Liputan6.com, New York - Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, Senin (24/5) mengatakan, dia masih berharap bisa berkunjung ke Yangon setelah tujuh minggu menunggu sambil menanti izin junta untuk bisa masuk ke Myanmar.
Dalam pertemuan di Indonesia akhir April 2021 dengan pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, "dia tidak mengatakan dia tidak mau bicara dengan saya lagi," kata diplomat Swiss itu pada konferensi virtual di Bangkok, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (26/5/2021).
Jenderal itu mengatakan, “bukan waktu yang tepat untuk ke Myanmar,” kata Burgener.
Advertisement
"Jadi saya tidak akan menyerah dalam usaha meneruskan diskusi ini."
Burgener mengatakan, dia akan pergi ke Jepang pada Rabu (26/5) untuk pertemuan dengan pemimpin-pemimpin di sana.
Ditanya tentang hubungannya dengan China, pendukung utama Myanmar, utusan itu mengatakan dia siap untuk berbicara.
"Ini situasi yang sangat tidak stabil untuk setiap pihak di kawasan dan jelas saya siap berbicara dengan pemerintah China kapan saja karena saya berpendapat dialog dibutuhkan dengan semua negara anggota," katanya.
Myanmar Ingin Pulangkan 100 Diplomat Anti-Junta Militer
Myanmar ingin memulangkan sekitar 100 diplomat yang menentang junta mliter. Namun, sebagian diplomat tak mengindahkan perintah tersebut.
Dilansir Kyodo, para diplomat Myanmar yang disuruh pulang itu ada yang bertugas di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Singapura. Informasi itu terkuak lewat dokumen internal yang bocor.
Dubes Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, juga diminta pulang. Namun, ia mengabaikan perintah junta militer.
Sejak kudeta 1 Februari, Kyaw Moe Tun secara lantang mengecam aksi kudeta di Myanmar, serta meminta komunitas internasional untuk membela demokrasi di Myanmar.
Diplomat Myanmar di negara-negara maju banyak yang terang-terangan menolak junta militer. Diplomat Thet Htar Yee San di AS bahkan menulis opini di The Washington Post untuk menolak junta militer.
Duta Besar Myanmar di Inggris, Kyaw Zwar Minn, sempat dilarang masuk Kedubes di London akibat mengkritik kudeta militer.
Advertisement