Liputan6.com, Oslo - Pemerintah Norwegia meyakini Rusia berada di balik serangan dunia maya pada Agustus 2020, yang menargetkan sistem email parlemen negara itu. Dalam serangan itu, peretas memperoleh akses ke pesan beberapa anggota parlemen.Â
"Berdasarkan informasi yang dimiliki pemerintah, menurut kami Rusia bertanggung jawab atas kegiatan ini," kata Menteri Luar Negeri Ine Eriksen Soreide dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (14/10/2020),Â
Advertisement
Baca Juga
Kedutaan Rusia di Oslo menggambarkan tuduhan itu, yang ditolak dengan keras, sebagai "provokasi serius".
"Tidak ada bukti yang diberikan. Kami menganggap tuduhan seperti itu terhadap negara kami tidak dapat diterima. Kami menganggap ini sebagai provokasi yang serius dan disengaja, merusak hubungan bilateral," kata kedutaan di halaman Facebook-nya, menambahkan pihaknya mengharapkan Oslo untuk memberikan "penjelasan."
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Serangan Siber Terhadap Norwegia
Kementerian luar negeri Oslo tidak merinci informasi apa yang mendorong kesimpulannya, tetapi mendorong perusahaan untuk mengikuti pedoman tentang keamanan dunia maya.
"Ini adalah insiden yang sangat serius karena mempengaruhi lembaga demokrasi terpenting kami," kata Eriksen Soreide.
Dalam penilaian ancaman tahunan yang diterbitkan pada bulan Februari, dinas intelijen domestik PST Norwegia memperingatkan "operasi jaringan komputer" yang mereka katakan mewakili "ancaman jangka panjang dan terus-menerus terhadap Norwegia".
Pada tahun 2018, anggota NATO Norwegia menangkap seorang warga Rusia yang diduga mengumpulkan informasi di jaringan internet parlemen, tetapi membebaskannya beberapa minggu kemudian karena kurangnya bukti.
Pada bulan Agustus, pemerintah Oslo juga mengusir seorang diplomat Rusia yang ditemukan dalam sebuah restoran yang bertemu dengan seorang warga negara Norwegia yang dicurigai sebagai mata-mata Moskow. Rusia menanggapi dengan mengusir seorang utusan Norwegia.
Kedua negara, yang berbagi perbatasan bersama di Kutub Utara, umumnya menikmati hubungan baik tetapi hubungan itu menjadi tegang sejak aneksasi Rusia atas semenanjung Krimea pada 2014.
Advertisement