Liputan6.com, Bujumbura: Dalam perjuangan pasti ada pengorbanan. Boleh jadi, itulah yang diamini ribuan warga ibu kota Bujumbura di Burundi, khususnya pada Rabu (31/12). Mereka memberi penghormatan terakhir kepada sosok yang telah berupaya keras menciptakan perdamaian di negeri yang bergejolak lewat bentrokan berdarah menahun, Michael Aidan Courtney. Uskup utusan dari Vatikan, Roma, Italia, itu tewas dibunuh sekelompok orang bersenjata beberapa waktu silam. Usai prosesi di Gereja Katedral tersebut, jenazah Courtney langsung diterbangkan ke Irlandia untuk dimakamkan di tanah kelahirannya.
Misa penghormatan terakhir mendapat penjagaan ekstra ketat dari pihak keamanan setempat. Dalam misa yang dipimpin uskup utusan Vatikan untuk Uganda, Pierre Christophe, seluruh warga Burundi pun diminta segera menghentikan egoisme dan kebencian di antara sesama, seperti yang selama ini acap didengungkan Courtney.
Penghormatan terakhir buat Courtney amat beralasan. Uskup asal Irlandia berusia 58 tahun itu dibunuh dengan serentetan tembakan, saat berada di dalam mobilnya, di sebuah jalan, sekitar 40 kilometer di luar Ibu Kota Bujumbura [baca: Utusan Vatikan Tewas Ditembak di Burundi]. Utusan khusus pemimpin tinggi umat Katolik Paus Yohanes Paulus II ini meninggal saat menjalani pembedahan di Rumah Sakit Prince Louis Rwagasore.
Courtney dikenal sebagai tokoh agama yang berjasa dalam mendamaikan konflik antara kaum pemberontak dari etnik mayoritas Hutu dan etnik Tutsi yang didukung angkatan bersenjata pada 2000. Konflik tersebut telah menewaskan 300 ribu orang dari kedua belah pihak, termasuk dalam bentrokan berdarah yang terjadi pada Juli tahun kemarin [baca: Bentrokan Tentara dan Pemberontak di Burundi, 200 tewas]. Dia juga berjasa dalam pembebasan sandera yang diculik oleh kaum pemberontak Front Pembela Demokrasi (FDD) pada Juni lampau. Buntutnya, FDD sepakat menandatangani perjanjian damai dan bergabung dengan pemerintah, tepat pada Desember silam.
Sejauh ini pihak Angkatan Bersenjata Burundi menuduh kaum pemberontak Pembebasan Nasional (FNL) adalah kelompok yang mesti bertanggung jawab atas kematian Courtney. Namun FNL cepat membantah tuduhan itu.(BMI/Yohanes)
Misa penghormatan terakhir mendapat penjagaan ekstra ketat dari pihak keamanan setempat. Dalam misa yang dipimpin uskup utusan Vatikan untuk Uganda, Pierre Christophe, seluruh warga Burundi pun diminta segera menghentikan egoisme dan kebencian di antara sesama, seperti yang selama ini acap didengungkan Courtney.
Penghormatan terakhir buat Courtney amat beralasan. Uskup asal Irlandia berusia 58 tahun itu dibunuh dengan serentetan tembakan, saat berada di dalam mobilnya, di sebuah jalan, sekitar 40 kilometer di luar Ibu Kota Bujumbura [baca: Utusan Vatikan Tewas Ditembak di Burundi]. Utusan khusus pemimpin tinggi umat Katolik Paus Yohanes Paulus II ini meninggal saat menjalani pembedahan di Rumah Sakit Prince Louis Rwagasore.
Courtney dikenal sebagai tokoh agama yang berjasa dalam mendamaikan konflik antara kaum pemberontak dari etnik mayoritas Hutu dan etnik Tutsi yang didukung angkatan bersenjata pada 2000. Konflik tersebut telah menewaskan 300 ribu orang dari kedua belah pihak, termasuk dalam bentrokan berdarah yang terjadi pada Juli tahun kemarin [baca: Bentrokan Tentara dan Pemberontak di Burundi, 200 tewas]. Dia juga berjasa dalam pembebasan sandera yang diculik oleh kaum pemberontak Front Pembela Demokrasi (FDD) pada Juni lampau. Buntutnya, FDD sepakat menandatangani perjanjian damai dan bergabung dengan pemerintah, tepat pada Desember silam.
Sejauh ini pihak Angkatan Bersenjata Burundi menuduh kaum pemberontak Pembebasan Nasional (FNL) adalah kelompok yang mesti bertanggung jawab atas kematian Courtney. Namun FNL cepat membantah tuduhan itu.(BMI/Yohanes)