Liputan6.com, Yerusalem - Aksi Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengunjungi Kompleks Masjid Al-Aqsa menuai kecaman keras. Dia dinilai memprovokasi.
"Pemerintah kami tidak akan menyerah atas ancaman Hamas," ujar Ben Gvir yang juga merupakan pemimpin Otzma Yehudit, partai politik sayap kanan jauh, seperti dilansir The Guardian, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga
Sebelumnya, Hamas memperingatkan bahwa kunjungan Ben Gvir ke Kompleks Masjid Al Aqsa atau yang oleh umat Yahudi disebut Temple Mount adalah "red line" dan akan memicu ledakan.
Advertisement
"Temple Mount merupakan tempat terpenting bagi rakyat Israel dan kami mempertahankan kebebasan bergerak bagi umat muslim dan kristiani, tetapi umat Yahudi juga akan naik ke sini dan mereka yang membuat ancaman harus dihadapi dengan tangan besi," ungkap Ben Gvir.
Kunjungan Ben-Gvir pada Selasa terjadi beberapa hari setelah dia menjabat sebagai menteri keamanan nasional, posisi yang memberinya kekuasaan atas polisi. Penjaga wakaf mengatakan kepada AFP bahwa Ben-Gvir didampingi oleh unit pasukan keamanan Israel sementara sebuah pesawat tak berawak melayang di situs suci tersebut.
Terletak di Yerusalem Timur yang dianeksasi Israel, Kompleks Masjid Al Aqsa dikelola oleh Dewan Wakaf Islam, dengan pasukan Israel beroperasi di sana dan mengontrol aksesnya.
Ben-Gvir telah mengunjungi Kompleks Masjid Al Aqsa berkali-kali sejak menduduki parlemen pada April 2021, tetapi kehadirannya kali ini di sana sebagai menteri senior dinilai memicu efek yang jauh lebih besar. Sebelumnya, kunjungan kontroversial pada tahun 2000 oleh pemimpin oposisi Israel saat itu, Ariel Sharon, menjadi salah satu pemicu utama Intifada II yang berlangsung hingga tahun 2005.
Provokasi dan Ancaman Serius
Kementerian Luar negeri Palestina mengutuk kunjungan Ben-Gvir, menyebutnya sebagai "provokasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ancaman serius terhadap arena konflik". Sementara itu, juru bicara Hamas Hazem Qassem menegaskan bahwa langkah Ben-Gvir merupakan kelanjutan dari agresi Zionis.
"Dulu dan selamanya Masjid Al Aqsa dan akan tetap menjadi milik Palestina, Arab, dan Islam. Tidak ada kekuatan atau sosok fasis yang bisa mengubah fakta ini," kata Qassem.
Pemimpin oposisi Israel dan mantan Perdana Menteri Yair Lapid pada Senin (2/1/2023) telah memperingatkan pada bahwa rencana kunjungan Ben-Gvir ke Kompleks Masjid Al Aqsa akan memicu kekerasan. Yair Lapid juga melabeli langkah tersebut sebagai "provokasi disengaja yang akan membahayakan nyawa".
Advertisement
Status Quo
Di Kompleks Masjid Al Aqsa yang berstatus quo, hanya umat Islam yang dibolehkan beribadah di sana. Ketika Yair Lapid menjabat sebagai menteri luar negeri Israel, dia pernah menegaskan komitmen negaranya untuk terus menegakkan status quo.
"Israel berkomitmen pada status quo di Temple Mount," ujar Yair Lapid pada 22 April 2022 seperti dilansir The Times of Israel. "Umat muslim diizinkan beribadah di sana, non-muslim hanya berkunjung. Tidak ada perubahan dan tidak akan pernah ada perubahan."
Sementara itu, ekstrem kanan Israel disebut terus mengupayakan perubahan demi mengizinkan umat Yahudi beribadah di situs suci tersebut. Meski demikian, gerakan ini mendapat tentangan dari banyak kalangan Yahudi ultra ortodoks dan para rabi terkemuka.
AS Tetap Dukung Solusi Dua Negara
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony J. Blinken tidak hanya mengucapkan selamat kepada mitranya Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen yang baru dilantik ketika keduanya berbicara via sambungan telepon pada Senin (2/1/2023). Dalam kesempatan itu, Blinken juga menekankan sejumlah hal, termasuk komitmen AS atas solusi dua negara (two-state solution) dalam menyelesaikan konflik Israel - Palestina. Demikian seperti dilansir situs Kementerian Luar Negeri AS.
Penegasan serupa sebelumnya telah disampaikan Menlu Blinken kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas via telepon pada November 2022.
Pemerintahan Joe Biden terus berusaha memulihkan kredibilitas keterlibatan AS dalam penyelesaian konflik Israel - Palestina setelah pemerintahan Donald Trump memangkas bantuan, menurunkan status misi diplomatik utamanya di Palestina, dan mengobarkan ketegangan dengan memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Â
Advertisement