Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump menerima kunjungan Raja Abdullah II dari Yordania di Gedung Putih pada Selasa (11/2). Dalam kesempatan ini, dia menegaskan kembali gagasan-gagasannya bahwa Jalur Gaza dapat dikosongkan, dikendalikan oleh Amerika Serikat (AS), dan diubah menjadi area wisata.
Gagasan-gagasan Trump tersebut adalah rencana yang sangat berani, namun sangat tidak mungkin untuk merombak Timur Tengah secara dramatis dan akan membutuhkan negara-negara Arab seperti Yordania dan lainnya untuk menerima lebih banyak pengungsi dari Jalur Gaza.
Advertisement
Baca Juga
Keduanya bertemu di Ruang Oval, di mana Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio turut hadir.
Advertisement
Dalam pertemuannya dengan Raja Abdullah II, Trump menuturkan dia tidak akan menahan bantuan AS untuk Yordania atau Mesir jika mereka tidak setuju untuk menerima lebih banyak warga Palestina dari Jalur Gaza.
"Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya percaya kita lebih baik dari itu," kata Trump seperti dikutip dari AP, Rabu (12/2).
Pernyataan ini bertentangan dengan pernyataannya sebelumnya yang mengatakan bahwa menahan bantuan AS terhadap Yordania adalah mungkin dilakukan jika mereka menolak menampung lebih banyak warga Palestina dari Jalur Gaza.
Raja Abdullah II berkali-kali ditanya tentang rencana Trump untuk mengosongkan Jalur Gaza dan mengubahnya menjadi resor di Laut Mediterania. Dia belum memberikan komentar substantif terkait hal itu, meski terus menolak gagasan bahwa Yordania bisa menerima banyak pengungsi baru dari Gaza.
Namun, dia mengonfirmasi Yordania akan bersedia segera menerima sebanyak 2.000 anak-anak dari Jalur Gaza yang menderita kanker atau sakit parah lainnya.
"Saya akhirnya melihat seseorang yang dapat membawa kita melewati garis akhir untuk membawa stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi kita semua di kawasan ini," kata Raja Abdullah II tentang Trump di awal pertemuan mereka pada Selasa.
Raja Abdullah II meninggalkan Gedung Putih setelah sekitar dua jam dan melanjutkan perjalanan ke Capitol Hill untuk bertemu dengan sekelompok legislator bipartisan. Dia mengunggah di platform media sosial X soal pertemuannya dengan Trump, "Saya menegaskan posisi teguh Yordania menentang pengungsian warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat."
"Ini adalah posisi bersatu Arab. Membangun kembali Gaza tanpa memindahkan warga Palestina dan menangani situasi kemanusiaan yang sangat mendesak harus menjadi prioritas bagi semua pihak," tulis Abdullah.
Trump: Hamas Ingin Sok Jagoan
Trump tidak hanya menggunakan pertemuannya dengan Raja Abdullah II untuk mengulang gagasannya soal mengambil alih Jalur Gaza, namun dia juga mengatakan pada Selasa bahwa hal itu tidak akan memerlukan dana AS.
"Kita tidak akan membeli apa pun. Kita akan memilikinya," kata Trump tentang kontrol AS di Jalur Gaza.
Dia mengusulkan bahwa area yang dibangun kembali memiliki hotel-hotel, gedung kantor, dan rumah-rumah.
"Kita akan membuatnya menarik," sebut Trump.
"Saya tahu banyak tentang properti. Mereka akan jatuh cinta dengan itu," kata Trump yang merupakan seorang pebisnis properti, tentang penduduk Gaza, sambil juga menegaskan bahwa dia secara pribadi tidak akan terlibat dalam pembangunan.
Trump sebelumnya mengusulkan agar penduduk Jalur Gaza dipindahkan sementara atau permanen, sebuah gagasan yang dengan keras ditentang oleh pemimpin-pemimpin di seluruh dunia Arab.
Selain itu, pada Selasa, Trump mengungkapkan kembali gagasan bahwa gencatan senjata rapuh antara Hamas dan Israel bisa dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera pada Sabtu (15/2). Trump pertama kali menyampaikan ide ini pada Senin (10/2), meskipun dia menegaskan keputusan akhir ada di tangan Israel.
"Secara pribadi, saya rasa mereka tidak akan memenuhi tenggat waktu itu," kata Trump tentang Hamas. "Mereka ingin sok jagoan. Kita lihat saja seberapa jago mereka."
Kunjungan Raja Abdullah II ke AS terjadi pada saat yang sangat kritis bagi gencatan senjata yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dan mengatakan mereka akan menunda pembebasan sandera yang diculik dalam serangan mereka ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Â
Advertisement
Pembersihan Etnis
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut komentar Trump pada Selasa rasis dan seruan untuk pembersihan etnis. Mereka menyebut pula Trump berusaha untuk melikuidasi perjuangan Palestina dan menyangkal hak-hak nasional rakyat Palestina.
Yordania menjadi rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina. Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan pekan lalu bahwa negara mereka menentang keras gagasan Trump tentang pemindahan penduduk Gaza.
Selain kekhawatiran akan membahayakan tujuan jangka panjang dari solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, Mesir dan Yordania secara diam-diam telah menyuarakan kekhawatiran keamanan tentang menyambut jumlah pengungsi yang lebih besar ke negara mereka, sekalipun jika hanya sementara.
Â
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)