan mau memperjuangkan kebebasan," kata yang warganet lainnya.
Chow, yang fasih berbahasa Jepang juga diketahui memiliki pengikut media sosial yang cukup banyak di Jepang, dengan beberapa media Jepang menyebutnya sebagai "Dewi Demokrasi".
Perjalanan Chow Sebagai Seorang Aktivis
Chow telah aktif dalam politik Hong Kong sejak usia 15 tahun, dengan bergabung dalam gerakan yang dipimpin pemuda.
Gerakan itu memprotes rencana untuk menerapkan "pendidikan moral dan nasional" di sekolah umum. Para siswa khawatir bahwa itu akan menandakan pengenalan jenis pendidikan yang disensor ketat, sebagaimana yang diterapkan di daratan China.
Atas keresahan itu, mereka pun melakukan aksi duduk besar-besaran yang akhirnya rencana itu dibatalkan.
Selama protes inilah dia bertemu dengan aktivis terkenal Joshua Wong. Keduanya kemudian menjadi tokoh kunci dalam gerakan Payung, serangkaian protes duduk pada tahun 2014 yang menuntut agar kota dapat memilih pemimpinnya sendiri. Namun protes itu tidak berhasil, tetapi menciptakan generasi baru pemimpin politik muda.
Chow, Wong dan Nathan Law, aktivis lainnya pun kemudian sepakat untuk mendirikan partai pro-demokrasi Demosisto pada tahun 2016.
Pada 2018, Chow pun mencoba mencalonkan diri dalam pemilihan lokal. Dia bahkan rela menyerahkan kewarganegaraan Inggrisnya dan menunda ujian akhir universitasnya sebagai syarat pencalonan. Namun pencalonannya ditolak karena para pejabat mengatakan dia mendukung "penentuan nasib sendiri" untuk Hong Kong.
"Masalah yang paling penting bukanlah apakah saya dapat mencalonkan diri untuk pemilihan mendatang, melainkan apakah hak dan kebebasan paling dasar rakyat Hong Kong dapat dilindungi," katanya kemudian, menurut laporan SCMP.
Pada 2019, protes besar-besaran pun meledak di Hong Kong, perihal banyaknya masyarakat yang menentang RUU ekstradisi yang memungkinkan tersangka di Hong Kong diadili di China daratan. Di tahun yang sama tepatnya bulan Agustus, Chow ditangkap karena diduga berpartisipasi dalam pertemuan tidak sah di markas besar polisi Hong Kong pada awal Juni. Tak hanya Chow, tokoh pro-demokrasi terkemuka lainnya termasuk Joshua Wong dan Andy Chan juga ditangkap.
Advertisement
Agnes Chow: Penangkapan Paling Menakutkan
Kemudian pada 30 Juni tahun ini, undang-undang keamanan baru telah diberlakukan yang membuat beberapa aktivis politik, seperti Law dari partai yang sama dengan Chow memilih melarikan diri dari Hong Kong, karena takut dipenjara oleh Beijing. Chow bersama dengan Wong pun mengumumkan bahwa mereka menarik diri dari Demosisto, yang kemudian dibubarkan, tetapi memilih untuk tetap di Hong Kong.
Awal minggu ini, Chow kembali ditangkap dalam operasi keamanan nasional yang membuat tokoh-tokoh terkemuka, seperti maestro media Jimmy Lai, ditahan. Belakangan terungkap bahwa Chow ditangkap karena diduga "berkolusi dengan pasukan asing" di bawah perlindungan undang-undang keamanan nasional yang baru.
"Saya akan mengatakan bahwa sangat jelas bahwa rezim dan pemerintah menggunakan undang-undang keamanan nasional tersebut untuk menekan mereka yang bertentangan dengan politik," katanya pada wartawan setelah dibebaskan bersyarat.
Banyak yang khawatir bahwa undang-undang itu akan digunakan untuk menghukum para pengunjuk rasa dan mengurangi otonomi Hong Kong. Di bawah undang-undang baru ini, tindakan menghasut kebencian terhadap pemerintah pusat China dan pemerintah daerah Hong Kong adalah tindakan ilegal. Undang undang ini juga akan mengkriminalisasi tindakan pemisahan diri, subversi, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing atau eksternal.
Chow kemudian mengatakan dalam sebuah pernyataan di Facebook bahwa penangkapan terakhirnya adalah yang paling menyeramkan, dari semua kasus penangkapannya.
"Sudah ditangkap empat kali dan ini yang paling menakutkan. Tapi bahkan saat di kantor polisi, saya masih mendengar dari pengacara saya tentang cinta dan perhatian dari semua orang terhadap saya," katanya.
"Jalan di depan akan lebih sulit. Jaga dirimu," tutupnya.
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul