Liputan6.com, Jakarta - Tepat pada Jumat (24/2/2023), merupakan momen peringatan satu tahun perang Rusia Ukraina. Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengungkap bagaimana kondisi negaranya saat ini.
"Satu tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina sangat berbeda dengan pertama kali atau 100 hari saat invasi dimulai," ujar Dubes Vasyl dalam program Liputan6 Update.
Advertisement
Baca Juga
Sejauh ini, sambungnya, Ukraina sudah banyak menerima bantuan dari negara-negara mitra terutama negara barat yang membantu Ukraina, dalam keperluan stok militer.Â
Advertisement
Perang ini menyebabkan banyak kerugian bagi kedua negara tersebut. Ukraina boleh dibilang mengalami kerugian lebih besar dibandingkan Rusia.
"Kondisi Ukraina mengalami kehancuran di fasilitas-fasilitas yang ada dan turut menjadi sasaran akibat dari perang ini. Lebih dari 20.000 sekolah dan bangunan rumah sakit telah hancur akibat invasi Rusia. Selain itu pasokan-pasokan listrik dan juga energi menjadi sasaran empuk Rusia untuk menyerang Ukraina," paparnya.Â
1 tahun telah berlalu, namun apa sebenarnya yang bisa dilakukan Rusia dan Ukraina untuk menghentikan perang ini?Â
Dubes Vasyl mengisyaratkan dari masyarakatnya bahwa pilihannya adalah "run or died" yang berarti masyarakat harus terus berjuang disituasi seperti ini. Ia juga menegaskan bahwa Rusia yang harus pergi dari negara mereka, karena mereka yang menyerang dan mereka yang menghancurkan banyak tempat di Ukraina.
Warga Ukraina di sana sangat menderita akibat dari perang ini, meskipun putus harapan tetapi masyarakat percaya dan berpegang teguh bahwa Ukraina akan merdeka dari Rusia. "Meskipun ada gangguan, yang jelas masyarakat Ukraina terus berjuang di tengah situasi sulit ini," tegas Dubes Vasyl.
Peran Indonesia Dalam Perang Rusia Ukraina
Sebagai salah satu negara yang kerap ditunjuk PBB untuk mengatasi konflik internasional, Indonesia sangat berperan aktif dalam membantu perang Rusia - Ukraina.
"Banyak sekali langkah-langkah sejauh ini yang sudah dilakukan oleh Retno Marsudi selaku menteri luar negeri Republik Indonesia, untuk menangani konflik perang tersebut. Tetapi, walaupun Indonesia sudah berperan aktif, tetap saja perang ini masih terjadi," ucap Dubes Vasyl.
Dubes Vasyl menambahkan, bahwa sebenarnya untuk bisa membantu dan mendukung Ukraina, tidak perlu menjadi warga negara Ukraina. "Mereka hanya cukup menjadi seorang human atau manusia untuk mendukung supaya berakhirnya perang antara Rusia - Ukraina."
Selain itu, Dubes Vasyl juga meminta komunitas-komunitas khususnya internasional untuk dapat mendukung Ukraina bisa lepas dari masalah perang yang sudah terjadi satu tahun yang lalu.Â
Pada peringatan 1 tahun ini, Resolusi Majelis Umum PBB juga mendesak agar Rusia segera angkat kaki dari Ukraina. Namun, pernyataanya itu ditentang oleh 7 negara yang mendukung Rusia.Â
Adapun tujuh negara yang menentang resolusi Majelis Umum PBB adalah Rusia, Belarus, Nikaragua, Suriah, Korea Utara, Eritrea, dan Mali, yang telah mengembangkan hubungan militer yang erat dengan Rusia.
Menteri luar negeri dan diplomat lebih dari 75 negara berpidato di majelis selama dua hari, dengan banyak di antaranya mendesak dukungan untuk resolusi yang menjunjung integritas teritorial Ukraina, prinsip dasar Piagam PBB yang harus diikuti oleh semua negara ketika mereka bergabung dengan organisasi dunia.
Perang tidak hanya menimbulkan kematian orang-orang tidak bersalah dan memicu gelombang pengungsi, namun juga berdampak ke seluruh dunia melalui kenaikan harga sejumlah komoditas.
Â
Advertisement
Perang Ukraina Telah Menewaskan Sedikitnya 8.006 Warga Sipil Tewas
Meski Dubes Vasyl tak menyebutkan jumlah pasti korban perang di Ukraina, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengungkapkan bahwa per 21 Februari 2023, perang Ukraina telah menewaskan sedikitnya 8.006 warga sipil tewas dan menyebabkan 13.287 lainnya terluka.
Wakil Duta Besar Venezuela Joaquin Perez Ayestaran, yang berbicara atas nama 16 negara yang menentang atau abstain, menekankan bahwa sikap mereka merupakan penolakan pada tindakan memecah belah di Majelis Umum PBB dan semangat untuk berkompromi.
Secara lebih luas, kedua negara ini sama-sama mencari dukungan dukungan dari seluruh dunia.
Kepala kantor kepresidenan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Andriy Yermak, pada Selasa (21/2) membahas tentang resolusi PBB dengan penasihat keamanan nasional India.
"Karena Ukraina tertarik pada dukungan seluas mungkin untuk resolusi tersebut, khususnya dari negara-negara belahan dunia selatan," ungkap pernyataan dari kantor Zelensky.
India memiliki ketergantungan Perang Dingin pada Uni Soviet dan beberapa kali abstain dari pemungutan suara pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut Rusia menghentikan invasi.
Negara-negara yang kurang kuat, termasuk banyak negara di Afrika, juga terjebak dalam pertikaian diplomatik.
"Kami dijajah dan kami memaafkan mereka yang menjajah kami. Sekarang penjajah meminta kami untuk menjadi musuh Rusia, yang tidak pernah menjajah kami, apakah itu adil?" tanya Menteri luar negeri Uganda Abubaker Jeje Odongo kepada kantor berita Sputnik beberapa waktu lalu.
Rusia adalah pemasok senjata utama untuk Afrika dan Odongo juga mencatat bahwa sebagian besar peralatan militer negaranya adalah buatan Rusia.
Warga Rusia Menjadikan Thailand Sebagai Tempat Pelarian
Selian itu, akibat dari perang yang tak kunjung henti, warga negara Rusia menjadikan Negara Thailand sebagai pelarian dari perang Rusia - Ukraina.Â
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, semakin banyak orang Rusia yang memandang Thailand sebagai tiket menuju kehidupan baru.
Puluhan ribu orang Rusia berharap untuk menghindari ancaman wajib militer dan kerusakan ekonomi perang, sehingga banyak dari mereka melakukan perjalanan ke Thailand untuk mencari rumah baru.
Di Phuket, sebuah pulau resor yang populer di Thailand, orang-orang Rusia bahkan rela membeli kondominium dengan lebih dari setengah juta dolar Amerika Serikat (AS) demi memfasilitasi relokasi mereka. Ada juga yang membeli kondominium hanya untuk menyediakan landasan pendaratan di masa mendatang ketika mereka mungkin merasa terpaksa meninggalkan tanah air mereka.
Dari 1 November 2022 hingga 21 Januari 2023, lebih dari 233.000 orang Rusia tiba di Phuket, menurut data dari Bandara Internasional Phuket, menjadikan mereka kelompok pengunjung terbesar di sana sejauh ini.
Phuket telah lama menjadi tempat pelarian favorit dari musim dingin Rusia yang keras, tetapi penjualan properti di sana telah melonjak sejak Presiden Rusia Vladimir Putin pada September memerintahkan mobilisasi masa perang pertama Moskow sejak Perang Dunia Kedua. Hal ini pun membuat banyak pendatang berniat untuk tinggal lebih lama di Phuket dari liburan biasa.
Advertisement