Sebagian Warga Kepulauan Solomon Mewaspadai Proyek Konstruksi yang Didukung Beijing

Pada bulan Oktober 2019, negara kepulauan kecil namun strategis di wilayah Pasifik Selatan itu memutuskan hubungan dengan Taiwan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan China.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2022, 08:04 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2022, 08:04 WIB
Warga Kepulauan Solomon berkumpul di depan gedung Parlemen di Honiara, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Manasseh Sogavare.(ABC News: Evan Wasuka)
Warga Kepulauan Solomon berkumpul di depan gedung Parlemen di Honiara, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Manasseh Sogavare.(ABC News: Evan Wasuka)

Liputan6.com, Jakarta - Di jalan utama Honiara, ibu kota Kepulauan Solomon, pengaruh China tampak hadir mencolok, mulai dari keberadaan orang-orang China di jalan-jalan ibu kota, dan papan-papan nama dan hampir setiap konter kasir menggunakan huruf China.

Penduduk setempat mengatakan hampir semua toko kelontong dan toko serba ada yang menjual berbagai jenis barang mulai dari makanan ringan hingga barang elektronik dimiliki oleh warga etnis China. Di wilayah pecinan, di mana tiga orang tewas, dalam kerusuhan pada November lalu yang oleh banyak orang dikaitkan dengan pengaruh China, kehadiran orang China dan barang-barang asal negara tersebut hampir tak terhindarkan.

Saat ini, sebagian penduduk setempat mengungkapkan ketidakpuasan atas apa yang mereka lihat sebagai pengambilalihan industri konstruksi Kepulauan Solomon oleh China.

“Banyak perusahaan China, perusahaan konstruksi, telah datang ke negara ini dan kami tidak mungkin bisa bersaing dengan mereka dalam hal harga,” Ricky Fuo’o, kata ketua Kamar Dagang dan Industri Kepulauan Solomon kepada VOA Mandarin.

“Perusahaan-perusahaan ini sangat besar. Jadi (sektork konstruksi) adalah salah satu industri yang kami lihat yang kini perlahan-lahan telah ditembus dan diambil alih,” tambah Fuo'o.

Pada bulan Oktober 2019, negara kepulauan kecil namun strategis di wilayah Pasifik Selatan itu memutuskan hubungan dengan Taiwan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan China. Kedua negara menandatangani perjanjian pada program Inisiatif Sabuk dan Jalan China, sebuah proyek infrastruktur besar-besaran yang direncanakan membentang dari Asia hingga Eropa.

Sebagai imbalannya, China menjanjikan dana sebesar $730 juta sebagai bantuan keuangan, dan telah mengambil alih beberapa proyek infrastruktur di negara itu.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asal China seperti China Civil Engineering Construction Company (CCECC), China Railway Construction Company (CRCC) dan China Harbour Engineering Company (CHEC), kini sedang membangun sebagian besar proyek di Kepulauan Solomon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

AS Tegur Kepulauan Solomon Gara-Gara Ada Militer China

Uromys vika (2)
Pulau Vangunu, bagian dari Kepulauan Solomon, adalah tempat temuan tikus raksasa Uromys vika. (Sumber Google Maps)

Pemerintah Amerika Serikat (AS) langsung bergerak untuk membahas kehadiran militer China di Kepulauan Solomon. Pihak China berdalih militer mereka hadir untuk menjaga kepentingan pembangunan di negara tersebut. AS lantas memberi teguran kepada pemerintah Solomon. 

Pihak AS bertemu Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare ketika sedang melakukan berbagai kunjungan ke kawasan Oseania, termasuka Papua Nugini dan Fiji.

"Di Kepulauan Solomon, kami bertemu Perdana Menteri Sogavare dan hampir dua lusin anggota kabinetnya dan staf senior selama total hampir 90 menit," ujar Daniel Kritenbrink, Sekretaris Menteri Luar Negeri untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, dalam konferensi pers, dikutip Rabu (27/4/2022).

"Ketika berada di sana, kami juga mendiskusi perjanjian yang ditandatangani baru-baru ini antara Kepulauan Solomon dan Republik Rakyat China, mencatat potensi implikasinya terhadap keamanan regional, termasuk Amerika Serikat dan sekutu dan mitra kami," lanjut Kritenbrink.

Ia menegaskan bahwa meski AS berminat memperluas kerja sama dengan Kepulauan Solomon, termasuk di bidang diplomasi dan kesahatan, Kritenbrink mengingatkan bahwa AS akan mengambil langkah jika militer China hadir secara permanen di Kepulauan Solomon.

"Kami memberitahu pimpinan Kepulauan Solomon bahwa Amerika Serikat akan merespons jika ada langkah-langkah yang diambil untuk mendirikan secara de facto kehadiran militer permanan, kapabilitas proyeksi kekuatan, atau instalasi militer di Kepulauan Solomon," jelas Kritenbrink.

Kritenbrink lalu berkata bahwa PM Kepulauan Solomon berjanji kepada AS bahwa tidak akan ada basis militer maupun kehadiran jangka panjang. AS juga mengajak Kepulauan Solomon untuk meningkatkan komunikasi.

"Kami berekspektasi bahwa dialog ini akan membahas isu-isu keamanan bersama dengan detail yang lebih besar, pembangunan ekonomi dan sosial, kesehatan masyarakat, dan keuangan dan utang," ujar pihak Amerika Serikat.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Spekulasi China

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Dilaporkan VOA Indonesia, Kritenbrink mengatakan bahwa tujuan AS adalah untuk berkomunikasi dengan "cara yang sangat jujur" mengenai keprihatinan terkait perjanjian keamanan antara Kepulauan Solomon dan China. Tindakan bermasalah dari pihak China, termasuk illegal fishing, juga disorot.

Hari Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan "spekulasi bahwa China akan membangun pangkalan militer di Kepulauan Solomon adalah benar-benar disinformasi." Wang menegaskan bahwa perjanjian keamanan antara China dan Kepulauan Solomon "terbuka, transparan, sah, sesuai hukum dan tidak tercela."

Para pakar kawasan, termasuk Richard Herr, profesor hukum di University of Tasmania, mengatakan, ada alasan mengenai kekhawatiran terkait perjanjian keamanan mengingat isi rancangannya.

"Ini memberi China mungkin hak untuk mendukung setiap intervensi" jika terjadi gejolak di dalam negeri, kata Herr kepada VOA.

"Jadi jika Sogavare mengetahui ia kalah dalam pemilu, mungkin ia menginginkan kudeta atau seperti yang ia sarankan, tunda pemilu agar tetap berkuasa. Dan itu sebabnya perjanjian dalam banyak hal penuh dengan bahaya bagi China, serta bagi Australia, dan teman-teman Kepulauan Solomon di Pasifik," kata Herr yang menjadi penasihat beberapa negara di Pasifik, termasuk mengenai demokrasi dan tata kelola pemerintahan.

Reaksi Australia dan Selandia Baru

Ilustrasi bendera Australia (pixabay)
Ilustrasi bendera Australia (pixabay)

Sebelumnya dilaporkan, Perdana Menteri Australia dan Selandia Baru menyuarakan keprihatinan tentang potensi kehadiran militer China di Kepulauan Solomon. Sebuah dokumen yang bocor pekan lalu menunjukkan bahwa China dapat meningkatkan kehadiran militernya di negara kepulauan Pasifik Selatan, termasuk dengan kunjungan kapal.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, dia telah berbicara dengan PM Selandia Baru Jacinda Ardern selama akhir pekan tentang perkembangan tersebut, seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (28/3).

Ia juga berencana untuk berbicara dengan rekan-rekannya di Papua Nugini dan Fiji pada hari ini. "Laporan yang kami lihat tidak mengejutkan dan merupakan pengingat akan tekanan dan ancaman terus-menerus yang hadir di kawasan terhadap keamanan nasional kami sendiri," kata Morrison.

"Ini adalah masalah yang menjadi perhatian kawasan tetapi tidak mengejutkan. Kami telah lama menyadari tekanan ini," tambahnya.

Ardern menggambarkan kemungkinan pasukan militer China yang ditempatkan di Kepulauan Solomon sebagai keadaan yang sangat memprihatinkan.

"Kami melihat tindakan seperti itu sebagai potensi militerisasi kawasan," katanya kepada Radio NZ.

"Kami melihat sangat sedikit alasan dalam hal keamanan Pasifik untuk kebutuhan dan kehadiran seperti itu," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya