Indonesia Targetkan 50 Persen Penurunan Emisi Gas dan Rumah Kaca Tahun 2030

Krisis iklim merupakan sumber utama dari semua permasalahan di bumi saat ini. Namun, kita masih belum terlambat untuk memulai perubahan demi kehidupan generasi muda selanjutnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Apr 2021, 22:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 22:00 WIB
Video Kampanye FPCI
Video Kampanye FPCI " Selamatkan Indonesia Emas 2045" (source: youtube/sekretariat FPCI)

Liputan6.com, Jakarta - Peluncuran video oleh sejumlah artis Indonesia mengenai perubahan iklim menandakan awal dari kampanye nasional perubahan iklim yang diinisiasi oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Press Conference sekaligus penayangan perdana video kampanye "Selamatkan Indonesia Emas 2045 dari ancaman darurat iklim", yang diisi oleh beberapa artis indonesia, diluncurkan pada Senin (5/4) melalui Zoom meeting & youtube channel Foreign Policy Community of Indonesia.

Peluncuran video merupakan bagian dari kampanye nasional perubahan iklim (climate action) yang diinisiasi oleh FPCI bersamaan dengan pengadaan petisi agar Indonesia menetapkan target 50% penurunan emisi gas rumah kaca di tahun 2030, dan mencapai NOL emisi (atau net zero) di tahun 2050. Petisi tersebut telah ditanda tangani oleh hampir 15.000 orang.

Pendiri & Ketua FPCI, Dr. Dino Patti Djalal, menyatakan bahwa kita mungkin akan menjadi generasi terakhir yang dapat menikmati kondisi iklim yang masih normal jika kita tidak mulai peduli dan berusaha mencegah krisis iklim ini.

"Kita mungkin adalah generasi terakhir yang bisa hidup dalam dunia bercuaca normal dan satu-satunya generasi yang bisa menyelamatkan umat manusia dari bahaya bumi mendidih yang menanti kita di depan."

Dino juga menambahkan, "Video ini bertujuan untuk membangunkan kesadaran publik terhadap ancaman perubahan iklim yang akan membahayakan segala aspek kehidupan bangsa Indonesia, dan akan jauh lebih destruktif dibanding ancaman virus COVID-19 sekarang ini".

Dalam press conference, Kalista Iskandar - Putri Indonesia Sumatera Barat 2020 - juga menekankan bagaimana krisis iklim merupakan sumber utama dari semua permasalahan di bumi saat ini, dan dampak dari perubahan inilah yang lebih berbahaya dibanding masalah COVID-19. Ia menaruh harapan besar pada video kampanye ini agara masyarakat indonesia, terutama para generasi muda, dapat menjadi lebih aware dengan kondisi iklim kita saat ini.

"Video ini merupakan pencetus harapan bagi kita semua agar masyarakat menjadi lebih sadar... semoga suara anak muda Indoensia akan permasalahn iklim ini dapat didengar oleh pemerintah untuk menyelamatkan bumi, dengan membantu menandatangani petisi ini," Ujar Kalista.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

Emisi Gas Rumah Kaca Tetap Meningkat Saat Pandemi

Cara Sederhana Berpartisipasi di Hari Meteorologi Sedunia
Perubahan iklim disebabkan oleh banyaknya gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil – terutama batubara, minyak, dan gas alam – yang

Ketentuan menjaga jarak untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 berdampak kepada penurunan polusi udara di beberapa negara. Namun, meskipun langit terlihat menjadi lebih cerah semasa pandemi, emisi gas rumah kaca ternyata tetap meningkat.

Ini sama sekali mencerminkan bahwa tidak adanya penurunan emisi karbon dioksida di dunia.

Di Indonesia, pengawasan kualitas udara secara real time - kolaborasi antara Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim-IPB dengan National Institute for Environmental Studies, di Jepang - mencatat adanya penurunan polusi udara di Kota Bogor, Jawa Barat.

Dilansir dari The Conversation, level nitrogen dioksida, salah satu gas rumah kaca yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, turun 7,2% antara April dan Mei 2020, dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Meski demikian, level gas rumah kaca lainnya, yaitu karbon dioksida terus meningkat selama pandemi ini.

Pusat pengamatan emisi Mauna Loa Observatory di Hawaii, AS, mencatat ada peningkatan level karbon dioksida sebesar 2,4 bagian per sejuta (ppm), hingga total menjadi 417,1 ppm pada bulan Mei 2020. Dimana hal ini menunjukkan, pandemi tidak memiliki dampak langsung terhadap penurunan emisi karbon dioksida ke atmosfer.

Akan tetapi, situasi ini justru menjadi kesempatan bagus untuk beralih ke pembangunan berkelanjutan yang rendah emisi karbon dan mempromosikan energi terbarukan.

 

Reporter: Lianna Leticia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya