Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev: Militerisasi Jepang Memperumit Situasi Asia Pasifik

Rusia dan Jepang memiliki hubungan kompleks yang ditandai dengan sengketa wilayah selama beberapa dekade.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 04 Sep 2023, 12:01 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2023, 12:01 WIB
Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev. (Ekaterina Shtukina, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, seorang loyalis utama Vladimir Putin. (Ekaterina Shtukina, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Moskow - Militerisasi Jepang memperumit situasi di kawasan Asia Pasifik. Hal tersebut disampaikan wakil ketua Dewan Keamanan Rusia sekaligus mantan presiden Dmitry Medvedev pada Minggu (3/8/2023).

Rusia dan Jepang memiliki hubungan kompleks yang ditandai dengan sengketa wilayah selama beberapa dekade atas sejumlah pulau kecil yang dikuasai Rusia di lepas pantai Hokkaido. Rusia menyebutnya sebagai Kuril selatan, sementara Jepang mengklaimnya sebagai Wilayah Utara.

Sengketa wilayah tersebut, yang direbut Uni Soviet pada hari-hari terakhir Perang Dunia II, telah menghalangi Jepang dan Rusia untuk mencapai perjanjian yang akan secara resmi mengakhiri permusuhan.

"Sangat disesalkan bahwa pihak berwenang Jepang mengambil jalan menuju militerisasi baru negaranya," demikian laporan kantor berita Rusia TASS mengutip pernyataan Medvedev seperti dilansir CNA, Senin (3/9).

"Latihan pasukan yang sedang berlangsung di dekat Kepulauan Kuril, secara serius memperumit situasi di kawasan Asia Pasifik."

Pihak Kementerian Luar Negeri Jepang dan kantor perdana menteri belum merespons pernyataan Medvedev.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemhan Jepang Ajukan Kenaikan Anggaran Pertahanan

Ilustrasi bendera Jepang (pixabay)
Ilustrasi bendera Jepang (pixabay)

Rusia pada tahun ini telah memutuskan untuk mendeklarasikan 3 September – sehari setelah Jepang menyerah dalam Perang Dunia II – sebagai Hari Kemenangan atas Militeristik Jepang. Keputusan itu kemudian memicu protes dari Tokyo.

Medvedev mengatakan Jepang, dengan bantuan Amerika Serikat, memperluas infrastruktur militernya dan meningkatkan pembelian senjata.

Kementerian Pertahanan Jepang pada Kamis (31/8) telah mengajukan anggaran pertahanan sebesar USD 52,67 miliar untuk tahun fiskal 2024, dengan mengutip China yang semakin asertif dan Korea Utara yang semakin tidak dapat diprediksi. Menurut catatan AFP yang dilansir VOA Indonesia, anggaran pertahanan yang diajukan tersebut merupakan kenaikan sekitar USD 3 miliar dari anggaran tahun berjalan dan terbesar dalam sejarah negara itu.

Pengajuan Kementerian Pertahanan Jepang itu dikirim ke Kementerian Keuangan Jepang untuk persiapan anggaran 2024-2025 yang akan diserahkan ke parlemen pada Januari.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya