Taliban Penjarakan Wartawan, Kebebasan Pers di Afghanistan Kian Dipertanyakan

Selain pembatasan terhadap kebebasan bagi perempuan untuk sekolah dan bekerja, Taliban juga secara ketat mengatur kebebasan pers di Afghanistan.

oleh Tim Global diperbarui 19 Apr 2024, 20:17 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2024, 19:40 WIB
Ilustrasi Taliban di Kabul, Afghanistan. (AFP)
Ilustrasi Taliban di Kabul, Afghanistan. (AFP)

Liputan6.com, Kabul - Para pendukung kebebasan pers menyerukan kepada otoritas de facto Taliban di Afghanistan untuk membebaskan seorang wartawan lokal yang dipenjara atas tuduhan yang tidak disebutkan.

Wartawan itu, Habib Rahman Taseer, ditahan oleh badan intelijen Taliban di provinsi Ghazni awal bulan ini.

Menurut Pusat Jurnalis Afghanistan, atau AFJC, Taseer kemudian dipindahkan ke penjara provinsi pada Rabu (17/4).

"Kami menuntut pembebasannya segera dan tanpa syarat," kata AFJC dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir VOA Indonesia, Jumat (19/4/2024). 

Para pejabat di Kementerian Informasi dan Kebudayaan Afghanistan, yang menaungi sebuah komisi yang mengatur media, tidak menanggapi permintaan komentar mengenai penahanan Taseer.

Taliban terus melakukan penganiayaan terhadap wartawan dan kontributor yang terkait dengan media Afghanistan yang beroperasi di luar negeri.

Dua wartawan di Afghanistan mengatakan kepada VOA bahwa pihak berwenang Taliban secara rutin melacak individu-individu yang menyediakan konten untuk organisasi-organisasi terlarang tersebut.

"Saya tahu beberapa orang yang ditahan dan baru dibebaskan setelah memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan bekerja untuk saluran-saluran terlarang itu," kata salah satu wartawan, yang tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pembekuan Saluran TV Swasta

FOTO: Cari Dukungan Internasional, Taliban Temui Diplomat Asing di Qatar
Delegasi Taliban Shahabuddin Delawar (kiri), Mullah Abdul Ghani Baradar, dan Khairullah Khairkhwa (kanan) bertemu diplomat asing di Doha, Qatar, Selasa (12/10/2021). Taliban mencari pengakuan serta bantuan untuk menghindari bencana kemanusiaan usai kembali berkuasa di Afghanistan. (KARIM JAAFAR/AFP)

Badan penyiaran Afghanistan pada hari Kamis (18/4) juga mengumumkan pembekuan dua saluran televisi swasta, Noor TV dan Barya TV, dengan alasan dugaan pelanggaran peraturan media. Kasus-kasus tersebut telah dirujuk ke pengadilan Taliban.

Kementerian Penerangan dan Komisi Regulasi Media hanya memberikan penjelasan yang samar-sama mengenai penangguhan stasiun-stasiun televisi yang pemiliknya dilaporkan tinggal di luar Afghanistan.

Taliban mewajibkan pembawa acara berita dan tamu perempuan untuk menutup wajah kecuali bagian mata. Taliban di beberapa daerah bahkan melarang stasiun radio menyiarkan suara perempuan. Pembatasan tersebut dikecam luas dunia internasional karena dianggap misoginis dan menindas.

Namun, sebaliknya para pejabat Taliban menilai kebijakan itu sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tradisional.


Taliban Pecat 600 Pegawai Perempuan, Dianggap Langgar Hukum Syariah

Potret Perempuan Afghanistan di Tengah Aturan Wajib Burqa
Seorang perempuan Afghanistan menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Korea Selatan, di Kabul, Selasa (10/5/2022). Taliban pada Sabtu pekan lalu memerintahkan semua perempuan Afghanistan menutupi seluruh tubuhnya atau mengenakan burqa tradisional di depan umum. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Sementara terkait pembatasan terhadap perempuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (22/1) mengatakan bahwa pemerintah Taliban di Afghanistan belum lama ini memecat ratusan perempuan karena diduga tidak mematuhi hukum syariah yang diterapkan kepada perempuan di negara itu.

Misi Bantuan PBB di Afghanistan, alias UNAMA, mencatat kasus-kasus pemecatan tersebut dalam laporan terbarunya mengenai kondisi hak asasi manusia selama seperempat akhir tahun 2023 di negara yang jutaan penduduknya membutuhkan bantuan kemanusiaan itu.

"Otoritas de facto terus menegakkan dan mengumumkan batasan-batasan bagi hak perempuan untuk bekerja, mendapatkan pendidikan dan kebebasan bergerak," menurut laporan tersebut. 


Pembatasan Terhadap Perempuan

Sekolah Menengah Afghanistan Kembali Dibuka Tanpa Perempuan
Tahun pendidikan baru Afghanistan dimulai, tetapi sekolah menengah atas tetap ditutup untuk anak perempuan pada tahun kedua setelah Taliban kembali berkuasa 2021 lalu. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

UNAMA mencatat bahwa Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Taliban telah mengambil peran sebagai penegak hukum, menghalangi perempuan untuk bekerja atau mengakses berbagai layanan karena belum menikah atau tidak memiliki wali laki-laki.

Laporan itu menyatakan bahwa kurangnya kepatuhan terhadap aturan berhijab atau berpakaian, tidak adanya mahram atau kerabat laki-laki, dan pembatasan terhadap perempuan yang ingin mengunjungi ruang publik, perkantoran atau institusi pendidikan menyebabkan pemecatan sedikitnya 600 perempuan di dua provinsi di Afghanistan selama periode tersebut.

Kementerian di tingkat provinsi melarang 400 perempuan bekerja di pabrik pengolahan kacang pinus di Provinsi Nangarhas pada Oktober tanpa alasan, sementara pegawai laki-laki tetap diizinkan bekerja, ungkap laporan itu.

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya