Liputan6.com, Jakarta- Duta besar Uni Eropa mengadakan pertemuan krisis di Brussels, Belgia, pada Senin (21/12/2020) waktu setempat. Pertemuan itu membahas tentang pembatasan perjalanan ke Inggris usai ditemukannya varian atau strain baru Virus Corona COVID-19.
Dikutip dari South China Morning Post dan AFP, munculnya Virus Corona COVID-19 jenis baru di Inggris itu dilaporkan lebih sangat menular.
Beberapa negara Uni Eropa - Austria, Belgia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, dan Belanda - telah mengumumkan penangguhan penerbangan, dan perjalanan darat seperti kereta api serta perjalanan laut dengan kapal feri, dengan Inggris.
Advertisement
Larangan itu pun akan berlangsung dalam satu atau dua hari, sebagai upaya pencegahan sementara dari ancaman penyebaran Virus Corona COVID-19 jenis baru.
Menurut seorang pejabat Uni Eropa, perwakilan duta besar dari 27 negara akan bertemu di bawah mekanisme atau respons krisis politik terintegrasi yang dirancang untuk bereaksi cepat terhadap krisis.
Mereka akan melihat langkah-langkah termasuk larangan penerbangan dan penggunaan pengujian PCR bagi mereka yang datang dari Inggris.
Selain itu, pertemuan itu juga terjadi setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa pihaknya memberlakukan lockdown yang ketat di London dan sebagian besar Inggris tenggara karena varian virus baru tersebut.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Varian Baru COVID-19 di Inggris Bisa Sampai 70 Persen Lebih Menular
PM Johnson menyebutkan, bahwa varian baru COVID-19 itu bisa sampai 70 persen lebih menular.
Berdasarkan data awal, hal itu telah menjadi ketegangan umum di ibu kota dan jumlah kasus meningkat meskipun pembatasan telah ditingkatkan.
Namun, di sisi lain, ia dan pejabat kesehatan pemerintah mengatakan tidak ada indikasi bahwa varian baru itu lebih mematikan atau kebal terhadap vaksin yang mulai digunakan.
Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan pihaknya sedang menganalisis data Inggris untuk melihat apakah angka infeksi yang tak terkendali di negara tersebut adalah hasil dari penularan yang lebih kuat.
Advertisement