17 Orang Tewas dalam Protes Antipemerintah di Peru

Peru tengah bergejolak menyusul kerusuhan yang dipicu penggulingan dan penangkapan mantan Presiden Pedro Castillo tahun lalu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Jan 2023, 18:49 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 18:49 WIB
Kerusuhan di Peru
Aksi protes oleh para pendukung mantan Presiden Peru Pedro Castillo. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Lima - Setidaknya 17 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan di Peru. Peristiwa ini menambah daftar jumlah korban tewas secara keseluruhan menjadi hampir 40 orang.

Peru tengah bergejolak menyusul kerusuhan yang dipicu penggulingan dan penangkapan mantan Presiden Pedro Castillo tahun lalu. Bentrokan teranyar berlangsung pada Senin (9/1/2023) di dekat bandara di Kota Juliaca. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (10/1).

Meningkatnya jumlah korban tewas terjadi di tengah intensnya aksi protes yang menyerukan pengunduran diri Presiden Dina Boluarte, penutupan kongres, dan pembebasan Pedro Castillo.

Dalam pidato yang disiarkan pada Senin malam, Perdana Menteri Peru Alberto Otarola menuturkan," Kami tidak akan berhenti mempertahankan supremasi hukum."

Dengan diapit sejumlah menteri, Otarola juga menyatakan bahwa kerusuhan dipicu oleh kelompok yang dibiayai kepentingan asing dan uang hasil perdagangan narkoba. Tujuannya, menurut dia, adalah untuk menghancurkan negara.

Otarola menyesalkan jatuhnya korban jiwa sembari juga menyalahkan upaya "kudeta" Pedro Castillo. Otarola menambahkan pemerintahnya membela "kedamaian dan ketenangan 33 juta rakyat Peru".

Keprihatinan Atas Kondisi Peru

Kerusuhan di Peru
Para pendukung mantan Presiden Peru Pedro Castillo mengobarkan aksi protes yang diwarnai bentrokan pada 12 Desember 2022. (Dok. AFP)

Pada Senin, Presiden Dina Boluarte mengungkapkan bahwa dia tidak dapat mengabulkan sejumlah tuntutan utama para demonstran. Dia menilai para pengunjuk rasa tidak memahami apa yang mereka minta.

"Apa yang Anda semua minta adalah dalih untuk terus menimbulkan kekacauan," tegas Presiden Dina Boluarte.

Kantor ombudsman Peru mentwit, "Kami meminta aparat penegak hukum... menggunakan kekuatan secara legal, seperlunya, dan proporsional serta kami mendesak kantor kejaksaan negara bagian melakukan penyelidikan segera untuk mengklarifikasi fakta."

Sementara itu, Komite Palang Merah Internasional mentwit, "Kami sangat prihatin dengan berlanjutnya eskalasi kekerasan dalam protes di Peru, yang telah menyebabkan hilangnya puluhan nyawa."

75 Polisi Terluka

Ilustrasi bendera Peru (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Peru (AFP Photo)

Menteri Pertahanan Jorge Luis Chavez mengatakan 75 polisi termasuk di antara korban luka. Dia menjelaskan bahwa mereka diserang dengan senjata api dan bahan peledak selama serangan lima hari di Juliaca dekat perbatasan selatan Peru dengan Bolivia.

Seruan untuk pengunduran diri Dinar Boluarte terus berlanjut pasca Otarola dan kabinetnya menghadapi mosi percaya di kongres pada Selasa.

"Pembantaian demi pembantaian sama sekali tidak menyelesaikan apa pun," cuit Javier Torres, editor kantor berita regional Noticias Ser. "Sangat mendesak untuk memajukan pemilu secepat mungkin dan pengunduran diri Dina Boluarte!"

Evo Morales Dilarang Masuk Peru

Presiden Bolivia Evo Morales
Presiden Bolivia, Evo Morales, resmi mengundurkan diri pada Minggu, 10 November 2019 setelah 13 tahun memerintah negara ini. (AP / Juan Karita)

Peru telah melarang mantan Presiden Bolivia Evo Morales untuk memasuki wilayahnya. Keputusan tersebut diambil lantaran Morales ada dalam jajaran pendukung Pedro Castillo.

Morales mencemooh kebijakan pemerintah Peru, mencapnya untuk mengalihkan perhatian dari pelanggaran HAM di negara itu.

"Sekarang mereka menyerang kami untuk mengalihkan perhatian dan menghindari tanggung jawab atas pelanggaran berat HAM terhadap saudara-saudara kita di Peru," twit Morales.

PM Otarola ikut menyalahkan Morales atas kerusuhan di negaranya.

"Kami mengamati dengan saksama bahwa tidak hanya sikap Tuan Morales, tapi juga mereka yang bekerja sama dengannya di selatan Peru. Mereka telah sangat aktif mempromosikan situasi krisis," tutur PM Otarola.

Kekacauan politik di Peru dimulai pada Desember lalu. Pedro Castillo yang baru menjabat kurang dari dua tahun berupaya membubarkan kongres menjelang pemungutan suara atas pemakzulan terhadap dirinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya