Oxfam di Indonesia Ajak Publik Tingkatkan Kesadaran Soal Dampak Krisis Iklim bagi Perempuan hingga Bikin Kerajinan Limbah Tekstil

Oxfam di Indonesia merayakan Hari Perempuan Internasional dengan mengadakan diskusi tentang isu perempuan dan acara lokakarya limbah tekstil di KALA di Kalijaga, Jakarta Selatan pada Jumat (15/3/24).

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 15 Mar 2024, 22:01 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2024, 21:35 WIB
Oxfam in Indonesia Adakan Diskusi Antar Perempuan
Acara Diskusi Oxfam di Indonesia yang diselenggarakan hari Jumat (15/3/24) membahas bagaimana krisis iklim memiliki dampak signifikan pada perempuan.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang diperingati 8 Maret 2024, Oxfam di Indonesia menggelar acara bertajuk "Women's Work Matters" untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik yang telah diraih seluruh perempuan di Indonesia.

Acara yang diselenggarakan pada Jumat, 15 Maret 2024 di KALA, Kalijaga, Jakarta Selatan, memiliki beberapa agenda seperti diskusi yang membicarakan isu perempuan, pameran foto, serta lokakarya membuat sampul botol minum menggunakan limbah tekstil.

Pada diskusi bertema "Dimensi Gender dalam Adaptasi dan Mitigasi Iklim" ini dihadiri beberapa narasumber, yaitu Ketua Jaringan Usaha Kecil Perempuan di Kupang, Ibu Widia, Shindy dari perwakilan petani pangan lokal di Desa Hewa, Flores Timur, serta Nani perwakilan Aliansi Jurnalis Independen.

Diskusi ini juga dihadiri secara daring melalui Zoom oleh Eko Novi selaku perwakilan dari Deputi Bidang Kesetaraan Gender dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.

Adapun agenda diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap krisis iklim pada kelompok perempuan dan mengidentifikasi langkah yang tepat untuk mencegah dampaknya.

Pada kesempatan ini, Eko Novi memaparkan pendapatnya mengenai peran perempuan yang berpotensi pada sektor pembangunan, lingkungan, dan ekonomi. Ia menyampaikan keluh kesahnya atas perempuan yang terkena dampak lebih besar terhadap krisis iklim ketimbang pria dan hanya dapat kesempatan di sektor pertanian dan peternakan saja.

"Masyarakat dapat memberikan edukasi tentang kesetaraan gender kepada keluarga bahkan teman. Edukasi terhadap pentingnya menjaga lingkungan juga perlu. Bisa komunikasi dari hati ke hati agar saling berbagi bahwa perempuan dan laki-laki itu sama dan setara," ujar Eko Novi. 

Dampak Krisis Iklim bagi Perempuan

Talkshow yang diadakan oleh Oxfam in Indonesia.
Talkshow serta diskusi yang bertajuk "Dimensi Gender dalam Adaptasi dan Mitigasi Iklim" membicarakan tentang peran perempuan dalam perubahan iklim.

Setiap perempuan tentu menghadapi beban ganda ketika berurusan dengan krisis iklim, terutama sebagai perempuan yang aktif bekerja setiap hari.

Widia, salah satu narasumber diskusi yang diadakan oleh Oxfam di Indonesia ini memberitahu para partisipan tentang dampak apa saja yang ia hadapi sebagai pengusaha bengkel tas serta sepatu dan posisinya sebagai ibu rumah tangga, "Sebagai perempuan yang menenun untuk hidup setiap hari, krisis iklim tentu sangat berpengaruh bagi saya," ujarnya.

Ia bercerita bahwa krisis iklim yang terjadi di Kupang seperti cuaca panas yang selalu menusuk kulit atau hujan lebat yang sering menyebabkan banjir di sana selalu menghambat pekerjaannya, "Saya dan ibu-ibu penenun lain di desa, kalau ada cuaca yang sangat tidak mendukung pasti kami tidak bisa melakukan aktivitas menenun, kalau tidak ada hasil tenun yang bisa dijual, kami tidak mendapatkan uang."

Widia juga menambahkan bahwa krisis iklim menyebabkan air sumur di rumahnya menjadi kering, "Sumur saya berkurang debit airnya. Akhirnya kami beli air yang di tangki untuk ditaruh di penampung dan pakai selang."

Sementara Shindy, salah satu petani muda di Desa Hewa, Flores Timur, mengatakan "dampak krisis iklim bagi saya sangat berpengaruh pada ketersediaan pangan lokal di desa saya, yang pada akhirnya juga memengaruhi aktivitas kerja saya," ujarnya.

Shindy menambahkan bahwa pangan lokal yang minim karena krisis iklim ini berpengaruh terhadap kondisi kesehatan warga, "Warga jadi rentan sakit. Akhirnya kami para anak muda selalu mengedukasi warga di desa agar mereka tahu bahwa pangan lokal sangat menjamin kondisi kesehatan."

Nani, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen juga ikut memberi bukti bahwa perempuan memang terkena dampak, "Waktu saya survei di IKN, krisis iklim membuat para perempuan hamil di sana takut memiliki anak stunting atau memiliki campak karena virus yang menjalar di sekitar area lingkar tambang."

Krisis Iklim Harus Lebih Diperhatikan

"Women's Work Matters"
Acara Oxfam in Indonesia yang bertajuk "Women's Work Matters"

Ketika diskusi beralih ke topik bagaimana perempuan bisa beradaptasi dan mencegah krisis iklim, para narasumber buka suara pendapat mereka masing-masing.

"Kami sebagai perempuan harus berusaha sekuat tenaga untuk mengantisipasi masalah ini dan memprioritaskan kebutuhan pokok," ujar Ibu Widia. Ia juga memberi usul bahwa perempuan harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 

Sementara Shindy berpendapat bahwa semua perempuan harus menjaga dan melestarikan lingkungan, "Perempuan harus mempertahankan dan mampu menyiapkan pangan yang baik untuk diri sendiri dan keluarga." Ia juga menyampaikan petuah singkat, yaitu ketika manusia mencintai dan menjaga lingkungan, pasti manusia akan mendapatkan lingkungan yang terbaik. 

Nani, perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen, berkata bahwa masih banyak jurnalis yang tidak tahu bahwa krisis iklim paling berdampak ke perempuan, "Isu-isu ini penting untuk jurnalis karena tidak semua jurnalis mengenal isu lingkungan dan apa dampaknya."

Ia juga berharap krisis iklim dan isu perempuan dapat lebih diperhatikan lagi, semua yang terlibat bisa mulai menulis, "Curahkan segalanya melalui tulisan. Semua yang menulis tidak perlu menjadi wartawan, seluruh perempuan di lapangan, yang terkena dampak krisis iklim bisa menulis agar ceritanya dapat dibaca semua orang," ujar Nani.

Lokakarya Pemanfaatan Limbah Tekstil

Pembuatan pelindung botol minum menggunakan kain bekas.
Selain acara diskusi, Oxfam di Indonesia juga mengadakan lokakarya pemanfaatan limbah tekstil.

Tak hanya mengadakan acara diskusi, Oxfam di Indonesia juga menyelenggarakan lokakarya pembuatan sampul tempat minum menggunakan limbah tekstil yang berkolaborasi dengan Setali Indonesia, organisasi yang bergerak di bidang thrifting guna mendukung gerakan mode keberlanjutan (sustainable fashion).

Sebelum lokakarya dimulai, pembawa acara menjelaskan bahwa kain yang akan dipakai merupakan bahan-bahan dari sisa tekstil. Pengolahan limbah tekstil menjadi pakaian dan serbaguna memang menjadi fokus utama dari organisasi Setali Indonesia. 

Setelah menjelaskan alat dan bahan yang diperlukan, salah satu relawan Setali Indonesia langsung menunjukkan cara membuat sampul botol minum langkah demi langkah kepada para partisipan dengan langsung mempraktikkannya di depan mereka.

Walaupun memakan waktu selama kurang lebih dua jam, hasil dari kerajinan ini sangatlah unik dan juga indah. Anyaman yang menghasilkan bentuk seperti belah ketupat dan berwarna-warni berkat warna dari tiap kainnya yang beragam ini membuat tampilan botol minum lebih menarik untuk dilihat.

Sampul botol minum ini tidak hanya bagus secara estetis, tetapi juga sangat praktis digunakan karena tali dari sampul ini dapat dijadikan sebagai tentengan botol minum agar mudah dibawa kemana-mana, sehingga kerajinan ini juga dapat dinamai sebagai "tumbler holder".

Berdasarkan pantauan Liputan6.com, lokakarya ini dihadiri oleh 20 partisipan yang masing-masing membawa botol minum sendiri dari rumah. 

 

Infografis Atlet Wanita olimpiade
Infografis Atlet Wanita olimpiade (Liputan6.com/Trie yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya