Nepal Larang Warganya Bekerja ke Rusia dan Ukraina Usai Banyak yang Tewas dalam Perang

Izin kerja untuk Rusia dan Ukraina sementara dihentikan sampai ada pengaturan lebih lanjut untuk meminimalkan potensi risiko dan kerugian bagi warga negara Nepal.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Jan 2024, 10:05 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2024, 10:05 WIB
Pasukan Ukraina Pukul Mundur Tentara Rusia dari Wilayah Kharkiv
Seorang tentara Ukraina berdiri di atas bendera Rusia di Izium, wilayah Kharkiv, Ukraina, 13 September 2022. Pasukan Rusia tampak meninggalkan Kota Izium dan Svatove di Luhansk usai pasukan Ukraina memulai serangan baru ke arah timur melalui Kharkiv. (AP Photo/Kostiantyn Liberov)

Liputan6.com, Kathmandu - Pemerintah Nepal melarang warganya bepergian ke Rusia dan Ukraina untuk mencari pekerjaan setelah 10 pemuda tewas dan puluhan lainnya dilaporkan hilang saat berperang, sebagian besar di militer Rusia.

Lebih dari 200 tentara Nepal diyakini telah bergabung dengan tentara Rusia sejak perang Ukraina pada tahun 2022, kata Kementerian Luar Negeri Nepal, dan lebih dari 100 di antaranya hilang. Sejumlah kecil lainnya diyakini bertempur mendukung Ukraina.

"Izin kerja untuk Rusia dan Ukraina sementara dihentikan sampai ada pengaturan lebih lanjut untuk meminimalkan potensi risiko dan kerugian bagi warga negara Nepal yang memasuki negara-negara yang dilanda perang ini," ungkap Direktur Departemen Ketenagakerjaan Asing Kabiraj Upreti kepada stasiun televisi RSS seperti dilansir The Guardian, Sabtu (6/1/2024).

Kerugian yang sangat besar ini telah mendorong tuntutan dari Nepal agar warganya tidak dikerahkan di kedua pihak yang berkonflik, jenazah mereka yang tewas dipulangkan, dan kompensasi dibayarkan kepada keluarga mereka.

Tentara Nepal telah berperang selama beberapa generasi di angkatan bersenjata Inggris dan India, di mana unit Gurkha terutama bertugas sebagai infanteri dan berperan sebagai spesialis. Ribuan warga Nepal juga bekerja sebagai pekerja kontrak dan penjaga keamanan selama konflik di Irak dan Afghanistan.

Namun, belakangan semakin banyak penyelundup manusia yang membawa pemuda Nepal ke dalam perang Ukraina, di mana banyak dari mereka telah ditawari kewarganegaraan jalur cepat atau gaji yang jauh lebih besar daripada yang dapat mereka peroleh di dalam negeri.

Dua belas orang ditangkap di Nepal pada Desember karena memperdagangkan sekitar 150-200 laki-laki ke Rusia, meminta mereka membayar USD 9.000 atau sekitar Rp139 juta untuk masuk ke Rusia dengan visa turis, dan kemudian memaksa mereka mendaftar di militer Rusia.

Kebutuhan Finansial

Perjuangan Tentara Medis Militer Ukraina di Medan Pertempuran Melawan Rusia
Petugas medis militer memberikan pertolongan pertama kepada tentara yang terluka (kanan) dan memasukkan jenazah tentara yang tewas ke dalam tas dekat Kremenna di wilayah Luhansk, Ukraina, 16 Januari 2023. Hingga saat ini pejabat Ukraina menolak untuk mengonfirmasi jumlah korban dalam perangnya dengan Rusia, setelah ketua Komisi Uni Eropa pada akhir November 2022 lalu memperkirakan bahwa "lebih dari 20.000 warga sipil dan 100.000 tentara Ukraina telah tewas di Ukraina hingga saat ini." (AP Photo/LIBKOS)

Rupak Karki, salah satu dari dua pria Nepal yang dimakamkan di kuburan militer di wilayah Ivanovo, Rusia, telah mencari pekerjaan di Korea Selatan sebelum melakukan perjalanan ke Rusia dengan visa pelajar.

Menurut penuturan keluarganya kepada Nepali Times, Rupak kemudian bergabung dengan operasi militer Rusia di Ukraina, berharap mendapatkan kewarganegaraan Rusia dan gaji yang lebih besar. Dia mengatakan kepada keluarganya bahwa dia akan didaftarkan pada kursus pelatihan enam bulan sebelum akhirnya dilaporkan tewas setelah dikerahkan.

"Masih syok dan banyak kebingungan di sini," kata pamannya. "Orang tua Rupak tidak percaya bahwa putra satu-satunya telah meninggal tanpa melihat jenazahnya."

Bibek Khatri yang ditangkap militer Ukraina melalui sebuah video yang dibagikan secara online mengisahkan bahwa dia mendaftar menjadi tentara Rusia karena keluarganya membutuhkan uang dan dia ingin pulang ke rumah sebagai orang sukses.

Puluhan ribu warga Nepal mencari pekerjaan di luar negeri setiap tahunnya, banyak di antaranya sebagai buruh kasar di Korea Selatan, Malaysia, dan Timur Tengah. Mereka harus mendapat izin kerja dari pemerintah agar bisa meninggalkan Nepal untuk bekerja.

Solusi Kekurangan Personel

Perang Rusia Ukraina
Petugas darurat memeriksa gedung apartemen bertingkat yang rusak akibat serangan rudal terbaru Rusia di Kryvyi Rih, Ukraina, Selasa (13/6/2023). (AP Photo/Andriy Dubchak)

Keputusan pemerintah Nepal ini diambil hanya satu hari setelah Presiden Vladimir Putin menandatangani dekret yang akan mempercepat jalan menuju kewarganegaraan bagi ratusan orang asing yang telah mendaftar menjadi tentara Rusia dan memberi insentif tambahan untuk berperang. Upaya tersebut sama-sama ditempuh Rusia dan Ukraina untuk mengatasi kekurangan personel.

Selain itu, orang asing yang mendaftar menjadi tentara Rusia atau organisasi paramiliter seperti kelompok Wagner untuk jangka waktu setidaknya satu tahun, juga akan diberikan hak kepada anggota keluarganya untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan.

Ratusan pekerja migran dari Asia Tengah, serta orang asing dari Kuba, Serbia dan beberapa negara Afrika, tercatat pula sebagai tentara di militer Rusia.

Pemerintah Nepal sebelumnya telah mendesak Rusia untuk mengembalikan jenazah setidaknya enam tentara yang tewas saat berperang melawan Ukraina sejak Februari 2022 dan menuntut Rusia membayar kompensasi kepada keluarga mereka.

Pemerintah Nepal mengatakan empat tentara lainnya telah ditawan oleh Ukraina.

Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya