Liputan6.com, London - Perdana Menteri Britania Raya Rishi Sunak menyampaikan penolakan gencatan senjata di Gaza. Ia berargumen bahwa itu bisa menguntungkan Hamas.
Sejak awal konflik Hamas vs Israel pecah, PM Rishi Sunak dengan lantang terus-terusan membela Israel. Sudah ada 80 anggota parlemen meminta genjatan senjata, tetapi PM Sunak enggan.
PM Sunak mendukung adanya "pause yang spesifik" di tengah konflik supaya bantuan bisa masuk. Tetapi ia menegaskan bahwa gencatan senjat "hanya berfungsi untuk menguntungkan Hamas", demikian laporan The Independent, Kamis (26/10/2023).
Advertisement
Mhair Black dari Partai Nasional Skotlandia bertanya kepada PM Sunak: "Seberapa parah lagi situasi ini hingga ia (Sunak) akan bergabung dengan kami dalam menyerukan gencatan senjata untuk kemanusiaan?"
PM Sunak berkata bahwa Israel punya hak membela diri.
"Posisi kami terhadap posisi tersebut adalah absolut dan tidak berubah," ucapnya.
Menteri Pertahanan UK Grant Shapps juga mendukung invasi darat Israel asalkan sasarannya adalah Hamas.
Menteri Pertama Skotlandia, Humza Yousaf, memberikan pernyataan protes terhadap penolakan gencatan senjata itu. Ia berkata marah karena melihat banyak korban jiwa anak-anak.
"Saya melihat dengan marah. Kita melihat ribuan orang tewas, anak-anak tewas," ujar Yousaf seperti dikutip Middle East Monitor.
Mertua dari Yousaf hingga kini masih terjebak di Gaza.
"Berapa banyak lagi anak-anak yang harus tewas sebelum gencatan senjata dilakukan? Kami menuntut gencatan senjata," tegasnya.
RS di Gaza Kehabisan Pasokan Medis hingga Listrik, Dokter Terpaksa Operasi Tanpa Anastesi
Sebelumnya dilaporkan, rumah sakit di Gaza kewalahan lantaran kehabisan air, listrik hingga bahan bakar sejak serangan Hamas terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023).
Para dokter, tenaga kesehatan hingga organisasi bantuan internasional menggambarkan kondisi di rumah sakit di Gaza yang semakin mengerikan, termasuk ketika para dokter terpaksa melakukan operasi tanpa anastesi dan hanya diterangi cahaya dari ponsel. Bahkan dalam sejumlah kasus, dokter terpaksa menggunakan cuka sebagai pengganti antiseptik karena keterbatasan pasokan medis.
"Kami tidak mempunyai bahan bakar untuk menjalankan generator siaga, dan yang terkena dampak pertama adalah ruang operasi, unit perawatan intensif, dan ruang gawat darurat," kata direktur jenderal kementerian kesehatan Gaza Dr Medhat Abbass, seperti dilansir The Guardian, Rabu (25/10/2023).Â
Banyaknya jumlah pasien, sebut Abbass, membuat rumah sakit dan tenaga medis sangat kewalahan.
"Kami menerima banyak korban di rumah sakit yang menangani kasus bedah. Masalahnya, staf kami kelelahan dan kami tidak punya persediaan medis. Kami menghabiskan (pasokan medis) apa yang biasa kami habiskan sebulan, kini hanya dalam sehari."
Abbass juga mengaku bahwa ia bersama rekan-rekannya terpaksa menolong para pasien di koridor rumah sakit lantaran minimnya ruangan dan fasilitas rumah sakit.Â
"Kami mengoperasi beberapa pasien di koridor rumah sakit," tutur Abbass.
"Kami mengoperasi mereka di lapangan dengan menggunakan lampu ponsel, dan beberapa di antaranya dioperasi tanpa anestesi," sambungnya.
Â
Advertisement
Pasokan Medis Terbatas
Rumah sakit di Gaza tidak hanya dipenuhi oleh ribuan pasien yang menderita luka akibat serangan udara yang terus-menerus, tetapi juga dipenuhi oleh puluhan ribu orang yang mencari perlindungan, sehingga semakin sulit untuk merawat mereka yang terluka.Â
Sementara itu, lebih dari 20 rumah sakit di bagian utara dan tengah Gaza, yang mewakili sebagian besar layanan kesehatan di Gaza, telah diperintahkan untuk dievakuasi oleh tentara Israel – sebuah perintah yang menurut para dokter tidak mungkin dilaksanakan.
Pasokan medis dalam jumlah terbatas telah diizinkan melintasi perbatasan Rafah via Mesir dalam beberapa hari terakhir, namun Israel menolak mengizinkannya didistribusikan di wilayah utara. Padahal wilayah tersebut merupakan tempat sebagian besar rumah sakit berada.
Ini lantaran pemerintah Israel menginginkan seluruh bagian utara di Jalur Gaza untuk dievakuasi sebelum serangan darat yang direncanakan.
Semantara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak mungkin mendistribusikan bahan bakar atau bahan medis di wilayah utara karena kurangnya jaminan keamanan.
Selain itu, sejak serangan Hamas terhadap Israel, belum ada bantuan bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza, sehingga menyebabkan rumah sakit tidak bisa mengoperasikan generatornya.
RS Indonesia di Gaza Juga Kekurangan Bahan Bakar
Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara yang dibangun pada tahun 2016 juga mengalami kekurangan bahan bakar dan meminta negara-negara Arab serta PBB untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi krisis tersebut.
Rumah Sakit tersebut tidak dapat digunakan karena fasilitas vitalnya terganggu pada Senin (23/10) akibat pemadaman listrik, menurut sumber medis.
Kementerian Kesehatan di Gaza pada Selasa (24/10) pagi memperingatkan bahwa generator listrik di semua rumah sakit akan berhenti berfungsi dalam 48 jam ke depan karena kekurangan bahan bakar.
"Kami memiliki waktu kurang dari 48 jam sebelum semua generator listrik di rumah sakit kehabisan bahan bakar," kata juru bicara kementerian Ashraf Al-Qudra dalam pernyataan singkat di Telegram.
Dia menambahkan bahwa kebutuhan mendesak rumah sakit harus diprioritaskan dalam hal distribusi bantuan, dan mendesak PBB dan Komite Palang Merah Internasional untuk mendorong izin pasokan bahan bakar dan unit darah untuk mendukung sektor kesehatan di Jalur Gaza, Palestina yang terkepung.
Video yang beredar secara online menunjukkan tim medis di rumah sakit menerima pasien yang diangkut oleh petugas ambulans sambil menggunakan senter.
Advertisement