Nicolas Maduro Klaim Kemenangan di Pilpres Venezuela, Aktivis Khawatir Kebebasan Pers Makin Buruk

Para aktivis menyebut, jurnalisme di Venezuela telah berada di bawah tekanan, diserang langsung oleh rezim Maduro

oleh Tim Global diperbarui 02 Agu 2024, 14:10 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2024, 14:10 WIB
Bendera Venezuela Antar Pemakaman Remaja yang Tewas Akibat Kerusuhan
Bendera negara Venezuela dibentangkan saat prosesi pemakaman Jose Francisco Guerrero di San Cristobal, Tachira State, Venezuela (19/5). (AFP/Luis Robayo)

Liputan6.com, Caracas - Presiden Venezuela Nicolas Maduro sudah menyampaikan klaim kemenangannya dalam pinpres tahun ini. Namun, bagi sebagian orang, kemenangannya mengancam dan akan semakin mengikis kebebasan pers di negara tersebut, ujar lembaga pengawas hak-hak media, Reporters Without Borders.

“Selama beberapa dekade, jurnalisme di Venezuela telah berada di bawah tekanan, diserang, di bawah sensor langsung oleh rezim Maduro,” kata direktur regional kelompok itu, Artur Romeu.

“Tidak ada kebebasan pers di Venezuela dalam jangka waktu lama, tetapi kondisi saat ini membuat kami percaya bahwa itu bisa menjadi lebih buruk, jika tidak ada rasa saling percaya,” katanya kepada AFP, dalam sebuah wawancara di Guatemala.

“Konteksnya adalah mengecilnya ekosistem berita. Banyak outlet media telah menghilang,” kata Romeu, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (2/8/2024).

Beberapa orang tewas dan puluhan lainnya terluka, ketika pihak berwenang membubarkan protes terhadap klaim kemenangan Maduro dalam pemilu yang digelar pada Minggu (28/7).

Sejumlah survei independen telah memperkirakan, pemungutan suara tersebut akan mengakhiri 25 tahun Chavismo, gerakan populis yang didirikan oleh pendahulu dan mentor Maduro beraliran sosialis, mendiang Hugo Chavez.

“Jika pemilihan umum diadakan dengan banyak tuduhan penipuan serius, dengan banyak ketidakpercayaan, sulit untuk membayangkan konteks di mana jurnalisme dapat menjadi lebih dinamis, lebih hadir, dan melakukan tugasnya dengan cara yang lebih terstruktur,” kata Romeu.

“Benar-benar tidak ada optimisme. Sulit untuk memiliki harapan,” tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kekhawatiran Serupa di Nikaragua

Ilustrasi PERS, media, jurnalis
Ilustrasi PERS, media, jurnalis. (Photo by engin akyurt on Unsplash)

Romeu juga menyuarakan kekhawatiran tentang situasi di Nikaragua, di mana Presiden Daniel Ortega telah mengasingkan dan memenjarakan para pembangkang dan pesaingnya, sejak kembali berkuasa pada 2007.

Sekitar 260 jurnalis dari negara Amerika Tengah tersebut telah dipaksa mengasingkan diri, menurut para pegiat hak media.

“Nikaragua adalah negara Amerika Latin yang saat ini mungkin mengalami situasi terburuk dalam hal kebebasan pers. Saya mengatakannya dalam sudut pandang hak asasi manusia secara umum,” kata Romeu.

“Situasi di Nikaragua dalam hal hak asasi manusia dan khususnya kebebasan pers layaknya film horor. Pemerintah secara sistematis mencampuri, setiap harinya, arus informasi dalam segala bentuknya, yang berdampak pada proses jurnalistik setiap saat,” tambahnya.

Infografis Donald Trump Vs Jurnalis CNN dan Emmanuel Macron
Infografis Donald Trump Vs Jurnalis CNN dan Emmanuel Macron (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya