Liputan6.com, Jakarta - Perang Ukraina akan menghadapi Musim Dingin kedua, sejak berlangsung pada Februari 2022. Tidak hanya tindakan ofensif yang akan terganggu oleh cuaca yang memburuk, namun kekhawatiran besar pun mengemuka bahwa Rusia akan kembali membidik infrastruktur energi Ukraina, membuat banyak orang terjebak dalam Musim Dingin yang suram.
Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina Anton Demokhin mengakui bahwa Musim Dingin sebelumnya sangat sulit.
Baca Juga
"Kami sering menghadapi serangan rudal besar-besaran terhadap infrastruktur penting dan sipil. Meninggalkan rakyat kami tanpa listrik tanpa air tanpa penghangat. Sedikit keberuntungan, Musim Dingin yang lalu cukup hangat," ujar Demokhin, menjawab pertanyaan Liputan6.com soal persiapan Ukraina dalam menghadapi perang di Musim Dingin, saat ditemui di Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta, Sabtu (21/10/2023).
Advertisement
Demokhin lebih lanjut mengungkapkan, "Kami mengambil kesempatan untuk memahami dan bersiap menghadapi situasi yang lebih sulit. Jelas, ada banyak kebutuhan terkait generator, yang akan membantu menghasilan energi ketika listrik padam ... Saat ini kami kekurangan beberapa ratus generator dan kami akan sangat senang jika Indonesia juga bersedia membantu dalam hal ini."
Menurut Demokhin, Ukraina sedang mempersiapkan tempat perlindungan bom, memastikan tempat tersebut cukup hangat dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan saat serangan rudal datang, terutama selama Musim Dingin.
"Ada inisiatif kemanusiaan lainnya untuk mempersiapkan stasiun pengisian daya, makanan yang beragam, dan stasiun air serta pusat-pusat di mana orang-orang dapat menghangatkan diri di seluruh negeri. Sejumlah negara dan organisasi internasional ambil bagian dalam proses ini dan kami memberikan penghargaan sebesar-besarnya atas kerja keras dan dukungan semua pihak," tutur Demokhin.
Selain itu, Demokhin menggarisbawahi bahwa sistem pertahanan udara sangatlah penting.
"Berkat mitra kami, kami telah berhasil mencapai kemajuan tertentu dan kami menantikan lebih banyak peluang dan peralatan untuk dapat melindungi wilayah udara kami," kata dia.
Demokhin menjelaskan bahwa agenda kunjungannya kali ini ke Indonesia adalah ketahanan pangan dan gandum.
"Itu adalah hal yang kami diskusikan dengan wakil menteri luar negeri Indonesia pada hari pertama kedatangan saya. Agenda lainnya adalah ekonomi digital, mencakup berbagi pengalaman Ukraina dalam isu terkait transformasi digital, keamanan dan ketahanan siber, serta teknologi baru yang sedang berkembang termasuk kecerdasan buatan dan komputasi kuantum," beber Demokhin.
"Dengan pengalaman dalam digitalisasi sektor dan layanan publik Ukraina dalam waktu yang sangat singkat, kami sangat senang berbagi pengalaman tersebut dengan Indonesia salah satu mitra strategis kami, mengingat sejarah hubungan yang baik."
Ukraina, sebut Demokhin, memiliki sejarah hubungan baik antar negara, masyarakat, dan pemerintah dengan Indonesia.
"Oleh karena itu, kami menantikan lebih banyak kemajuan ... Mengetahui bahwa ada Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital (DEFA) yang sedang dikerjakan oleh negara-negara ASEAN, melihat bagaimana Indonesia dan Singapura memimpin dalam perkembangan ini maka kami memandang bahwa adalah kesempatan Ukraina untuk berbagi pengalaman agar dapat memberikan manfaat bagi Indonesia," ujarnya.
Ukraina Yakin Biden Akan Berusaha Melanjutkan Pendanaan
Pendanaan Amerika Serikat (AS) untuk mendukung Ukraina dalam memerangi Rusia menghadapi tantangan besar dari Republikan di DPR yang menentangnya. Demokhin pun menjawab pertanyaan Liputan6.com terkait isu tersebut.
"Pertama-tama, kami tidak ikut campur dalam politik internal negara lain. AS telah lama menjadi mitra strategis Ukraina, yang berbagi nilai-nilai demokrasi dan keinginan untuk membangun dunia yang lebih aman dan cerah bagi umat manusia," kata Demokhin.
"Terima kasih kepada Presiden Joe Biden atas semua upaya luar biasanya sejauh ini ... membuat perbedaan besar di medan perang dan dalam hal infrastruktur sipil dan kritis jika diperlukan. Kami percaya bahwa dia membawa nilai-nilai kemanusiaan sebagai inti dari prinsip dan kehidupan ... bahwa semua tindakan yang mungkin dilakukan akan diambil oleh mitra kami AS untuk terus mendukung Ukraina melawan Rusia, yang juga dalam banyak hal dimaknai sebagai perang nilai-nilai kemanusiaan melawan rezim dan nilai-nilai totaliter."
Presiden Biden sendiri telah berjanji akan memperjuangkan kelanjutan bantuan untuk Ukraina.
"Menjadi kepentingan yang sangat besar bagi AS agar Ukraina berhasil," ungkap Biden pada Rabu (5/10), seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Demi membuat pemerintahan tetap berjalan, Kongres AS akhirnya memilih menyingkirkan pasal pendanaan bagi Ukraina dalam RUU Anggaran sementara.
Advertisement
Repatriasi Diharapkan Berlanjut
Belum lama ini, repatriasi resmi pertama terhadap anak-anak Ukraina yang berada di Rusia berhasil dilakukan atas mediasi Qatar.
"Tentu saja, terima kasih kepada pemerintah Qatar dan orang-orang yang ambil bagian dalam proses tersebut. Misi itu berhasil. Banyak negara juga ambil bagian dalam memulangkan anak-anak dan sandera," terang Demokhin.
"Kami akan senang melihat upaya ini dilanjutkan oleh Qatar, negara-negara lain, dan juga Indonesia. Jadi, silakan bergabung dalam upaya membantu anak-anak kembali ke keluarga mereka jika memungkinkan."
Melansir BBC, mengeluarkan anak-anak tersebut dari Rusia disebut tidaklah mudah. Setidaknya dalam satu kasus, seorang anak harus melakukan perjalanan pulang melalui Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia.
Salah satu dari empat anak yang akan dikembalikan, berusia tujuh tahun, bertemu kembali dengan neneknya pada Jumat (13/10) dan tiba di Ukraina pada Senin (16/10).
Tiga anak lainnya, yang juga berkumpul kembali dengan keluarga mereka, diperkirakan tiba di Ukraina pada Senin atau Selasa (17/10) malam.
Mereka termasuk di antara ribuan anak-anak Ukraina yang menurut Kyiv dipisahkan secara paksa dari keluarga mereka, dibawa melintasi perbatasan ke Rusia, dan menghadapi upaya aktif untuk menghilangkan identitas Ukraina mereka.
BBC menyebutkan dalam laporannya bahwa mereka menemukan anak-anak Ukraina di Rusia sering kali diberi tahu bahwa tidak ada tempat untuk kembali ke negara mereka dan pada tingkat yang berbeda-beda, dikenai pendidikan "patriotik" Rusia.
Dalam beberapa kasus, keluarga-keluarga Ukraina terpaksa melakukan perjalanan yang sangat melelahkan ke Rusia untuk mendapatkan kembali anak-anak mereka.
Diperkirakan sejauh ini hanya sekitar 400 anak-anak Ukraina yang telah kembali sebelum Qatar menjadi perantara kepulangan keempat anak tersebut.
"Mereka ingin memisahkan anak-anak dari keluarga kandungnya, melakukan Rusifikasi terhadap anak-anak tersebut, menyembunyikan anak-anak tersebut dan memindahkan mereka ke kelompok etnis lain," ungkap penasihat presiden Ukraina untuk hak-hak dan rehabilitasi anak-anak Daria Gerasymchuk.
Rusifikasi adalah proses asimilasi budaya dimana komunitas non-Rusia, entah secara sukarela atau tidak, menghimpun budaya dan bahasa mereka sejalan dengan yang ada di Rusia.
Game Changer Versi Ukraina
Dalam kesempatan yang sama, Demokhin menegaskan bahwa pihaknya meyakini game changer dalam perang Ukraina adalah realisasi formula perdamaian yang dicanangkan oleh Presiden Volodymyr Zelensky.
"Memang menerima bantuan serangan rudal itu penting. Pada saat yang sama, sulit untuk menyebut alat-alat tertentu sebagai game changer dalam arti tertentu," ungkap dia.
"Oleh karena itu, kami percaya bahwa perubahan nyata adalah realisasi formula perdamaian yang dicanangkan oleh Presiden Zelensky dan negara-negara lain akan semakin banyak yang bergabung dengan formula perdamaian tersebut. Jadi, menerapkan formula perdamaian akan benar-benar menjadi game changer dan memimpin menuju dunia yang lebih aman dan cerah sebagai komunitas internasional."
Terdapat 10 poin dalam rencana perdamaian yang ditawarkan Presiden Zelensky, berikut seperti yang dilansir Al Jazeera:
- Keselamatan radiasi dan nuklir, dengan fokus pada pemulihan keamanan di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia di Ukraina, yang kini diduduki Rusia.
- Keamanan pangan, termasuk melindungi dan memastikan ekspor biji-bijian Ukraina ke negara-negara termiskin di dunia.
- Keamanan energi, dengan fokus pada pembatasan harga sumber daya energi Rusia, serta membantu Ukraina memulihkan infrastruktur listriknya, yang setengahnya telah rusak akibat serangan Rusia.
- Pembebasan semua tahanan dan orang yang dideportasi, termasuk tahanan perang dan anak-anak yang dideportasi ke Rusia.
- Memulihkan integritas teritorial Ukraina dan Rusia menegaskannya kembali sesuai dengan Piagam PBB, yang menurut Zelensky tidak bisa dinegosiasikan.
- Penarikan pasukan Rusia dan penghentian permusuhan, pemulihan perbatasan negara Ukraina dengan Rusia.
- Keadilan, termasuk pembentukan pengadilan khusus untuk mengadili kejahatan perang Rusia.
- Pencegahan ekosida, dan perlindungan lingkungan, dengan fokus pada penghapusan ranjau dan pemulihan fasilitas pengolahan air.
- Pencegahan eskalasi konflik dan membangun arsitektur keamanan di ruang Euro-Atlantik, termasuk jaminan bagi Ukraina.
- Konfirmasi berakhirnya perang, termasuk dokumen yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat.
Advertisement