Media Rusia Sputnik Berencana Hadir di Indonesia, Cabang Pertama di Asia Tenggara?

Perwakilan Sputnik telah datang ke Indonesia pada Maret 2023 untuk melihat kemungkinan buka cabang.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Apr 2023, 12:03 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2023, 12:03 WIB
Tampilan situs Sputnik News.
Tampilan situs berita Sputnik. 

Liputan6.com, Jakarta - Media Sputnik dari Federasi Rusia sedang mempertimbangkan untuk hadir di Indonesia. Pada pertengahan Maret lalu, perwakilan media Rusia itu sudah datang ke Indonesia. 

Menurut pejabat diplomatik Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, perwakilan Sputnik bertemu dengan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) dan sejumlah media.

"Sputnik News Agency ... Mereka telah mengunjungi Indonesia bulan lalu untuk mempelajari kemungkinan untuk membuka kantor mereka di sini di Indonesia," ujar Roman Romanov, kepala bagian politik dan bilateral Kedubes Rusia di Jakarta, Rabu (12/4/2023).

"Kami saat ini belum punya perwakilan kantor berita Rusia di sini. Dan kami harap Sputnik akan menjadi yang pertama," jelasnya.

Sputnik merupakan salah satu media Rusia yang memiliki kantor cabang global. Namun, media itu mendapat pencekalan dari Uni Eropa ketika perang Rusia dimulai karena dianggap menyebar propaganda. 

Romanov berkata pada tahun 1980-an ada perwakilan media Rusia di Indonesia, namun sejak 1990-an tidak ada lagi. Pihaknya menarget Sputnik bisa hadir di Indonesia pada tahun 2023 atau 2024.

Romanov juga berkata Sputnik telah mendunia karena memiliki cabang di sejumlah negara, akan tetapi belum ada satu pun kantor perwakilan di Asia Tenggara. Apabila mereka jadi hadir di Indonesia, maka Sputnik Indonesia akan menjadi yang pertama di ASEAN. 

Rusia Ingin New World Order Tanpa Dominasi AS

Dalam foto yang dirilis oleh Kemlu Rusia, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara di depan forum Liga Arab di Kairo, Mesir, Minggu, 24 Juli 2022. (Layanan Pers Kemlu Rusia via AP)
Dalam foto yang dirilis oleh Kemlu Rusia, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara di depan forum Liga Arab di Kairo, Mesir, Minggu, 24 Juli 2022. (Layanan Pers Kemlu Rusia via AP)

Soal Rusia, sebelumnya dilaporkan, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berkata siap melakukan negosiasi dengan Ukraina jika ada "new world order" atau tatanan dunia baru. Lavrov ingin Amerika Serikat tak mendominasi di tatanan tersebut.

Keinginan itu diungkap Menlu Rusia saat berkunjung ke Ankara, Turki, untuk membahas ekspor gandum dari Ukraina. Turki selama ini berperan sebagai penengah di isu ekspor gandum Ukraina agar pelabuhan tak diblokir Rusia.

Dilaporkan euronews, Minggu (9/4), Menlu Lavrov menyebut perlunya ada diskusi prinsip dasar new world order.

"Apa yang harus dibahas adalah prinsip-prinsip tatanan dunia baru yang akan kita perlukan," ujar Menlu Sergey Lavrov.

Ia berkata seharusnya tidak ada tatanan dunia yang sepihak, namun yang berdasarkan prinsip-prinsip Piagam PBB.

"Yang saya tekankan sekali lagi, (Piagam PBB) sedang dilanggar secara langsung oleh perkumpulan Barat," ujarnya.

Sejak tahun lalu, pihak PBB telah mengecam Rusia karena invasi mereka ke Ukraina telah melanggar Piagam PBB.

"Invasi Rusia ke wilayah Ukraina adalah pelanggaran integritas wilayah dan Piagam dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Itu harus berakhir demi rakyat Ukraina, Rusia, dan seluruh dunia," ujar Sekjen PBB António Guterres pada Mei 2022.

Sanksi Ekonomi Berlanjut

Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Selain itu, Federasi Rusia masih terus bertahan di tengah badai sanksi ekonomi dari negara-negara Barat. Beragam sanksi diberikan karena invasi Rusia ke Ukraina. Rusia menyebut serangan itu sebagai "operasi militer khusus". 

Namun, Presiden Putin mulai memberikan sinyal terkait dampak negatif sanksi yang berkelanjutan. 

Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Kamis 6 April, Presiden Vladimir Putin pada akhir bulan lalu menegaskan potensi terjadinya masalah ekonomi di masa depan dan mendesak pemerintah untuk bertindak cepat. 

"Sanksi yang dijatuhkan terhadap ekonomi Rusia dalam jangka menengah benar-benar dapat berdampak negatif," kata Vladimir Putin dalam pertemuan yang disiarkan televisi.

Padahal sebelumnya Vladimir Putin mengatakan masa terburuk kondisi ekonomi Rusia telah berakhir. Bahkan Putin memuji kebijakan "kedaulatan ekonomi" dan bersikeras bahwa strategi sanksi yang diterapkan Barat malah menjadi bumerang.

Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya