Liputan6.com, Yerusalem - Kelompok HAM Amnesty International ikut menyorot serangan pasukan Israel ke kawasan masjid Al-Aqsa pada Rabu 5 April 2023. Sejumlah anak dan wanita Palestina dilaporkan ikut terluka.
Amnesty International telah menegaskan bahwa memang terjadi serangan ke Masjid Al-Aqsa yang berdampak kepada jemaah.
Baca Juga
"Setidaknya 400 warga Palestina ditahan," tulis Amnesty International melalui Instagram resminya, dikutip Kamis (6/4/2023).
Advertisement
Amnesty International memposting video ketika pasukan Israel memukuli sejumlah orang. Pasukan Israel menggunakan granat kejut, peluru karet, dan gas air mata. Ambulans juga menjadi sasaran serangan.
Pihak Amnesty International tidak memberikan kecaman eksplisit kepada Israel dalam postingan tersebut, mereka hanya menulis bahwa apartheid di Palestina harus dihentikan.
"Hingga apartheid dibongkar, rakyat Palestina akan terus menghadapi kekerasan dan penindasan," tegas Amnesty International.
PBB Ikut Prihatin
Perwakilan PBB untuk Perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland, mengaku terganggu melihat insiden yang terjadi pada Rabu dini hari waktu setempat.
Selain itu, Wennesland meminta agar pihak Palestina jangan menyimpan kembang api dan batu di masjid.
"Saya terganggu dengan pemukulan warga Palestina oleh pasukan keamanan Israel dan banyaknya penahanan. Saya juga dengan kuat menolak penyimpanan dan penggunaan kembang api dan batu-batuan oleh warga Palestina dari dalam masjid," ujarnya.
Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengaku kaget dan geram terhadap foto-foto kekerasan yang beredar. Jubir PBB Stephane Dujarric juga mengingatkan bahwa bulan ini adalah suci bagi warga Yahudi, Kristen, dan Muslim.
"Ini seharusnya menjadi waktu perdamaian dan bukan kekerasan. Tempat-tempat ibadah seharusnya hanya digunakan untuk pelaksaan keagamaan yang damai," ujar jubir PBB.
Indonesia Mengutuk Kekerasan Israel di Masjid Al-Aqsa, Desak PBB Segera Bertindak Nyata
Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui kementerian luar negeri (kemlu) mengutuk kekerasan Israel di Kompleks Masjid Al-Aqsa.
"Indonesia mengutuk tindak kekerasan aparat keamanan Israel di Masjid Al-Aqsa di bulan suci Ramadhan yang menyebabkan sejumlah jemaah terluka dan penangkapan ratusan lainnya," demikian pernyataan Kemlu RI yang dikutip via Twitter, Kamis (6/4/2023).
"Tindakan ini sungguh menyakit perasaan umat muslim dunia, pelanggaran nyata terhadap kesucian Al-Aqsa dan akan memicu konflik dan kekerasan."
Kemlu RI menambahkan, "Indonesia mendesak PBB dan dunia internasional segera mengambil langkah nyata guna menghentikan dan mengakhiri berbagai pelanggaran Israel terhadap Al-Aqsa."
Dengan ketegangan yang sudah memuncak di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur selama berbulan-bulan, berbagai pihak telah memperingatkan tentang risiko babak baru kekerasan di Kompleks Masjid Al-Aqsa pada waktu-waktu yang sangat sensitif.
Tahun lalu, untuk pertama kali bulan suci Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi dirayakan bersamaan dalam tiga dekade. Kekerasan pecah selama beberapa hari berturut-turut ketika polisi Israel "membersihkan" halaman kompleks masjid sebelum mengawal pengunjung Yahudi.
Advertisement
Khawatir Berlanjut
Ketakutan akan konfrontasi lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang kini meningkat, terutama jika pejabat Israel seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir yang berhaluan kanan kembali mengunjungi Kompleks Masjid Al-Aqsa atau jika polisi Israel mengizinkan aktivis Yahudi berdoa di sana.
"Kami selalu prihatin dengan upaya ekstremis Yahudi untuk mengacaukan status quo," kata Mustafa Abu Sway, seorang cendekiawan Islam dan anggota Dewan Wakaf Islam di Yerusalem awal pekan ini.
Dia mengingatkan bahwa 10 hari terakhir Ramadhan yang penting, merujuk ke Lailatul Qadar, dimulai Selasa depan.
"Secara historis, Israel sebagai kekuatan pendudukan mencegah ekstremis Yahudi masuk selama 10 hari ini. Tetapi dengan pemerintahan (berhaluan paling kanan dalam sejarah Israel) seperti itu, kami khawatir mereka akan mengizinkannya," ujar Mustafa.
Kompleks Masjid Al-Aqsa menyandang status quo, di mana orang non-muslim diizinkan untuk berkunjung dari gerbang dan pada waktu yang ditentukan, namun mereka tidak diizinkan untuk beribadah di sana.
Tidak sedikit yang menilai, kelompok ekstrem kanan Israel terus menggencarkan upaya untuk mengubah status quo. Sementara itu, otoritas Israel bersikeras bahwa mereka bertindak untuk menjaga kebebasan beribadah di situs suci tersebut.