Menghilangkan Prasangka Mitos Vaksin COVID-19

Pembahasan dikusi onlen yang PPI dengan judul "Cek Fakta Seputar Mitos Vaksin COVID-19".

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Feb 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi vaksin corona, vaksin covid-19
Ilustrasi vaksin corona, vaksin covid-19. Kredit: fernando zhiminaicela via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Program vaksinasi COVID-19 sudah mulai berlangsung di Indonesia sejak Januari lalu.

Pemerintah menetapkan bahwa fase satu dari pemberian vaksin COVID-19 akan mulai dari Januari - April 2021 untuk petugas kesehatan, petugas publik, dan lansia berumur 60 tahun keatas.

Fase kedua akan dimulai dari April 2021 hingga Maret 2022 bagi masyarakat dan penduduk wilayan rentan, lalu yang lainnya.

Namun, Bloomberg Vaccine Tracker mengeluarkan data berupa perkiraan bahwa Indonesia butuh menghabiskan waktu tujuh tahun atau lebih, untuk 'mengalahkan' COVID-19.

Pada diskusi daring yang diselenggarai oleh PPI dengan judul "Cek Fakta Seputar Mitos Vaksin COVID-19" pada Sabtu (13/2/21), Prof. Wiku Adisasmito, salah satu pembicara dari diskusi terseut yang merupakan seorang ahli kesehatan dan penganggulangan penyakit infeksi, mengatakan bahwa Indonesia bukan hanya Jakarta yang bisa melakukan proses vaksinasi dengan cepat.

"Indonesia bukan Jakarta. Jakarta adalah salah satu tempat di Indonesia yang bisa dilakukan dengan cepat," jelasnya. "Di daerah lain belum bisa seperti itu."

Saksikan Video di Bawah Ini:

Angka Efikasi Bukanlah Cerminan Efektivitas

Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)

Ia juga mengatakan bahwa vaksin bukanlah satu-satunya solusi dalam 'perang' dengan virus COVID-19 ini. "Jangan takut dengan kondisi itu. Vaksin bukan satu-satunya solusi, kita bisa lakukan 3M."

Vaksin COVID-19 tidak hanya ada satu jenis melainkan beberapa seperti Moderna, Pfizer/BioNTech, atau juga Sinovac.

Untuk saat ini, Indonesia menggunakan vaksin Sinovac -- dan pada saatnya, vaksin Merah Putih yang dibuat dari bahan baku Sinovac.

Dengan adanya beberapa jenis vaksin yang dipakai, pertanyaan tentang efikasi dan efektivitas terhadap vaksin-vaksin tersebut menjadi dipertanyakan.

Mungkin banyak yang memandang efikasi dan efektivitas menjadi satu sehingga jika angka efikasi sebuah vaksin lebih tinggi dibanding vaksin yang lain, dianggap bahwa lebih efektif.

Pada kenyataannya, Dr. Malik Dinata, salah satu pembicara dari diskusi daring tersebut yang merupakan seorang dokter Indonesia di Inggris, mengatkan bahwa hal tersebut tidak benar.

"...jika persenannya tinggi, efikasinya tinggi. No, no, no. WHO sudah menyatakan bahwa apabila di atas 50%, it's enough," jelasnya. "Jadi hanya karena efikasinya tinggi, belum berarti efektif."

Menurut data dari Satgas COVID-19, vaksin Sinovac memiliki angka efikasi 65%.

Di luar kondisi pandemi, vaksin digunakan sebagai alat proteksi individu. Namun, menurut Prof. Wiku, hal tersebut berubah menjadi sebuah alat proteksi kolektif. "Karena ujungnya, proteksi vaksin adalah proteksi individu. Tapi, di kondisi pandemi, proteksi vaksin adalah kolektif."

Maka itu, penting sekali untuk masyarakat Indonesia agar mencapai angka 60% - 70% yang sudah mendapati vaksin untuk mencapai kondisi herd immunity.

Vaksin COVID-19 perlu disuntikan sebanyak dua dosis untuk mendapatkan imunitas. Dosis kedua dapat disuntikah setelah mendapatkan suntikan dosis pertama setelah melewati jeda waktu yang sudah ditentukan.

"Sinovac di sini 14 hari, untuk usia lebih lanjut 28 hari," jelas Prof. Wiku.

Jika terpapar oleh COVID-19 setelah dosis pertama, Dr. Malik mengatakan bahwa tunggu 4 minggu sebelum vaksin lagi. "Jika seorang terkena COVID-19, kita tunggu empat minggu lalu kita bisa divaksin lagi."

Perlu ada dua dosis karena dosis pertama adalah untuk membangun respons sistem imun terhadap virus COVID-19 dan dosis kedua adalah sebagai pendorong sistem imun sekaligus memastikan proteksi jangka panjang.

Dr. Malik juga mengatakan bahwa tidak ada efek samping yang akan membahayakan tubuh.

"Tidak ada efek sampingnya yang membahayakan," tegasnya. 

Vaksin Bukan Strategi Satu-satunya

Ilustrasi corona covid-19 (Foto: Pixabay/fernando zhiminaicela))
Ilustrasi corona covid-19 (Foto: Pixabay/fernando zhiminaicela)

Perlu diingat bahwa setelah mendapatkan vaksin, kemungkinan akan terpapar COVID-19 masih ada dan tidak menutup kemungkinan kita dapat menularkannya kepada orang lain.

"Vaksin yang ada -- setidaknya di Inggris ya, tidak mencegah kita terkena coronavirus. Tujuan vaksin ini adalah untuk mencegah kesakitan yang ada karena coronavirus serta kematian karena coronavirus," jelas Dr. Malik.

Prof. Wiku juga mengatakan bahwa vaksin COVID-19 ini bukanlah satu-satunya strategi untuk mengatasi virus ini. "Virus ini adalah satu dari strategi yang lain."

Ia juga mengatakan bahwa salah jika memandang vaksin sebagai obat dari segalanya. Selain vaksin, yang bisa dilakukan untuk mendorong sistem imunitas adalah dengan istirahat dan olahraga yang cukup, serta makan makanan yang sehat dan bernutrisi.

Bagi pelajar di luar Indonesia di negara yang sudah melaksanakan program vaksinasi COVID-19, jika visa akan berakhir dan harus pulang, Dr. Malik menjelaskan bahwa tidak apa-apa jika mendapatkan dosis pertama dengan vaksin yang ada di negara tersebut sebelum kembali ke Indonesia dan terima vaksin yang ada.

"Setelah di vaksin Pfizer atau Moderna, kita sudah cukup pede kalau dengan single dose saja efikasinya sudah cukup bagus," jelasnya. "Jadi, jika kalian ditawari, terima saja."

Dr. Malik juga mengatakan bahwa pemerintah Inggris sedang mempelajari tentang proses vaksinasi "mix and match".

 

Reporter : Paquita Gadin

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya