Emisi Karbon Ancam Ambang Batas Iklim 1,5 Derajat Celcius, Suhu Meningkat Lebih Cepat dari Prediksi

Sebuah laporan terbaru menyatakan bahwa emisi karbon mengancam ambang batas iklim 1,5 derajat Celsius lebih cepat dari yang diperkirakan.

oleh Therresia Maria Magdalena Morais diperbarui 10 Des 2023, 21:00 WIB
Diterbitkan 10 Des 2023, 21:00 WIB
Aksi Unjuk Rasa Penghentian Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Sebuah laporan terbaru menyatakan bahwa emisi karbon mengancam ambang batas iklim 1,5 derajat Celsius lebih cepat dari yang diperkirakan. (Marco BELLO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Emisi yang dihasilkan manusia dari bahan bakar fosil mengancam ambang batas iklim 1,5 derajat Celsius lebih cepat dari yang diperkirakan, menurut laporan terbaru.

Para ahli mengatakan bahwa dunia mungkin melebihi batas tersebut pada tahun 2029, bukan pertengahan 2030-an seperti yang sebelumnya diperkirakan.

Mereka menyoroti pentingnya rekor rata-rata emisi karbon dioksida selama tiga tahun terakhir. Mereka juga menekankan pemahaman yang lebih baik tentang dampak pembakaran bahan bakar fosil terhadap atmosfer.

Melansir dari BBC, Minggu (10/12/2023), setelah mengalami tahun dengan suhu sangat tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk bulan Juli yang tercatat sebagai bulan terpanas di dunia, suhu secara keseluruhan pada tahun 2023 diperkirakan akan mendekati 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri sebelum penggunaan batu bara, minyak, dan gas secara luas dimulai pada tahun 1850.

Meskipun situasi tersebut mungkin merupakan kejadian langka, para ilmuwan mengkhawatirkan bahwa dunia mungkin akan mempertahankan kadar gas rumah kaca yang cukup tinggi untuk mempertahankan suhu pada tingkat ini dalam jangka waktu yang lebih lama.

Para ilmuwan menjelaskan bahwa peningkatan karbon dioksida dan gas lain di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu karena menangkap radiasi dari Bumi, menciptakan apa yang disebut sebagai efek rumah kaca.

Angka 1,5 derajat Celsius merupakan elemen kunci dari komitmen yang diambil oleh pemimpin politik saat mereka menandatangani Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015. Mereka berupaya untuk membatasi kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat Celsius dan melakukan upaya terbaik untuk mempertahankan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celsius selama abad ini.

Tantangan Terkini dalam Mengatasi Kenaikan Suhu Global

Ilustrasi Suhu Udara (Istimewa)
Ilustrasi Suhu Udara (Istimewa)

Angka 1,5 derajat Celsius memiliki arti besar bagi negara-negara berkembang dan kepulauan kecil yang khawatir jika kenaikan suhu melewati batas ini. Hal tersebut adanya potensi yang menyebabkan naiknya permukaan laut dan mengancam tempat tinggal mereka.

Para ilmuwan telah melakukan perhitungan untuk menentukan berapa lama dunia dapat mempertahankan angka ini, dengan menghitung anggaran sisa karbon yang dapat dilepaskan sebelum melewati batas krusial tersebut.

Awal tahun ini, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan penasihat utama PBB, memperkirakan bahwa sisa karbon yang dapat dilepaskan ke atmosfer hanya sekitar 500 miliar ton. Dengan batasan tersebut, peluang untuk mempertahankan pemanasan di bawah 1,5 derajat Celsius adalah 50 persen.

Dikarenakan tingkat emisi tahunan saat ini mencapai sekitar 40 miliar ton, IPCC memprediksi bahwa ambang batas tersebut akan terlampaui secara permanen sekitar pertengahan dekade berikutnya.

Namun, analisis terbaru menunjukkan bahwa ini akan terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.

Para peneliti mempertimbangkan fakta bahwa IPCC hanya memasukkan data hingga tahun 2020, sehingga mereka melakukan penyesuaian pada estimasi anggaran untuk memperhitungkan karbon yang telah terlepas selama tiga tahun terakhir.

Mereka juga melakukan evaluasi ulang terhadap faktor-faktor non-karbon lainnya yang turut berkontribusi pada pemanasan.

Pentingnya Aerosol dalam Regulasi Iklim Global dan Tantangan Mendesak dalam Mengatasi Emisi Karbon

Penyebab Perubahan Iklim
Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Salah satu hal yang sangat penting adalah partikel kecil berupa jelaga yang disebut aerosol, yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

Meskipun bahan-bahan tersebut menyebabkan polusi udara yang signifikan, mereka memiliki efek tak terduga pada iklim karena membantu mendinginkan atmosfer dengan memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa.

Studi terbaru menunjukkan bahwa aerosol sebenarnya memiliki efek pendinginan yang lebih besar dari yang sebelumnya diperkirakan.

Namun, dengan upaya global untuk membersihkan udara di kota-kota besar dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang banyak mencemari, konsentrasi aerosol di atmosfer turun, yang berarti suhu meningkat lebih cepat daripada yang diprediksi sebelumnya.

Para peneliti menyatakan bahwa pemahaman baru tentang peran aerosol mengakibatkan pengurangan sekitar 100 miliar ton dari sisa anggaran 1,5 derajat Celsius. Ketika ini digabungkan dengan tambahan emisi karbon dan beberapa penyesuaian kecil lainnya, total sisa anggaran ini turun menjadi 250 miliar ton.

Pemimpin penelitian, Dr. Robin Lamboll dari Imperial College London menyatakan, "Peluang untuk menghindari kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius semakin sempit seiring terusnya emisi dan pemahaman kita tentang fisika atmosfer semakin meningkat."

"Kami kini memprediksi bahwa kita hanya dapat mempertahankan tingkat emisi saat ini selama sekitar enam tahun sebelum kemungkinan besar kita akan melampaui titik penting dalam Perjanjian Paris,” tambah Dr. Robin Lamboll.

Menjaga Pemanasan Global di Bawah 1,5 Derajat Celsius

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Para peneliti menyatakan bahwa untuk mencegah kenaikan suhu melebihi 1,5 derajat Celsius, emisi karbon dioksida global harus mencapai nol pada tahun 2034, bukan pada tahun 2050 seperti yang diprediksi saat ini.

"Tidak ada skenario sosial dan teknis yang tercantum secara global dalam literatur ilmiah yang mendukung atau bahkan menjelaskan bagaimana hal itu mungkin terjadi," ujar Profesor Joeri Rogeli dari Imperial College London.

"Jadi hal ini benar-benar menunjukkan bahwa memiliki kemungkinan 50 persen atau lebih tinggi untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius, terlepas dari seberapa banyak tindakan politik dan tindakan kebijakan yang ada, saat ini adalah hal yang mustahil," tambah Profesor Joeri Rogeli.

Profesor Joeri Rogeli mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak berarti bahwa suhu akan berada di luar kendali hingga tiga atau empat derajat. Namun, itu berarti bahwa perkiraan terbaik menunjukkan bahwa pemanasan global akan berada di atas 1,5 derajat Celcius.

Dibutuhkan Tindakan Darurat dalam Mengatasi Emisi

Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim
Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim (Markus Spiske/Unsplash).

Dengan para pemimpin dunia berkumpul di COP28 Dubai, analisis terbaru ini akan memberikan pandangan yang jelas tentang pentingnya mengambil tindakan yang lebih drastis terhadap emisi, jika mereka ingin menghormati slogan politik untuk mempertahankan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celsius.

Profesor Niklas Hohne, Direktur New Climate Institute di Cologne, tidak terlibat dalam penelitian ini namun mengatakan bahwa penelitian ini merupakan seruan mode darurat untuk mengurangi emisi secepat mungkin.

"Ini mengindikasikan bahwa setiap pengurangan ton karbon dioksida menjadi lebih berharga karena sumber daya yang tersedia sangat terbatas. Bahkan jika rata-rata kenaikan suhu melebihi 1,5 derajat dalam beberapa tahun ke depan, melakukan penghematan emisi sebanyak mungkin adalah langkah yang bijak," ungkapnya.

Menurutnya, setiap ton yang berhasil dihemat akan membantu mengurangi kenaikan suhu global dan mengurangi dampak kerusakan.

Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change.

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya