Liputan6.com, Washington D.C - Gubernur negara bagian Texas, Amerika Serikat, Gregg Abbott menandatangani rancangan udang-undang (RUU) yang akan melarang aborsi pada usia kandungan enam minggu.
"RUU ini memastikan kehidupan setiap bayi yang belum lahir dengan detak jantung yang akan diselamatkan dari kerusakan akibat aborsi," kata Gubernur dari Partai Republik AS, Greg Abbott, seperti dilansir AFP, Kamis (20/5/2021).
RUU Texas, yang tidak terkecuali untuk pemerkosaan atau inses, adalah penolakan terbaru oleh negara bagian AS yang konservatif terhadap aborsi.
Advertisement
Setidaknya 10 negara bagian lain di Amerika Serikat yang dipimpin Partai Republik telah mengeluarkan undang-undang serupa yang melarang aborsi setelah detak jantung janin dapat dideteksi, yang biasanya terjadi sekitar minggu keenam kehamilan.
Semua RUU tersebut telah dibatalkan oleh pengadilan karena melanggar putusan Mahkamah Agung AS yang mengesahkan aborsi selama janinnya belum dapat hidup, yang terjadi pada usia 22 hingga 24 minggu.
Penandatanganan undang-undang Texas dilakukan hanya beberapa hari setelah pengadilan tertinggi negara bagian itu setuju untuk mendengarkan kasus yang dapat menimbulkan tantangan terhadap keputusan Mahkamah Agung tahun 1973 yang melegalkan aborsi.
Kasus tersebut melibatkan undang-undang Mississippi yang melarang aborsi setelah minggu ke-15 kehamilan kecuali dalam kasus darurat medis atau kelainan janin yang parah.
Ini akan menjadi kasus aborsi pertama yang dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung AS sejak mantan presiden Donald Trump memperkuat mayoritas konservatif di panel beranggotakan sembilan orang.
Â
Penyedia Jasa Aborsi di Texas Juga Bisa Dijatuhkan Tuntutan
Aborsi memecah belah populasi Amerika, dengan tentangan yang kuat terutama di antara orang Kristen evangelis.
Undang-undang Texas juga mengizinkan warga negara untuk menuntut penyedia aborsi atau siapa pun yang membantu seseorang melakukan aborsi.
"Dengan ketentuan penyebab tindakan pribadinya, RUU ini adalah salah satu yang paling ekstrim di negara ini dan menjadi preseden yang berbahaya," kata Alexis McGill Johnson, presiden dari Planned Parenthood Action Fund.
"Akses ke aborsi tidak pernah lebih berisiko," terangnya.
Advertisement