Sama-sama bendera negara, namun perlakuan terhadap 'Merah Putih' jauh lebih terhormat ketimbang 'Jalur Gemilang' yang jadi simbol Malaysia. Paling tidak, itu yang ada dalam benak Johan Jaaffar, seorang kolumnis negeri jiran.
Dalam artikelnya berjudul "Learn patriotism from Indonesians" -- belajar patriotisme dari bangsa Indonesia, ia menyoroti perlakuan rakyat Indonesia pada benderanya. Tak perlu debat, wacana, atau kampanye, penduduk nusantara dengan rela dan bangga mengibarkan Merah Putih.
Bahkan, menurut Johan, seorang Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara selama 12 tahun, dilabeli dengan 'tahanan politik', memajang Sang Saka Merah Putih berukuran kecil di mejanya.
"Saya bertanya perasaannya terhadap simbol sebuah negara yang memperlakukan hal tak adil pada dirinya," tulis Johan Jaaffar di New Straits Times, Sabtu (31/8/2013).
Jawabannya, sama sekali tak disangka. Pramoedya bicara panjang lebar tentang negara yang cintai, keyakinannya terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan ia tak serta merta membenci negaranya.
"Aku merasa iri dengan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Saat bicara tentang manifestasi patriotisme, mereka berdiri dalam satu kesatuan."
Johan menulis, tak ada debat, wacana, atau kampanye untuk mengibarkan Merah Putih. "Tak perlu ada pemimpin yang muncul di televisi untuk mendorong, membujuk, atau memohon warga mengibarkan sang dwiwarna."
"Meski masyarakat terbagi-bagi, sesekali timbul perselisihan politik, keyakinan, sektarian, bahkan etnis. namun ada ha yang menyatukan mereka: Sang Saka Merah Putih. Juga lagu kebangsaan."
Rakyat Indonesia percaya pada persatuan dalam keberagaman. "Mereka berbicara bahasa yang sama. Mereka menghormati dengan Pancasila, landasan filosofis resmi negara, tidak berbeda dengan Rukun Negara di Malaysia," tulis Johan Jaaffar.
"Dalam hal ekonomi, mereka mungkin belum sebanding dengan Malaysia (mungkin belum), tetapi mereka berhasil membangun pondasi sebagai sebuah bangsa, yang diperlukan untuk menyatukan 240 juta orang ."
Seperti yang dilakukan Pramoedya dengan menulis novel luar biasa tentang Indonesia. Tak hanya namanya, dunia mengenal Indonesia lewat bukunya.
"Dari 'Keluarga Gerilya' ke 'Nyanyi Sunyi Seorang Bisu', ia mengajarkan kita tentang kerendahan hati , perjuangan dan pengorbanan. Dan, di atas semua, kecintaan pada negara."
Johan juga menulis, peringatan kemerdekaan bukan Malaysia hanya tentang parade, lagu-lagu patriotik dan mengibarkan bendera . "Dan, bukan cuma meniru seruan "Merdeka !"yang pernah dipekikan Tunku Abdul Rahman , perdana menteri pertama Malaysia."
"Tidak penting bagaimana kita mewujudkan patriotisme, tapi mungkin dengan belajar dari Indonesia , kita bisa setidaknya mengibarkan Jalur Gemilang di kantor, toko, atau rumah," tulis dia. "Bersatulah Malaysia, Dirgahayu Malaysiaku!"
Hari ini, 31 Agustus, adalah hari kemerdekaan Malaysia.
Merah Putih Bukan Kolor
Jika Johan Jaaffar iri dengan perlakuan Bangsa Indonesia terhadap benderanya, seorang warga negara Malaysia Broderick Chin justru dinilai menghina Bendera Merah Putih. Bos PT Kreasijaya Adhikarya yang berkedudukan di Dumai, Kepulauan Riau itu, memerintahkan karyawannya mengganti bendera kebanggan bangsa Indonesia dengan celana kolor yang dia kenakan.
Itu terjadi pada Jumat 16 Agustus silam, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Saat itu, perusahaan yang dipimpin Broderick hendak mengibarkan Bendera Merah Putih. Namun, sejumlah karyawan yang ditugasi mengibarkan bendera tidak kunjung menemukan Merah Putih.
"Lantas dia mengatakan hal-hal yang kurang pantas. Apakah bercanda atau karena marah, kata-kata tidak pantas itu diucapkan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Agus Rianto saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (30/8/2013).
"Kalau tidak ada (Bendera Merah Putih), ini pakai kolor saya yang warna putih, yang merah minta ibu," tambah Agus menirukan ucapan Broderick, seperti laporan yang dia terima.
Mendengar perintah itu, karyawan perusahaan tidak terima. Kabar tersebut dengan cepat menyebar ke masyarakat Dumai. Berbagai aksi mendesak Broderick untuk minta maaf merebak. (Ein/Mut)
Dalam artikelnya berjudul "Learn patriotism from Indonesians" -- belajar patriotisme dari bangsa Indonesia, ia menyoroti perlakuan rakyat Indonesia pada benderanya. Tak perlu debat, wacana, atau kampanye, penduduk nusantara dengan rela dan bangga mengibarkan Merah Putih.
Bahkan, menurut Johan, seorang Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara selama 12 tahun, dilabeli dengan 'tahanan politik', memajang Sang Saka Merah Putih berukuran kecil di mejanya.
"Saya bertanya perasaannya terhadap simbol sebuah negara yang memperlakukan hal tak adil pada dirinya," tulis Johan Jaaffar di New Straits Times, Sabtu (31/8/2013).
Jawabannya, sama sekali tak disangka. Pramoedya bicara panjang lebar tentang negara yang cintai, keyakinannya terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan ia tak serta merta membenci negaranya.
"Aku merasa iri dengan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Saat bicara tentang manifestasi patriotisme, mereka berdiri dalam satu kesatuan."
Johan menulis, tak ada debat, wacana, atau kampanye untuk mengibarkan Merah Putih. "Tak perlu ada pemimpin yang muncul di televisi untuk mendorong, membujuk, atau memohon warga mengibarkan sang dwiwarna."
"Meski masyarakat terbagi-bagi, sesekali timbul perselisihan politik, keyakinan, sektarian, bahkan etnis. namun ada ha yang menyatukan mereka: Sang Saka Merah Putih. Juga lagu kebangsaan."
Rakyat Indonesia percaya pada persatuan dalam keberagaman. "Mereka berbicara bahasa yang sama. Mereka menghormati dengan Pancasila, landasan filosofis resmi negara, tidak berbeda dengan Rukun Negara di Malaysia," tulis Johan Jaaffar.
"Dalam hal ekonomi, mereka mungkin belum sebanding dengan Malaysia (mungkin belum), tetapi mereka berhasil membangun pondasi sebagai sebuah bangsa, yang diperlukan untuk menyatukan 240 juta orang ."
Seperti yang dilakukan Pramoedya dengan menulis novel luar biasa tentang Indonesia. Tak hanya namanya, dunia mengenal Indonesia lewat bukunya.
"Dari 'Keluarga Gerilya' ke 'Nyanyi Sunyi Seorang Bisu', ia mengajarkan kita tentang kerendahan hati , perjuangan dan pengorbanan. Dan, di atas semua, kecintaan pada negara."
Johan juga menulis, peringatan kemerdekaan bukan Malaysia hanya tentang parade, lagu-lagu patriotik dan mengibarkan bendera . "Dan, bukan cuma meniru seruan "Merdeka !"yang pernah dipekikan Tunku Abdul Rahman , perdana menteri pertama Malaysia."
"Tidak penting bagaimana kita mewujudkan patriotisme, tapi mungkin dengan belajar dari Indonesia , kita bisa setidaknya mengibarkan Jalur Gemilang di kantor, toko, atau rumah," tulis dia. "Bersatulah Malaysia, Dirgahayu Malaysiaku!"
Hari ini, 31 Agustus, adalah hari kemerdekaan Malaysia.
Merah Putih Bukan Kolor
Jika Johan Jaaffar iri dengan perlakuan Bangsa Indonesia terhadap benderanya, seorang warga negara Malaysia Broderick Chin justru dinilai menghina Bendera Merah Putih. Bos PT Kreasijaya Adhikarya yang berkedudukan di Dumai, Kepulauan Riau itu, memerintahkan karyawannya mengganti bendera kebanggan bangsa Indonesia dengan celana kolor yang dia kenakan.
Itu terjadi pada Jumat 16 Agustus silam, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Saat itu, perusahaan yang dipimpin Broderick hendak mengibarkan Bendera Merah Putih. Namun, sejumlah karyawan yang ditugasi mengibarkan bendera tidak kunjung menemukan Merah Putih.
"Lantas dia mengatakan hal-hal yang kurang pantas. Apakah bercanda atau karena marah, kata-kata tidak pantas itu diucapkan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Agus Rianto saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (30/8/2013).
"Kalau tidak ada (Bendera Merah Putih), ini pakai kolor saya yang warna putih, yang merah minta ibu," tambah Agus menirukan ucapan Broderick, seperti laporan yang dia terima.
Mendengar perintah itu, karyawan perusahaan tidak terima. Kabar tersebut dengan cepat menyebar ke masyarakat Dumai. Berbagai aksi mendesak Broderick untuk minta maaf merebak. (Ein/Mut)