Pasien Batuk Rejan Melonjak di Inggris, Ini Penyebabnya

Batuk rejan menular dengan sangat cepat. Bahkan lebih dari kecepatan panularan COVID-19.

oleh Santi Rahayu diperbarui 23 Mei 2024, 21:14 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2024, 21:14 WIB
Batuk Rejan
Ilustrasi Batuk Rejan Credit: pexels.com/Mojca

Liputan6.com, London - Wabah penyakit pertusis atau yang lebih dikenal dengan batuk rejan telah menyebar di Inggris sejak awal tahun 2024.

Tercatat ada 2.793 kasus yang telah dikonfirmasi sepanjang tahun ini di Inggris. Sayangnya, ada lima kematian bayi akibat batuk rejan yang telah dikonfirmasi.

Sementara laporan yang belum dikonfirmasi menyebutkan bahwa bayi keenam mungkin telah meninggal akibat infeksi bakteri tersebut.

Ini adalah pengingat bahwa batuk rejan merupakan infeksi yang sangat berbahaya. Meskipun gejalanya biasanya ringan pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa yang sehat, batuk rejan bisa mematikan bagi siapapun, termasuk bayi.

Dilansir dari Science Alert, Kamis (23/5/2024) diperkirakan terdapat 24 juta kasus batuk rejan setiap tahunnya dan menyebabkan sekitar 160.000 kematian secara global.

Batuk rejan disebabkan oleh bakteri yang disebut Bordetella pertussis. Pertusis sering kali diawali seperti kebanyakan infeksi pernapasan lainnya, dengan gejala khas termasuk pilek dan demam. Batuk "rejan" yang khas mungkin hanya muncul setelah sekitar satu minggu sakit - meskipun tidak terjadi pada semua kasus. Oleh karena itu, tes laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis penyakit ini.

Batuk rejan sangat menular. Rata-rata, satu kasus pertusis dapat menularkan infeksi kepada sekitar 15-17 orang lainnya. Tingkat penularan ini mirip dengan campak dan lebih tinggi dari varian COVID-19.

Alasan batuk rejan sangat menular sebagian besar karena pertusis memiliki waktu penularan yang sangat panjang hingga lima minggu. Di mana orang yang terinfeksi dapat menularkan bakteri kepada orang lain selama masa itu.

Pengobatan yang cepat sangat diperlukan, karena dapat mengurangi penularan kepada orang lain. Mengonsumsi antibiotik terbukti dapat mengurangi penularan hanya dalam waktu lima hari setelah memulai pengobatan.

Namun sebelum pengobatan, ada banyak kemungkinan penularan terjadi dan wabah akan terus berlanjut. Baik kasus yang terkonfirmasi maupun yang tidak bergejala dapat menyebabkan penularan batuk rejan.

Mengapa Kasusnya Melonjak?

Waspada! Tracing Kasus Omicron di Indonesia Sudah Mencapai 60 Orang
Ilustrasi sakit tenggorokan dan batuk.

Salah satu aspek yang cukup aneh dari batuk rejan adalah adanya wabah besar yang biasanya terjadi setiap beberapa tahun sekali.

Wabah besar terakhir di Inggris terjadi pada tahun 2016 dengan hampir 6.000 kasus yang dikonfirmasi. Alasan terjadinya siklus ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi faktor utamanya mungkin karena berkurangnya kekebalan tubuh masyarakat.

Kekebalan dari vaksin pertusis pada awalnya sangat efektif untuk melindungi tubuh, tetapi akan menurun beberapa tahun setelah vaksinasi awal. Inilah sebabnya mengapa vaksinasi yang tinggi secara konsisten pada masyarakat sangat penting dan dibutuhkan.

Vaksin ini sangat aman dan efektif melindungi anak kecil dan wanita hamil. yang menjadi kelompok paling rentan dalam populasi.

Anak-anak yang divaksinasi secara lengkap memiliki 84% kemungkinan lebih kecil terkena infeksi batuk rejan dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.

Vaksin tidak hanya mencegah anak-anak terkena penyakit, tapi juga menurunkan risiko penularannya ke orang lain.

Imunisasi selama kehamilan juga sangat penting karena antibodi yang diperoleh ibu dari vaksin dapat melindungi bayi yang baru lahir dalam beberapa minggu pertama kehidupannya. Sebelum bayi cukup umur untuk menerima dosis vaksin pertamanya.

Faktanya, Dosis selama kehamilan mencegah sekitar 78% kasus pertusis pada bayi yang baru lahir.

 

Konsultasi ke Dokter Secepatnya

Hubungi penyedia layanan kesehatan
Lakukan konsultasi kepada dokter. (Foto: Freepik/kroshka_nastya)

Penurunan cakupan vaksin dalam beberapa tahun terakhir merupakan perhatian serius dalam upaya kesehatan masyarakat. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2017, penyerapan vaksin ibu mencapai 70 persen, namun, angka ini menurun menjadi hanya 58 persen pada tahun 2023.

Demikian pula, penurunan cakupan juga terlihat pada anak-anak. Persentase anak yang divaksinasi pada ulang tahun pertama mereka menurun sedikit dari sekitar 93% sebelum pandemi menjadi 92% pada tahun 2022-2023. Begitu juga dengan dosis penguat yang dapat diperoleh anak-anak sebelum ulang tahun kelima mereka, yang mengalami penurunan dari 85 persen menjadi 83 persen. 

Penurunan cakupan ini mungkin berkontribusi terhadap wabah yang terjadi saat ini. Meskipun ada spekulasi bahwa wabah saat ini mungkin dipicu oleh karantina wilayah, tidak ada bukti yang secara konkret mendukung pernyataan ini.

Pandemi yang luas kemungkinan telah memengaruhi akses terhadap pelayanan kesehatan dan tingkat vaksinasi, yang berpotensi menurunkan kekebalan tubuh masyarakat yang diperlukan untuk mencegah wabah yang serius. 

Faktor lain yang mungkin berperan adalah variasi geografis dalam penerimaan vaksin. 

Untuk mengendalikan wabah saat ini, penggunaan antibiotik secara masif untuk mengobati atau mencegah infeksi pertusis mungkin akan diterapkan. Jika seseorang merasa dirinya mengalami gejala batuk rejan, mereka harus berbicara dengan dokter sesegera mungkin - bukan hanya karena tingkat keparahan penyakitnya, tetapi juga karena pengobatan yang cepat dapat mengurangi masa penularannya.

 

 

Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya