Liputan6.com, Beijing - Media pemerintah China membahas potensi China dan negara-negara BRICS untuk mendamaikan situasi di Ukraina. Kemampuan diplomatik China memang sedang disorot berkat berhasil memulihkan hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi.
Para negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) juga akan menggelar Summit pada Agustus 2023 di Afsel.
Dilansir Global Times, Selasa (25/7/2023), para pakar menilai bahwa isu konflik internasional, seperti di Ukraina, akan menjadi topik utama di BRICS Summit mendatang.
Advertisement
"China dan negara-negara BRICS lainnya termasuk India, Afrika Selatan, dan Brazil, berbagi pandangan serupa terkait mediasi konflik pada krisis Ukraina, dan mereka lebih berkualifikasi dan pantas mendapat pengakuan ketimbang Barat dalam mencari cara-cara untuk gencatan senjata," tulis Global Times.
Rusia yang sedang menyerang Ukraina merupakan bagian dari BRICS.
Terkait masalah dengan negara asing, hubungan India dan China juga sebenarnya sedang bermasalah karena konflik perbatasan, terutama di Ladakh.
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sedang diincar oleh Mahkamah Internasional, juga telah dilaporkan tidak akan ke BRICS Summit tahun.
Perdamaian antara Rusia dan Ukraina hingga kini masih belum tercapai. Rusia masih terus menyerang Ukraina, serta baru-baru ini keluar dari perjanjian gandum yang berfungsi untuk mengamankan komoditas pangan Ukraina untuk dikirim ke luar negeri.
Vladimir Putin Absen KTT BRICS di Afrika Selatan, Takut Ditangkap Terkait Kejahatan Perang?
Sebelumnya dilaporkan, Vladimir Putin dikabarkan tidak akan menghadiri KTT BRICS di Afrika Selatan bulan depan, di tengah spekulasi bahwa ia dapat ditahan di bawah surat perintah International Criminal Court /ICC (pengadilan pidana internasional) terkait penangkapannya atas kejahatan perang di Ukraina.
Kantor kepresidenan Afrika Selatan mengumumkan bahwa presiden Rusia tidak akan menghadiri KTT setelah mengadakan "sejumlah konsultasi" dengan Kremlin.
Kabar yang beredar, Afrika Selatan adalah penandatangan ICC dan diharapkan membantu penangkapan Vladimir Putin jika pemimpin Rusia itu datang ke pertemuan KTT BRICS.
Kehadiran potensial Vladimir Putin pada KTT BRICS pun telah memicu skandal politik domestik.
Presiden Cyril Ramaphosa mengatakan mengambil bagian dalam penangkapan Vladimir Putin akan berisiko menimbulkan perang dengan Rusia.
Pernyataannya muncul setelah Democratic Alliance (Aliansi Demokratik), partai oposisi terbesar, menggugat pemerintah untuk menuntut agar Putin ditangkap jika dia tiba di negara itu.
"Rusia telah memperjelas bahwa menangkap presidennya yang sedang menjabat akan menjadi pernyataan perang," jawab Ramaphosa, menurut dokumen pengadilan. "Ini tidak sesuai dengan konstitusi kita untuk mengambil risiko terlibat dalam perang dengan Rusia."
Sementara itu pihak Kremlin membantah telah secara eksplisit memberi tahu Pretoria bahwa upaya untuk menangkap Putin di Afrika Selatan sama saja dengan deklarasi perang. Kendati demikian hal itu tidak juga menyangkal fakta.
"Tidak ada yang memberi tahu siapa pun tentang apa pun," kata Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin. "Di dunia ini, sangat jelas bagi semua orang apa arti upaya untuk mengganggu pemimpin Rusia."
"Oleh karena itu, tidak perlu menjelaskan apa pun kepada siapa pun di sini."
Advertisement