Kasus Guru Dipenggal di Prancis, Presiden Macron Janji Tingkatkan Tekanan pada Ekstremisme

Presiden Emmanuel Macron menjanjikan lebih banyak tekanan terhadap ekstremisme Islam di Prancis menyusul kasus kematian seorang guru karena dipenggal di dekat Paris.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 21 Okt 2020, 10:09 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 06:35 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP/Phillipe Wojazer)
Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP/Phillipe Wojazer)

Liputan6.com, Paris- Presiden Emmanuel Macron menjanjikan lebih banyak tekanan terhadap ekstremisme Islam di Prancis.

Hal itu disampaikan oleh Presiden Macron beberapa hari setelah kasus kematian seorang guru karena dipenggal di dekat Paris yang menuai kecaman di Prancis.

"Sesama warga kami mengharapkan tindakan," ujar Presiden Macron saat berkunjung ke pinggiran kota Paris, seperti dikutip dari AFP, Rabu (21/10/2020).

"Tindakan ini akan ditingkatkan," tambah Presiden Macron.

Sementara itu, polisi setempat juga melakukan puluhan penggerebekan pada sejumlah tempat dan pemerintah yang memerintahkan penutupan sebuah masjid hingga enam bulan, serta pembubaran pendukung kelompok militan Hamas.

Serangan terhadap Samuel Paty (47 tahun), terjadi pada 16 Oktober 2020 saat ia sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah tempatnya mengajar di Conflans-Sainte-Honorine, pinggiran barat laut yang berada 40 kilometer dari Ibu Kota Prancis.

Saksikan Video Berikut Ini:


Penangkapan Terhadap Orang Tua Salah satu Murid Korban

Kecam Pemenggalan Guru, Ribuan Warga Prancis Demo
Orang-orang berkumpul di alun-alun Republique, satu dengan poter bertuliskan "Saya Samuel" untuk demonstrasi di Paris (18/10/2020). Samuel Paty dipenggal pada hari Jumat di Conflans-Sainte-Honorine oleh seorang pengungsi Chechnya. (AP Photo/Michel Euler)

Paty diketahui telah menjadi subjek kampanye kebencian secara online sejak pembahasan terkait kartun Nabi Muhammad di kelasnya.

Polisi menahan 10 orang atas kasus pembunuhan itu, yang di antaranya termasuk lima pelajar sekolah yang dicurigai terlibat dalam kematian Paty, dan orang tua salah satu murid yang diduga melakukan kampanye online untuk melawan guru tersebut.

Namun pada 19 Oktober 2020, enam orang dibebaskan yang di antaranya adalah empat anggota keluarga tersangka, yakni Abdullakh Anzorov - seorang remaja berusia 18 tahun yang berasal dari  Chechnya, Rusia.

Anzorov telah ditembak mati oleh polisi setempat tak lama setelah diketahui telah membunuh gurunya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya