Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi mengungkapkan kekecewaannya atas kegagalan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam mengadopsi gencatan senjata di Gaza.
"Saya sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan dalam mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza meskipun lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia, ikut mensponsori resolusi tersebut," tulisnya melalui akun X, sebelumnya Twitter.
I deeply regret the Security Council’s failure to adopt a humanitarian ceasefire in Gaza despite more than 102 countries, including Indonesia, co-sponsoring the resolution.
— Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (@Menlu_RI) December 9, 2023
Menurutnya, dunia tidak harus melulu bergantung pada kebijakan beberapa negara, sementara masyarakat sipil di Gaza terus mengalami kehancuran.
Advertisement
"Komunitas global tidak bisa terus bergantung pada beberapa negara dan menyaksikan tanpa daya kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza," sambungnya.
Pernyataan Menlu Retno merujuk pada Amerika Serikat (AS) yang memveto permintaan Dewan Keamanan atau DK PBB untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Israel dan kelompok Palestina Hamas di Gaza.
Sementara 13 anggota Dewan Keamanan memberikan suara mendukung rancangan resolusi singkat, yang diajukan oleh Uni Emirat Arab pada Jumat 8 Desember 2023, Inggris memilih untuk abstain.
Pemungutan suara tersebut dilakukan setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuat langkah yang jarang terjadi pada Rabu (5/12) untuk secara resmi memperingatkan dewan beranggotakan 15 orang tentang ancaman global dari perang Israel Vs Hamas yang telah berlangsung selama dua bulan tersebut.
"Meskipun AS sangat mendukung perdamaian abadi di mana Israel dan Palestina dapat hidup damai dan aman, kami tidak mendukung seruan gencatan senjata segera. Hal ini hanya akan menjadi bibit bagi perang berikutnya, karena Hamas tidak memiliki keinginan untuk melihat perdamaian yang bertahan lama, untuk melihat solusi dua negara,” kata Robert Wood, wakil duta besar AS untuk PBB.
AS dan Israel Menentang Gencatan Senjata
AS dan Israel menentang gencatan senjata karena mereka yakin hal itu hanya akan menguntungkan Hamas. Washington malah mendukung jeda dalam pertempuran untuk melindungi warga sipil dan mengizinkan pembebasan sandera yang disandera oleh Hamas dalam serangan mematikan terhadap Israel pada 7 Oktober.
Jeda tujuh hari – yang menyebabkan Hamas membebaskan beberapa sandera dan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza – berakhir pada 1 Desember.
Setelah beberapa upaya gagal untuk mengambil tindakan, Dewan Keamanan PBB bulan lalu menyerukan penghentian sementara pertempuran untuk memungkinkan akses bantuan ke Gaza, yang pada hari Jumat digambarkan oleh Guterres sebagai "mimpi buruk kemanusiaan yang terus meningkat".
AS lebih memilih diplomasinya sendiri, dibandingkan tindakan Dewan Keamanan, untuk memenangkan pembebasan lebih banyak sandera dan menekan Israel agar lebih melindungi warga sipil dalam serangannya di Gaza, yang dilancarkan setelah serangan Hamas yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 17.480 orang tewas dalam serangan Israel.
Advertisement
Pasal 99 Piagam PBB Pemicu Resolusi DK PBB yang Ditolak AS
Pemungutan suara tersebut dilakukan setelah Sekjen PBB Guterres menerapkan Article 99 of the UN charter (Pasal 99 Piagam PBB) yang jarang digunakan untuk menarik perhatian dewan "setiap masalah yang, menurut pendapatnya, dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional”.
Menurut editor diplomatik Al Jazeera James Bays, penerapan Pasal 99 Piagam PBB oleh Guterres sangat jarang terjadi.
"Dia [Guterres] belum pernah melakukannya sebelumnya. Faktanya, penerapan hal ini secara resmi belum pernah dilakukan sejak tahun 1989," kata Bays, seraya menambahkan bahwa hal ini tidak dilakukan di Suriah, Yaman, atau Ukraina.
Tak Ada Perlindungan Efektif Bagi Warga Gaza
Israel telah membombardir Gaza dari udara, melakukan pengepungan dan melancarkan serangan darat. Wilayah yang luas telah direduksi menjadi lahan tandus yang kosong.
PBB mengatakan sekitar 80 persen penduduknya telah mengungsi, menghadapi kekurangan makanan, bahan bakar, air dan obat-obatan, serta ancaman penyakit.
"Tidak ada perlindungan efektif terhadap warga sipil," kata Guterres kepada dewan tersebut pada Jumat 8 Desember pagi.
"Masyarakat Gaza diperintahkan untuk bergerak seperti bola pinball – memantul di bagian selatan yang semakin kecil, tanpa kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Tapi tidak ada tempat di Gaza yang aman," imbuh Guterres.
Advertisement