Liputan6.com, Yangon - Warga di seluruh kota terbesar Myanmar menentang jam malam yang diberlakukan oleh otoritas militer, dalam upaya mereka mencari oksigen untuk merawat keluarga mereka ketika gelombang infeki Virus Corona melanda negara itu.
Lonjakan kasus ini merupakan pukulan terbaru bagi Myanmar, yang sudah menghadapi dampak dari krisis yang terjadi menyusul kudeta pada Februari 2021, serta kerusuhan yang telah menewaskan lebih dari 900 orang dan menghancurkan perekonomian.
Ratusan warga mengantri melintasi Yangon pada Rabu pagi (14/7) dengan harapan mengisi ulang tabung oksigen mereka untuk dibawa pulang kepada anggota keluarga yang terkena Virus Corona, seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat (16/7/2021).
Advertisement
Beberapa warga bahkan terlihat membawa kursi untuk digunakan saat mengantri.
"Adik saya menderita COVID-19 selama tiga hari," ungkap seorang warga bernama Than Zaw Win, kepada kantor berita AFP, saat meninggalkan salah satu antrean di kota berpenduduk sekitar 7 juta jiwa itu.
"Pada hari pertama, dia pusing karena tekanan (darah) rendah... dan dia sangat menderita kemarin karena dia tidak bisa bernapas dengan baik," ceritanya.
"Tetapi ketika saya sedang mengantri untuk mengisi oksigen pagi ini, keponakan saya memanggil saya untuk pulang karena saudara perempuan saya telah meninggal," terangnya.
Pihak berwenang Myanmar mencatat lebih dari 7.000 kasus baru COVID-19 pada 14 Juli 2021.
Jutaan orang di Yangon dan Mandalay, Myanmar telah diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah, tetapi jumlah kematian pasien COVID-19 terus meningkat dan tim relawan pun ikut turun tangan untuk membawa jenazah yang sudah meninggal di tempat tinggal mereka.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Warga Ungkap Terpaksa Langgar Jam Malam Demi Dapatkan Stok Oksigen
Ye Kyaw Moe, seorang pelaut di Myanmar, mengungkapkan bahwa dirinya terpaksa keluar rumah pada jam 3 pagi - setengah jam sebelum pencabutan jam malam yang diberlakukan militer - untuk mendapatkan tempat di antrian jatah oksigen.
Tetapi ketika dia tiba di pusat isi ulang oksigen di Yangon, sudah ada 14 orang lain di depannya.
"Saya belum tidur sepanjang malam," katanya kepada AFP.
"Saya juga harus berhati-hati untuk menghindari tentara karena kita masih berada di bawah aturan darurat militer," bebernya.
Di sisi lain, Dewan Administrasi Negara - otoritas yang dibuat oleh junta militer Myanmar - mengatakan tidak perlu khawatir.
"Sebenarnya kami memiliki cukup Oksigen," demikian judul berita utama di Global New Light of Myanmar pada 13 Juli 2021, sebuah surat kabar yang didukung negara.
"Rakyat tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu dan tidak seharusnya menyebarkan desas-desus," kata pemimpin junta Min Aung Hlaing dalam berita itu.
Tetapi hal itu dibantah oleh Than Zaw Win.
"Dia tidak memiliki penyakit lain ... Tidak mungkin saudara saya meninggal jika kami memiliki cukup oksigen," imbuhnya.
Advertisement