Liputan6.com, Paris - Serangan penusukan melanda sebuah jalan di pusat kota Paris dekat Menara Eiffel pada Sabtu 2 Desember 2023 malam waktu setempat. Peristiwa ini menyebabkan satu orang tewas dan dua lainnya luka-luka.
Mengutip BBC, Minggu (3/12/2023), Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin mengatakan seorang penyerang menargetkan wisatawan di sekitar Quai de Grenelle, yang dekat dengan Menara Eiffel. Dia menambahkan bahwa seorang warga negara Prancis berusia 26 tahun yang dikenal oleh dinas keamanan telah ditangkap.
Baca Juga
Mengutip sumber polisi, kantor berita AFP menyebutkan korban meninggal - yang diidentifikasi sebagai warga negara Jerman - ditusuk.
Advertisement
Sementara korban luka dalam insiden penusukan itu sudah dirawat oleh layanan darurat.
Darmanin mengatakan tersangka penyerang meneriakkan "Allahu Akbar", bahasa Arab yang berarti "Allah Maha Besar", dan mengatakan kepada polisi bahwa dia kesal dengan situasi di Gaza. Dia mengatakan tersangka dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada tahun 2016 karena merencanakan serangan lain dan masuk dalam daftar pantauan dinas keamanan Prancis.
"Pria tersebut juga diketahui menderita gangguan kejiwaan," kata Darmanin.
Operasi polisi sedang berlangsung di sekitar stasiun metro Bir-Hakeim, dan pihak berwenang telah mendesak masyarakat untuk menghindari daerah tersebut.
Kantor kejaksaan anti-terorisme mengatakan pihaknya mengambil alih penyelidikan insiden penikaman tersebut.
Menulis di X (sebelumnya Twitter), Perdana Menteri (PM) Prancis Elisabeth Borne mengatakan dia turut berduka cita bagi mereka yang terkena dampak serangan itu dan berterima kasih kepada layanan darurat atas tanggapan mereka.
"Kami tidak akan menyerah pada terorisme. Tidak akan pernah," kata PM Elisabeth Borne.
Mengejar Pasangan Warga Negara Jerman
Penyerang mengejar pasangan Jerman dengan pisau, membunuh pria tersebut. Dia kemudian menggunakan palu untuk melukai dua orang lainnya.
"Polisi Prancis menangkap seorang pria yang menargetkan pejalan kaki di Paris pada Sabtu malam, membunuh seorang turis Jerman dengan pisau dan melukai dua lainnya," kata menteri dalam negeri Prancis mengutip Le Monde.
Polisi berhasil menangkap pria tersebut, seorang warga negara Prancis berusia 25 tahun yang telah menghabiskan empat tahun penjara karena pelanggaran kekerasan. Setelah penangkapannya, ia mengungkapkan kesedihannya atas kematian umat Islam, terutama di wilayah Palestina, dan mengklaim bahwa Prancis adalah kaki tangannya, kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin.
"Penyerang rupanya meneriakkan "Allahu Akbar" (Tuhan Maha Besar)," tambah Darmanin.
“Orang ini siap membunuh orang lain,” imbuh Darmanin kepada wartawan.
Penyerang, yang tidak disebutkan namanya, meninggalkan penjara setelah empat tahun pada tahun 2020 dan berada di bawah pengawasan dan menjalani perawatan psikiatris, kata menteri Darmanin, sambil melukiskan potret singkat penyerang, yang lahir di Neuilly-Sur-Seine, sebuah kota pinggiran di Paris.
Advertisement
Penyerang dengan Pisau Dilumpuhkan Polisi dengan Taser
Media Le Monde menyebut serangan itu terjadi di distrik ke-15 ibu kota Prancis dengan penyerang menggunakan pisau untuk membunuh dan palu untuk menyerang korban luka. Rincian tentang para korban belum diketahui.
"Penyerang dihentikan oleh polisi yang dua kali menembakkan taser (pistol atau senjata kejut listrik) ke perutnya, kata Menteri Darmanin seraya memuji petugas atas tanggapan cepat mereka dan menegaskan bahwa "pasti ada orang lain yang tewas."
Prancis berada dalam status siaga teror, dan serangan tersebut meningkatkan tingkat ketakutan di ibu kota Prancis.
Insiden Sabtu 2 Desember 2023 malam di pusat kota Paris ini terjadi kurang dari delapan bulan sebelum ibu kota Prancis menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2024. Keamanan di Paris juga berada dalam pengawasan khusus menjelang persiapan menjadi tuan rumah ajang tersebut. Insiden ini juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang keamanan di acara olahraga global tersebut.
Mengutip AFP, Prancis diketahui telah mengalami beberapa serangan oleh ekstremis Islam, termasuk serangan bunuh diri dan serangan senjata di Paris pada bulan November 2015 yang diklaim dilakukan oleh kelompok Daesh atau ISIS yang menewaskan 130 orang.
Situasinya relatif tenang dalam beberapa tahun terakhir, meski para pejabat telah memperingatkan bahwa ancaman tersebut masih ada. Namun ketegangan meningkat di Prancis, yang merupakan rumah bagi populasi besar Yahudi dan Muslim, menyusul serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober dan pemboman Israel di Jalur Gaza.
Pada bulan Oktober, guru Dominique Bernard dibunuh di Kota Arras di Prancis utara oleh seorang pemuda Islam radikal dari wilayah Kaukasus Rusia.
Keterangan Saksi Mata
Laporan AFP mengutip Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin menyebut bahwa ada saksi mata terlibat dalam insiden penikaman tersebut.
"Seorang sopir taksi yang menyaksikan kejadian itu mengintervensi (turun tangan)," kata Darmanin. Penyerang kemudian menyeberangi Sungai Seine menyerang orang lain dan melukai satu orang dengan palu, sementara polisi mengejarnya.
Polisi menggunakan taser untuk menetralisir pria yang kemudian ditangkap. "Dia telah mengancam mereka dengan sangat kejam… dia sekarang harus mempertanggungjawabkan tindakannya sebelum diadili," kata Menteri Darmanin.
Tersangka mengatakan kepada polisi bahwa dia tidak tahan dengan pembunuhan Muslim di “Afghanistan dan Palestina,” menurut menteri tersebut.
Joseph S., 37 tahun, seorang manajer supermarket yang meminta untuk tidak menyebutkan nama belakangnya, menyaksikan adegan tersebut, saat dia sedang duduk di sebuah bar. Dia mendengar teriakan dan orang-orang berteriak "tolong, tolong" saat mereka berlari. Seorang pria yang memegang benda menyerang seorang pria yang terjatuh, dan dalam waktu 10 menit polisi tiba, katanya kepada AFP.
Advertisement