Polisi Belarusia Tangkap 150 Lebih Demonstran Pelantikan Presiden Lukashenko

Lebih dari 150 demonstran menghadapi penahanan oleh polisi Belarusia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Sep 2020, 09:44 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2020, 06:30 WIB
FOTO: Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Belarusia Mundur
Pendukung oposisi Belarusia berunjuk rasa di Minsk, Belarusia, Minggu (30/8/2020). Puluhan ribu demonstran berkumpul untuk menuntut agar Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri. (AP Photo)

Liputan6.com, Minsk- Polisi Belarusia mengeluarkan gas air mata dan menangkap lebih dari 150 demonstran pada 23 September, menyusul pelantikan Presiden Alexander Lukashenko yang digelar secara diam-diam memicu demonstrasi dan kecaman baru di negara tersebut. 

Dilaporkan AFP, Kamis (24/9/2020), kelompok hak asasi Viasna, mengungkapkan bahwa penangkapan terhadap ratusan demonstran itu terjadi di Ibu Kota Minsk, dan barat daya Kota Brest serta sejumlah tempat lainnya. 

Kantor berita nasional Belarusia, Belta menyampaikan kabar bahwa Lukashenko telah "menjabat sebagai Presiden Belarusia" dalam sebuah upacara di Istana Kemerdekaan pada 23 September 2020.

Tetapi tidak seperti sebelumnya, upacara pelantikan tersebut tidak ditayangkan secara langsung.

Namun, Belta menerbitkan foto-foto yang menunjukkan pemimpin Belarusia saat menyampaikan sumpah setia-nya di podium, dengan mengenakan setelan jas biru serta tangannya yang berada di atas salinan Konstitusi.

Ales Belyatsky, ketua dari kelompok hak asasi Viasna, mengatakan, "Jika pelantikan telah diumumkan sebelumnya, 200.000 demonstran akan berkumpul di luar istana".


Tanggapan dari Sejumlah Negara Eropa dan AS

FOTO: Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Belarusia Mundur
Para pengunjuk rasa berbaring di depan polisi antihuru-hara yang memblokir demonstrasi pendukung oposisi Belarusia di Minsk, Belarusia, Minggu (30/8/2020). Puluhan ribu demonstran berkumpul untuk menuntut agar Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri. (AP Photo)

"Saya tidak bisa, saya tidak punya hak untuk meninggalkan Belarusia," ungkap Lukashenko, dalam pidato pengukuhannya yang kemudian dirilis oleh kantornya.

Lukashenko menyalahkan protes massa sejak Agustus 2020 yang telah menyebabkan puluhan ribu orang turun ke jalan, dan menyebutnya sebagai "disorientasi masyarakat". Selain itu, ia juga menyampaikan terima kasih-nya kepada para penegak hukum karena menunjukkan "ketegasan".

Sementara itu, beberapa negara Eropa termasuk Jerman dan AS menanggapi pelantikan Lukashenko dengan menolak untuk mengakuinya sebagai Presiden Belarusia.

"Hasil yang diumumkan itu curang dan tidak memberikan legitimasi," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS di Washington.

"AS tidak dapat menganggap Alexander Lukashenko sebagai pemimpin Belarusia yang terpilih secara sah," imbuhnya.

Juru bicara Pemerintah Jerman, Steffen Seibert, menyatakan bahwa Jerman tidak mengakui Lukashenko sebagai Presiden Belarusia, dan menyebutkan bahwa terpilihnya kembali tidak memiliki "legitimasi demokratis".

Pernyataan serupa juga dilaporkan datang dari Menteri Luar Negeri Slovakia, Ivan Korcok dan mitranya dari Denmark, Jeppe Kofod seperti yang dilakukan negara-negara Baltik, Belanda dan Republik Ceko.

Namun, belum adanya tanggapan langsung dari Rusia terkait pelantikan itu.

Negara tersebut merupakan pendukung finansial dan diplomatik terbesar Lukashenko. Presiden Rusia, Vladimir Putin bahkan telah menjanjikan bantuan penegakan hukum jika diperlukan, serta pinjaman $ 1,5 miliar.

Polisi Belarusia diketahui telah menahan ribuan demonstran selama sebulan terakhir, yang melaporkan tuduhan penyiksaan dan pelecehan dalam tahanan. Persoalan tersebut memicu kecaman internasional dan sanksi Uni Eropa yang diusulkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya