Liputan6.com, Jakarta Hatinya hancur melihat kedua anaknya menderita talasemia. Wanita paruh baya ini hanya bisa menangis mengingat kondisi anak-anaknya yang harus menderita seumur hidup.
Sri Iriani nama ibu ini. Wanita yang menderita stroke sejak 17 Agustus 2007 ini hanya bisa meneteskan air mata tanpa bisa bersuara. Mulutnya hanya bisa terbuka lebar memperlihatkan betapa sedih hatinya.
Tubuhnya terbaring tidak berdaya di kasur rumahnya di bilangan Condet, Jakarta Timur. Saat itu Sri ditemani sang suami, Setiyono (54) beserta anak-anaknya ketika tim health Liputan6.com menyambanginya.
Advertisement
Ekspresi ceria menyeruak di wajah Sri. Matanya bersinar dan bibirnya tersenyum lebar, tangannya mengulur menyambut kami dengan begitu ramahnya.
Sri pun menyapa kami walaupun dirinya hanya bisa berkata a, u (bahasa isyarat). Kami pun saling bercengkrama walaupun dengan bahasa sekadarnya.
"Sudah makan bu?" Kalimat pertama itu yang membawa kami masuk dalam perbincangan hangat dan lebih lama. Sri hanya menjawab "u,ah, e,ang" sambil memegang perutnya.
Kami mengartikan Sri menunjukan dia sudah makan dan kenyang, wanita itu pun menunjukan apa yang dia rasakan, ketika kami memanggil kedua anaknya untuk duduk dekat Sri.
Tangis Sri pun pecah, air matanya terus keluar, sang Anak pertama, Reza Noorfatah pun mengambilkan tisu dan menyeka air matanya.
"Sudah ma, nanti makin keluar air matanya," kata Reza. Tangan kanan Reza menyeka air mata sedangan tangan kirinya tidak lepas dari genggaman tangan sang ibu.
"Reza sayang mama," ucapnya. Mendengar itu tangis Sri pun kembali pecah. Setiyono dan kami berusaha menenangkannya.
"Sudah yang kuat (tabah). Jangan putus doanya. Allah pasti bantu kita," kata Setiyono kepada Sri.
"Sri memang begitu setiap melihat anaknya, atau anaknya mengatakan sesuatu yang membuatnya terenyuh ya hanya bisa menangis. Ekspresi dia ya hanya bisa menangis, kadang tertawa tetapi hanya sedikit sekali," kata Setiyono.
Menurut Setiyono, Sri menderita stroke karena terlalu keras memikirkan kondisi anaknya yang menurut dokter belum ada obat untuk menyembuhkannya.
"Sejak 7 tahun lalu Sri sudah stroke, dia terlalu memikirkan anak-anaknya yang talasemia. Dulu kami selalu bersama mencari solusi untuk anak-anak kami. Namun sekarang dia hanya berbaring menahan sakit," kata Setiyono.
"Mama memang hanya bisa begini di tempat tidur saja, sulit bergerak. Kami berkomunikasi hanya lewat bahasa isyarat. Paling mama tertawa tetapi lebih sering menangis kalau kami berada di sampungnya," kata Reza (25), anak pertama pasangan Sri Iriani (50) dan Setiyono (54).
Ingat Tuhan
Walaupun terbatas, tak bisa bangun, bergerak banyak apalagi berjalan-jalan dan bercakap, Sri tetap ingat Tuhan. Saat mendengar Adzan, wanita ini pun meminta anaknya dengan bahasa isyarat memakaikan kerudungan.
Sri bertayamum kemudian memejamkan mata dan melakukan shalat di tempat tidurnya sambil berbaring.
"Sri memang tidak pernah ketinggalan sholat. Dia tayamum walaupun sekadar Allahu Akbar kemudian salam tetapi dia selalu menjalanka kewajibannya. Ini yang saya harus jaga. Karena kami semua hanya bisa pasrah," kata sang suami, Setiyono.
Reza yang saat itu terlihat bugar sebenarnya kondisi kesehatannya berbanding terbalik. Remaja kelahiran 13 November 1989 ini menderita talasemia sejak usianya 12 tahun.
"Kalau di depan mama saya tidak ingin memperlihatkan rasa sakit saya. Sedih melihatnya. Paling saya cerita yang senang-senang saja, mama balesnya paling dengan isyarat dan senyum," kata Reza.
Tidak jauh dari Reza, seorang remaja duduk dengan tatapan kosong dengan keringat yang terus bercucuran. Fajar Adi Nugraha namanya, pria kelahiran 26 Agustus 1994 ini juga menderita talasemia sejak lahir.
Tanpa batok kepala
Kepala sebelah kanannya benjol akibat operasi. Menurut Setiyono, sebenarnya kepala Fajar tidak tertutup batok kepala. Untung tertutup rambut sehingga tidak terlalu terlihat.
Fajar dioperasi sejak SMP, karena ada pendaraham di bagian kepala sehingga dokter harus membuka sedikit batok kepalanya di sebelah kanan. Saat ditutup, luka operasinya mengalami pembengkakan sehingga batok kepala Fajar tidak dipasang lagi.
"Saya khawatir nantinya kalau ditutup akan bengkak dan menekan bagian kepalanya," kata Setiyono
Fajar hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong sesekali mengeluarkan suara hanya ketika ditanya. "Ini sudah tidak sakit, saya juga tidak pusing. Saya kuat," kata Fajar.
Setiyono pun tak kuasa menahan sedih meski bangga kepada kedua anaknya. "Walaupun mereka tahu belum ada obatnya, mereka tetap kuat dan semangat. Mereka ingin sembuh. Sekarang mereka hanya pasrah kepada Allah dan menjalani semua yang diberikan dengan ikhlas. Mereka orang terpilih yang hebat, saya bangga dengan mereka," kata Setiyono.
Baca Juga :
Hanya Mukjizat yang Bisa sembuhkan Penyakitku
Mama Bikin Aku Kuat Jalani Derita Talasemia 11 Tahun
Aku Tak Berdaya, Anakku Tanpa Batok Kepala dan Sakit Talasemia