Liputan6.com, Washington D.C. - Pada tanggal 28 Agustus 1963, di bawah terik matahari, sebanyak lebih dari 250.000 demonstran berkumpul di Lincoln Memorial di Washington, D.C. Di sana mereka berkumpul sebagai partisipan dalam acara yang secara resmi dikenal sebagai March on Washington for Jobs and Freedom (Pawai di Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan) sekaligus momen Martin Luther King menyampaikan mimpinya.
Para penyelenggara menduga akan ada 100.000 orang yang hadir. Namun, pada akhirnya acara tersebut dipenuhi lebih dari dua kali jumlah tersebut dan menjadikannya sebagai demonstrasi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat saat itu.
Dari awal hingga akhir, acara tersebut berisi permohonan penuh semangat untuk reformasi hak-hak sipil, dan satu pidato secara khusus mengubah atmosfer saat itu. Pidato selama 17 menit dari Martin Luther King saat itu disiarkan langsung oleh jaringan TV dan stasiun radio.
Advertisement
Baca Juga
Pidato yang dikenal dengan pidato "I Have A Dream" (Saya punya mimpi) ini disebut-sebut sebagai mahakarya oratoris. Pidato tersebut diakui sebagai puncak keberhasilan protes dan telah bertahan sebagai salah satu momen khas gerakan hak-hak sipil.
Mengutip dari Mental Floss, Senin (8/11/2021), berikut adalah beberapa fakta tentang pernyataan terilham yang mengubah hidup Martin Luther King, gerakannya, serta bangsa secara luas.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Martin Luther King, Jr Adalah Orator Ke-10 di Podium Hari Itu
King adalah pembicara kesepuluh dan terakhir dari line up. Dalam daftar tersebut juga terdapat nama para pemimpin hak-hak sipil seperti A. Philip Randolph dan John Lewis, yang saat itu menjabat sebagai ketua nasional Komite Koordinasi Non-Kekerasan Mahasiswa (sekarang menjadi anggota Kongres AS perwakilan distrik kelima Georgia).
Pembicara lain yang panen perhatian adalah Walter Reuther, seorang kulit putih yang bekerja sebagai head of United Automobile Workers (ketua Serikat Pekerja Otomotif). UAW membantu mendanai March on Washington dan Reuther kemudian berjalan beriringan bersama King dari Selma ke Montgomery untuk memprotes hak suara Kulit Hitam.
Advertisement
2. Beberapa Bagian Pidato 'Saya Punya Mimpi' Terinspirasi dari Nelson Rockefeller
Selama bertahun-tahun, Clarence B. Jones menjadi pengacara pribadi, penasihat terpercaya dan salah satu penulis pidato King saat itu. Dia juga sering menjadi perantara antara King dan Stanley Levison, seorang pengacara berkulit putih progresif yang menarik perhatian FBI. Pada pertengahan Agustus 1963, King meminta Jones dan Levison untuk menyiapkan draf pidatonya di Washington.
"Percakapan yang saya lakukan dengan gubernur New York saat itu, Nelson Rockefeller mengilhami analogi pembuka: Afrika-Amerika berbaris ke Washington untuk menebus surat promes atau cek untuk keadilan," kenang Jones dalam sebuah wawancara pada 2011, demikian dilansir Mental Floss. "Dari sana, draf yang diusulkan terbentuk."
3. Frasa 'Saya Punya Mimpi' Tidak Ada di Dalam Draf Pidato
Pada malam pidato besarnya, King meminta masukan dari penyelenggara serikat pekerja, pemimpin agama, dan aktivis lainnya di lobi Willard Hotel, Washington D.C. Namun, ketika dia akhirnya mengharapi lautan manusia di Lincoln Memorial, idenya menguap seperti embun di kaca. Pada awalnya King terpaku pada catatannya, membaca versi final pidatonya.
Kemudian sebuah suara terdengar di belakangnya. Seorang penyanyi gospel, Mahalia Jackson dari belakang berteriak menyuarakan, "Beri tahu mereka tentang mimpi itu, Martin!"
Di awal kariernya, King telah berbicara panjang lebar tentang "mimpinya", yaitu keharmonisan tas. Pada pertengahan 1963, dia sering menggunakan frasa "Saya punya mimpi" sehingga orang-orang khawatir frasa tersebut akan terdengar berulang.
Jackson jelas tidak setuju dengan kekhawatiran itu. Atas desakannya, King meletakkan catatan dan menyampaikan kata-kata yang memperkuat warisannya:
"Saya katakan pada Anda hari ini, teman-temanku, bahwa terlepas dari kesulitan dan frustrasi saat ini, saya masih memiliki mimpi. Ini adalah mimpi yang mengakar kuat dalam mimpi Amerika... Saya memiliki mimpi bahwa keempat anak saya suatu hari nanti akan hidup di negara, di mana mereka tidak akan dinilai dari warna kulit mereka, tetapi dari karakter mereka."
Teman-teman King tercengang. Tak satu pun dari kalimat yang diucapkan di podium itu tertulis dalam draf pidato tertulis. "Di depan semua orang, kamera, dan mikrofon, Martin mengayunkannya," kata Jones. "Tapi kemudian, tidak ada orang yang pernah saya temui yang bisa berimprovisasi lebih baik [dari King]."
Advertisement
4. Sidney Poitier Mendengar Pidato 'Saya Punya Mimpi' Secara Langsung
Sidney Poitier lahir di Bahama pada 20 Februari 1927. Ia memecahkan langit-langit kaca Hollywood di Academy Awards 1964 ketika ia menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang memenangkan gelar Aktor Terbaik dari Oscar untuk penampilannya dalam Lilies of the Field.
Poitier adalah sosok yang sangat percaya pada hak-hak sipil. Ia hadir dalam March on Washington 1963 bersama dengan bintang film lainnya seperti Marlon Brando, Charlton Heston, dan Paul Newman.
5. Pidato 'Saya Punya Mimpi' Menarik Perhatian FBI
FBI telah mewaspadai King sejak peristiwa pemboikotan bus di Montgomery pada 1955. Direktur FBI J. Edgar Hoover terganggu oleh hubungan pendeta tersebut dengan Stanley Levison yang pernah menjabat sebagai manajer keuangan untuk partai Komunis di Amerika. Pidato King 'Saya punya Mimpi' hanya memperburuk pandangan FBI tentang pemimpin hak-hak sipil.
Dalam sebuah memo yang ditulis hanya dua hari setelah pidato tersebut, kepala intelijen domestik Willian Sullivan berkata, "Kita harus menandai [King] sekarang jika kita belum pernah melakukan itu sebelumnya."
Menandai yang dimaksud Sullivan adalah sebagai orang Negro paling berbahaya bagi masa depan negara dari sudut pandang komunisme, Negro, dan keamanan nasional. Sebelum tahun itu berakhir, jaksa agung Robert F. Kennedy memberi izin kepada FBI utnuk menyadap percakapan telepon King.
Advertisement
6. Pada 1999, Cendikiawan Menyebut 'Saya Punya Mimpi' Sebagai Pidato Amerika Terbaik Abad Ke-20
Bertahun-tahun kemudian, "Saya Punya Mimpi" tetap menjadi seruan internasional untuk perdamaian. Pesan ini juga muncul di protes Lapangan Tiananmen.
Profesor komunikasi di University of Wisconsin-Madison dan Texas A&M menggunakan masukan dari 137 sarjana untuk membuat daftar pidato terbesar Amerika. Adikarya milik King menduduki peringkat pertama, mengalahkan pengukuhan lainnya dari John F. Kennedy dan Franklin Roosevelt.
7. George Raveling Memiliki Salinan Asli Pidato
George Raveling, seorang atlet Afrika-Amerika dan penduduk asli D.C., bermain di ring perguruan tinggi untuk Villanova Wildcats dari 1956 hingga 1960. Tiga tahun setelah kelulusannya, ia menghadiri March on Washington. Dia dan seorang teman secara sukaretla bergabung dengan detail keamanan acara yang membuat Raveling akhirnya berdiri hanya beberapa meter dari Martin Luther King selama pidato 'Saya Punya Mimpi'-nya.
Setelah pidato berakhir, Raveling mendekati podium dan memperhatikan bahwa naskah tiga halaman ada di tangan Pendeta. "Dr. Raja bolehkah saya memiliki salinan itu?," tanyanya. Permintaan Raveling dikabulkan.
Raveling kemudain melatih Washington State Cougars, Iowa Hawkeyes, dan Trojan University of Southern California. Pada 2015, ia dilantik ke dalam Naismith Memorial Basketball Hall of Fame. Meskipun seorang kolektor pernah menawarinya 3 juta dolar AS (Rp42,8 miliar) untuk dokumen terkenal Dr. King, Raveling menolak tawaran tersebut.
Â
Â
Penulis: Anastasia Merlinda
Advertisement