Liputan6.com, Jakarta - Lautan, danau, dan sungai di dunia berada di bawah tekanan yang semakin besar akibat perubahan iklim, meningkatnya permintaan, urbanisasi, dan polusi, sehingga mengancam kemampuan mereka untuk mempertahankan kehidupan.
Tanpa data yang lebih baik untuk memahami kesehatan saluran air yang semakin tertekan, perjuangan untuk menyelamatkan sumber daya yang paling berharga ini tidak akan efektif, kata Simeon Pieterkosky, salah satu pendiri perusahaan teknologi Aquaai.
Baca Juga
"Hampir setiap saluran air tercemar hingga ekosistem tidak dapat kembali seimbang lagi," jelasnya, mengutip dari cnn.com, Selasa (30/4/2024).
Advertisement
Aquaai bertujuan untuk mengisi kesenjangan informasi tersebut dengan menggunakan drone mirip ikan yang mengumpulkan data dari lingkungan bawah air. Ditenagai oleh baterai, mereka dirancang agar terlihat dan berenang seperti ikan, dengan tubuh dan ekor yang bergerak dari sisi ke sisi saat berlayar di air.
Dengan kulit dari bahan neoprena berwarna oranye, putih, dan hitam, mereka menyerupai bintang clownfish alias ikan badut di film hit tahun 2003 "Finding Nemo".
Versi standarnya memiliki panjang sekitar 4 kaki atau sekitar 1,3 meter dan berat 65 pon (sekitar 30 kg), serta dapat dilengkapi dengan kamera dan sensor untuk mengukur metrik seperti oksigen, salinitas, dan tingkat pH.
Siemon Pieterkosky, yang memiliki latar belakang animatronik untuk film horor, termotivasi untuk membuat robot setelah putrinya yang berusia delapan tahun mengetahui tentang krisis laut dan memintanya untuk membantu melindungi laut.
Dia mengatakan penting bagi drone untuk dapat berintegrasi dengan habitat alaminya – berenang di antara makhluk lain tanpa mengganggu mereka.
Beroperasi di Air Tawar dan Air Asin
Perusahaan ini telah menerapkan teknologinya di California, AS tempat perusahaan didirikan, dan di Norwegia -- lokasi anak perusahaan Aquuai.
Robot Aquuai ini telah beroperasi di air tawar dan air asin, dekat bendungan, dan di pelabuhan serta peternakan ikan, untuk memeriksa hal-hal seperti kualitas air dan kesehatan ikan.
Banyak peternakan ikan menggunakan sensor tetap untuk memantau kualitas air, namun CEO dan salah satu pendiri Aquuai, Liane Thompson, mengatakan hal ini tidak efisien di kandang raksasa, karena ikan mungkin berkumpul jauh dari sensor. Sebaliknya, robot Aquaai berenang di samping ikan, mengumpulkan data ke mana pun mereka pergi.
Teknologi ini juga dapat diterapkan di Timur Tengah, wilayah yang sedang berjuang melawan kelangkaan air.
Timur Tengah dan Afrika Utara hanya mempunyai 1% sumber daya air tawar dunia, dan banyak negara yang menghabiskan air dari reservoir bawah tanah, sebagian besar untuk mengairi lahan pertanian.
Advertisement
Diskusi dengan Berbagai Lembaga Pemerintah
Thompson dan Pieterkosky, yang sudah menikah, telah pindah ke Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab, dan Oktober lalu, dan Aquaai diterima dalam program “pembangunan perusahaan” di ekosistem teknologi Hub71, Abu Dhabi.
Thompson mengatakan teknologinya dapat digunakan di kawasan ini untuk pengelolaan air, operasi budidaya perikanan yang berkelanjutan, mendeteksi peralatan penangkapan ikan yang terlantar, dan memantau kesehatan karang.
Aquaai saat ini sedang meningkatkan drone bawah airnya dan sedang berdiskusi dengan berbagai lembaga pemerintah mengenai uji coba agar versi terbaru dapat berfungsi.
Thompson mengatakan bahwa di seluruh dunia, pemantauan sumber daya air biasanya dilakukan secara manual, yang memakan waktu lama, padat karya, dan hanya menyediakan data yang bersifat sporadis. Dia yakin otomatisasi yang lebih baik sangat dibutuhkan.
"Harus memainkan peran penting di masa depan pengelolaan air dengan meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, dan meningkatkan pengumpulan data untuk pengambilan keputusan yang lebih baik," kata Robert C. Brears, pendiri platform keamanan air Our Future Water, melalui email.
Teknologi Serupa Lainnya
Teknologi air menerima kurang dari 3% dari pendanaan teknologi iklim senilai $48 miliar pada tahun 2023, menurut database bisnis Dealroom.
Ada segelintir lembaga dan perusahaan lain yang mengembangkan drone bawah air untuk berbagai tujuan. Pada tahun 2021, sebuah perusahaan Tiongkok meluncurkan ikan arwana robotik berisi sensor pada konvensi militer di Beijing, dan beberapa perusahaan minyak dan gas menggunakan drone bawah laut untuk memeriksa proyek mereka.
Aquaai berharap lebih banyak dana akan menyusul. “Investor harus segera sadar,” kata Pieterkosky. “Ini benar-benar tentang upaya terakhir untuk menyelamatkan sesuatu yang membuat umat manusia tetap hidup.”
Advertisement