Liputan6.com, Singapura - Vaksin COVID-19 Sinovac China telah diberi izin oleh otoritas Singapura melalui jalur akses khusus usai keputusan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), demikian disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) pada Rabu (2/6).
Vaksin Sinovac telah disetujui oleh WHO pada Selasa (1/6), demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (3/6/2021).
Meskipun Singapura telah menerima pasokan dosis Sinovac, vaksin tersebut belum disetujui untuk digunakan oleh Health Sciences Authority (HSA).
Advertisement
Negara itu sebelumnya hanya memberi lampu hijau untuk vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna, yang keduanya didasarkan pada teknologi mRNA.
Vaksin mRNA, bagaimanapun, tidak cocok untuk orang dengan riwayat reaksi alergi yang parah seperti anafilaksis dan untuk individu dengan gangguan kekebalan.
Pada Rabu (2/6), Depkes Singapura mengatakan bahwa pihaknya akan merilis rincian lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang bagi institusi kesehatan swasta untuk mengajukan permohonan menjadi penyedia berlisensi untuk vaksin COVID-19 Sinovac-CoronaVac.
"Kami juga mempelajari kemungkinan bagi institusi kesehatan swasta untuk mengakses stok 200.000 dosis saat ini, dan menyusun perincian tentang harga, proses persetujuan yang diinformasikan, dan keselamatan pasien yang lebih pas untuk diberikan vaksin Sinovac-CoronaVac," kata Depkes dalam menanggapi pertanyaan media.
Â
Sinovac Pakai Metode Berbeda
Kementerian juga menegaskan bahwa Sinovac bukan bagian dari program vaksin nasional dan oleh karena itu tidak akan tercakup dalam Program Bantuan Keuangan Cedera Vaksin untuk Vaksinasi COVID-19.
Sinovac menggunakan teknologi yang berbeda, menggunakan bentuk virus corona yang tidak aktif untuk memicu respons kekebalan terhadap virus.
WHO merekomendasikan vaksin ini untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, dalam jadwal dua dosis yang dipisah sekitar dua hingga empat minggu.
"Hasil menunjukkan bahwa vaksin ini mencegah virus pada 51 persen dari mereka yang divaksinasi dan mencegah COVID-19 yang parah dan rawat inap pada 100 persen dari populasi yang diteliti," kata badan global itu dalam sebuah pernyataan.
Advertisement