Subvarian COVID-19 Omicron XBB Bisa Picu Gelombang Infeksi Baru

Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia Dr Soumya Swaminathan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengatakan bahwa beberapa negara mungkin melihat "gelombang infeksi lain" dengan subvarian XBB dari Omicron.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 21 Okt 2022, 18:44 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2022, 18:41 WIB
Kelemahan Virus Corona
Ilustrasi Pandemi Covid-19 Credit: pexels.com/cottonbro

Liputan6.com, Jakarta Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia Dr Soumya Swaminathan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengatakan bahwa beberapa negara mungkin melihat "gelombang infeksi lain" dengan subvarian XBB dari Omicron. Tetapi ilmuwan klinis India itu juga menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada data yang tersedia dari negara mana pun yang menunjukkan bahwa varian baru ini secara klinis lebih parah daripada yang sebelumnya.

"Ada lebih dari 300 subvarian Omicron. Saya pikir salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah XBB, yang merupakan virus rekombinan. Kami telah melihat beberapa virus rekombinan sebelumnya. Yang satu ini sangat menghindari kekebalan, yang berarti dapat mengatasi antibodi. Jadi ada kemungkinan kita melihat gelombang infeksi lain di beberapa negara karena XBB," kata Swaminathan seperti dikutip dari Hindustan Times, Jumat (21/10/2022).

Swaminathan menginformasikan bahwa WHO juga melacak turunan Varian Virus Corona COVID-19, BA.5 dan BA.1, yang lebih menular dan menghindari kekebalan. Ketika virus itu berkembang, maka akan menjadi lebih menular, tambahnya.

Tindakan yang Harus Diambil

Mengomentari langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah lonjakan COVID-19, dia menegaskan bahwa "pemantauan dan pelacakan" adalah langkah kunci.

"Kami perlu terus memantau dan melacak. Kami telah melihat bahwa pengujian telah menurun di seluruh negara, pengawasan genomik juga telah turun selama beberapa bulan terakhir," paparnya.

"Kami perlu mempertahankan setidaknya pengambilan sampel strategis pengawasan genom sehingga kami dapat terus lacak variannya seperti yang telah kami lakukan dan pelajari," ujarnya lebih lanjut.

 

Pandemi COVID-19 Belum Berakhir

COVID-19
Ilustrasi pandemi Corona | unsplash.com/@adamsky1973

Kepala ilmuwan WHO itu juga menekankan apa yang dikatakan Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, bahwa COVID-19 terus menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, menambahkan bahwa 8.000 hingga 9.000 kematian dilaporkan setiap minggu di seluruh dunia karena infeksi Virus Corona COVID-19 itu.

"Jadi kita belum bilang pandemi sudah selesai, artinya semua kewaspadaan dan alat tetap digunakan. Untung sekarang kita punya banyak alat dan yang terpenting vaksin," kata Dr Swaminathan seraya menekankan pentingnya vaksin untuk memerangi pandemi.

WHO Sebut COVID-19 Masih Darurat Kesehatan Global, Meski Ada Kemajuan

Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) (AP Photo)
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) (AP Photo)

Banyak negara di dunia mulai melonggarkan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19. Perbatasan pun sudah mulai dibuka, turis asing pun sudah mulai diizinkan untuk pelesir.

Kendati demikian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu 19 Oktober 2022 mengatakan masih terlalu dini untuk mencabut status peringatan tertinggi untuk krisis COVID-19. Mengapa?

Hal itu mengingat situasi pandemi COVID-19 masih menjadi darurat kesehatan global meskipun terdapat sejumlah kemajuan baru-baru ini.

Komite darurat WHO untuk COVID-19 pada minggu lalu bertemu dan menyimpulkan bahwa status pandemi masih berada dalam kondisi Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC), status yang diumumkan pada Januari 2020.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Rabu 19 Oktober mengatakan kepada wartawan bahwa ia setuju dengan saran komite itu.

"Komite menekankan perlunya memperkuat pengawasan dan memperluas akses pada tes, perawatan, dan vaksin bagi mereka yang paling berisiko," kata Ghebreyesus, yang berbicara dari markas besar badan kesehatan PBB itu di Jenewa seperti dikutip dari laporan VOA Indonesia, Kamis (20/10/2022). 

WHO pertama kali menyatakan wabah COVID-19 sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ketika terdapat kurang dari 100 kasus COVID-19 tercatat di luar China.

Meskipun deklarasi PHEIC adalah mekanisme yang disepakati secara internasional untuk memicu respons internasional terhadap wabah semacam itu, baru pada bulan Maret, banyak negara mulai menyadari bahaya COVID-19 ketika Tedros menggambarkan situasi yang memburuk sebagai pandemi.

XBB Sudah Masuk RI, Subvarian Omicron yang Bikin Kasus COVID-19 di Singapura Melonjak

Menkes Budi Gunadi Sadikin update Omicron dari Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 3 Januari 2022. (Tangkapan Layar YouTube Perekonomian RI)
Menkes Budi Gunadi Sadikin update Omicron dari Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 3 Januari 2022. (Tangkapan Layar YouTube Perekonomian RI)

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa varian baru XBB sudah masuk Indonesia. Sebelum Indonesia, negara tetangga Singapura sudah kemasukan dan menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 di sana.

"Singapura kasusnya naik lagi ke 6 ribu per hari karena ada varian baru namanya XBB. Varian ini juga sudah masuk di Indonesia," kata Menkes Budi dalam Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022 di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022 dipantau secara daring.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa varian baru XBB sudah masuk Indonesia. Sebelum Indonesia, negara tetangga Singapura sudah kemasukan dan menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 di sana.

"Singapura kasusnya naik lagi ke 6 ribu per hari karena ada varian baru namanya XBB. Varian ini juga sudah masuk di Indonesia," kata Menkes Budi dalam Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022 di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022 dipantau secara daring.

Tentang Subvarian Omicron XBB

Strain XBB yang dikenal juga sebagai BA.2.10 adalah subvarian Omicron yang telah terdeteksi di beberapa negara. Seperti Australia, Bangladesh, Denmark Jepang, dan Amerika Serikat sejak Agustus. Subvarian ini pertama kali terdeteksi pada Agustus di India.

Direktur eksekutif di Institut Bioinformatika A*STAR Dr Sebastian Maurer-Stroh, kemunculan pertama varian XBB yang didokumentasikan di GISAID sudah ada di negara lain, beberapa minggu sebelum kasus pertama di Singapura.

"Jumlah genom yang diketahui untuk suatu varian sangat bervariasi antar negara hanya karena intensitas pengambilan sampel dan strategi pengawasan genomik," tambahnya mengutip Channel News Asia.

 

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya