Liputan6.com, Beirut - Hizbullah pada Sabtu (28/9/2024) memastikan bahwa sekretaris jenderalnya, Hassan Nasrallah, tewas dalam serangan udara Israel pada Jumat (27/9). Kelompok yang berbasis di Lebanon itu berjanji akan terus berjuang melawan Israel untuk mendukung Palestina dan membela Lebanon.
"Yang Mulia Sayyed Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah, telah bergabung dengan para sahabat martirnya yang agung dan abadi, yang dipimpinnya selama hampir 30 tahun, membimbing mereka dari kemenangan ke kemenangan," sebut pernyataan Hizbullah, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Baca Juga
Sebelumnya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada hari Sabtu bahwa Nasrallah "dieliminasi" bersama dengan Ali Karki, Komandan Front Selatan Hizbullah, dan sejumlah komandan Hizbullah lainnya" dalam serangan jet tempur Israel terhadap fasilitas komando kelompok tersebut yang berada di bawah sebuah bangunan tempat tinggal di pinggiran selatan Beirut, Dahiyeh.
Advertisement
"Serangan itu dilakukan ketika rantai komando senior Hizbullah beroperasi dari markas besar dan memajukan kegiatan teroris terhadap warga negara Israel," kata IDF seperti dilansir CBS News.
Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad menyebutkan dalam konferensi pers bahwa sedikitnya 11 orang tewas dan 108 lainnya cedera dalam serangan Israel pada hari Jumat. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Lebih dari 700 orang tewas sejak Israel mengintensifkan kampanye pengeboman ke Lebanon pada hari Senin (23/9).
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menggarisbawahi pembunuhan Nasrallah adalah salah satu "tindakan balasan" terpenting dalam sejarah Israel.
"Siapa pun yang memulai perang melawan Israel dan mencoba menyakiti warganya akan membayar harga yang sangat mahal. Bahkan hari ini, kami tidak akan berhenti," ujar Gallant, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari menyatakan Nasrallah sebagai salah satu "musuh terbesar" Israel dan mengklaim pembunuhannya membuat dunia "lebih aman". Hagari mengonfirmasi serangan terhadap Hizbullah akan terus berlanjut dengan mengatakan anggota senior lainnya yang tersisa akan tetap menjadi sasaran.
Hagari menambahkan bahwa markas besar Hizbullah, tempat Nasrallah tewas, adalah target militer yang sah menurut hukum internasional.
Siapakah Hassan Nasrallah?
Nasrallah telah lama menjadi target yang sangat berharga bagi Israel, yang telah melakukan beberapa upaya untuk membunuhnya dalam konflik bersenjata sebelumnya, namun semuanya gagal.
Sejak tahun 1995, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) memasukkan Nasrallah dalam daftar teroris internasional, menawarkan hadiah hingga USD 10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan atau lokasinya.
Mengutip kantor berita Anadolu, Nasrallah lahir pada 31 Agustus 1960, di Desa Bazouriyeh, dekat Tyre di Lebanon selatan. Dia menikah dengan Fatima Yassin dan mereka memiliki lima orang anak: Hadi, Zeinab, Mohammad Jawad, Mohammad Mahdi, dan Mohammad Ali.
Anak tertuanya, Hadi, tewas dalam bentrokan dengan tentara Israel di Lebanon selatan pada 1997. The Jerusalem Post melaporkan, anak keduanya, Zeinab, ikut tewas dalam serangan yang sama yang membunuh Nasrallah.
Nasrallah menerima pendidikan agama di seminari-seminari muslim syiah di Lebanon, Irak, dan Iran. Dia bergabung dengan Gerakan Amal yang politis di sekolah menengah atas dan naik jabatan di biro politiknya pada tahun 1979.
Pada tahun 1982, di tengah ketidaksepakatan tentang cara melawan invasi Israel ke Lebanon, Nasrallah dan yang lainnya meninggalkan Amal dan bergabung dengan Hizbullah, sebuah kelompok yang baru dibentuk. Dia ditugaskan untuk memobilisasi para pejuang di Lembah Bekaa di negara itu.
Pada tahun 1985, Nasrallah pindah ke Beirut dan menjadi wakil kepala wilayah tersebut. Kemudian, dia mengambil peran sebagai kepala eksekutif, yang bertugas melaksanakan keputusan dewan syura kelompok itu.
Advertisement
Bagaimana Hassan Nasrallah Memimpin Hizbullah?
Nasrallah menjadi sekretaris jenderal Hizbullah pada tanggal 16 Februari 1992, setelah pendahulunya Abbas al-Musawi tewas dalam serangan udara Israel.
Di bawah kepemimpinan Nasrallah, Hizbullah melancarkan serangkaian operasi strategis terhadap Israel, yang berpuncak pada penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan pada tahun 2000 setelah pendudukan selama 22 tahun.
Pada tahun 2004, dia memainkan peran kunci dalam negosiasi pertukaran tahanan besar-besaran dengan Israel, yang berujung pada pembebasan ratusan tahanan Lebanon dan Arab.
Perannya dalam mengamankan penarikan Israel dari Lebanon selatan membuatnya mendapat gelar "pemimpin perlawanan", terutama setelah konfrontasi Hizbullah dengan Israel selama Perang Lebanon 2006.
Pidato-pidatonya yang berapi-api dan komitmennya untuk membalas serangan Israel, khususnya dalam membela warga Palestina, semakin meningkatkan popularitasnya di dunia Arab dan Islam.
Popularitas Nasrallah dinilai menurun karena dukungan Hizbullah terhadap rezim Suriah dalam melawan pasukan oposisi selama perang saudara Suriah, yang pecah pada tahun 2011.
Sosoknya kembali bangkit setelah Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan oleh faksi-faksi Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam, terhadap permukiman Israel di dekat Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Serangan inilah yang kemudian memicu perang terbaru di Jalur Gaza.
Nasrallah mendeklarasikan front di Lebanon selatan untuk mendukung perlawanan Palestina dan bersumpah dalam beberapa pidato bahwa Hizbullah akan terus menyerang Israel hingga perang di Jalur Gaza berakhir.
Pembunuhannya terjadi saat Prancis dan AS meningkatkan upaya untuk menengahi gencatan senjata sementara selama 21 hari antara Israel dan Hizbullah, yang bertujuan membuka jalan bagi solusi diplomatik, baik di Lebanon maupun Jalur Gaza.
Â