Kontroversi Vaksin MMR dan Autisme

Sampai detik ini tidak sedikit masyarakat Indonesia yang percaya bahwa vaksin MMR mengakibatkan terjadinya autisme.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 25 Agu 2014, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2014, 10:00 WIB
Bebas Polio Bukan Berarti Tak Perlu Vaksin
Dapat sertifikat bebas polio bukan berarti Indonesia tidak lagi perlu vaksin

Liputan6.com, Jakarta Sampai detik ini tidak sedikit masyarakat Indonesia yang percaya bahwa vaksin MMR mengakibatkan terjadinya autisme. Padahal, MMR yang merupakan kombinasi dari tiga jenis vaksin Meales (campak), Mumps (gondok), dan Rubella dapat mencegah timbulnya berbagai jenis penyakit yang diakibatkan oleh ketiga jenis virus tersebut.

Dijelaskan Dr. Soedjatmiko, SpA(K), Msi, ketakutan seperti itu pernah menimpa sejumlah orangtua di Inggris pada 1998. Setelah seorang peneliti bernama Andrew Wakefield mengklaim bahwa MMR memicu terjadinya autisme, sontak orangtua panik dan membuat mereka enggan melakukan vaksinasi MMR.

"Saat itu yang diuji Wakefield hanya 18 sample. Sedangkan 26 penelitian lain dengan tegas menyatakan, tidak ada hubungan antara pemberian vaksin MMR dengan autisme," kata Soedjatmiko dalam acara `School of Vaccine for Journalist` di Gedung Dewan Pers Lantai 6, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ditulis Senin (25/8/2014).

Saat melakukan penelitian, lanjut Soedjatmiko, Andrew Wakefield adalah dokter bedah dari University College London (UCL), dan tidak memiliki latar belakang ilmu pengetahuan kesehatan anak, serta ilmu yang mempelajari mengenai vaksin. "Dia itu ahli bedah, tapi berani melakukan penelitian. Akan tetapi, semua penelitian itu penuh dengan kebohongan dan kepalsuan," kata Soedjatmiko.

Meski pun 26 penelitian yang dilakukan pada 1998 sampai 2010 dengan jelas menyebutkan vaksin MMR tidak memiliki hubungan dengan terjadinya autisme, tapi masyarakat Indonesia masih ada yang bersikeras menyatakan dan percaya kalau kondisi tersebut benar-benar terjadi.

"Begitu saya minta artikel soal pembahasan topik ini, tidak ada satu pun yang dapat menyerahkannya kepada saya," kata Soedjatmiko sesal.

Sejak praktik untuk pertama kali pada 1993, Soedjatmiko sudah banyak menemui orangtua yang dengan lantang menolak memberikan vaksin MMR karena informasi yang menyesatkan ini. Namun, penolakan itu tidak diimbangi dengan bukti yang kuat.

Lebih lanjut Sekretaris Satgas PP-IDAI & Ahli Tumbuh Kembang Anak FKUI-RSCM menjelaskan, karena penelitian yang dilakukan Andrew Wakefield penuh kebohongan dan kepalsuan, serta saat melakukan penelitian tidak melakukan prosedur penelitian yang benar, ditambah pula tidak ada konfirmasi dari ahli autisme, maka pihak Ikatan Dokter Anak di Amerika menyatakan pria yang kini berada di Afrika bersalah.

"Bahkan dia dipecat, karena tidak jujur dalam melakukan penelitian. Sekarang dia di Afrika, tidak menjabat sebagai dokter," kata Soedjatmiko.

Tidak hanya di Inggris, orangtua di Jepang pun sempat merasakan kekhawatiran yang sama. Bahkan, sebuah studi yang dikutip dari News Scientist menyebutkan, 30.000 orang anak meninggal dunia karena orangtua takut memberikan sang buah hati virus MMR.

"Setelah heboh dengan penelitian yang dilakukan oleh Andrew Wakefield, membuat orangtua mulai percaya vaksin MMR bertanggungjawab cukup besar atas kenaikan jumlah anak dengan autisme," kata Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph. D.

Karena pada zaman itu autisme masih dianggap sesuatu yang menakutkan, tambah Afiono, tak pelak pemberian vaksin MMR pun harus dihentikan. "Dulu itu tidak banyak yang tahu apa itu autisme. Waktu itu, anak usia 2 tahun yang belum bisa ngomong, langsung dicap menyandang autisme," kata Afiono.

Namun sayang, setelah vaksin MMR benar-benar dihentikan dari program vaksinasi wajib pada 1993, jumlah anak dengan kondisi autisme tidak mengalami penurunan, justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

"Di Jepang sekarang ini, wabah campak dan wabah rubella tengah menghantui masyarakat di sana. Anak-anak yang dulu tidak mendapatkan vaksinasi, banyak yang terkena dua virus itu. Karena semua masyarakat dihebohkan dengan berita tidak benar itu, maka akibatnya seperti yang mereka alami saat ini," kata Peneliti dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Seperti dikutip dari News Scientist, Hideo Honda dari Yokohama Rehabillitation Centre pun menyebutkan, sebuah studi telah menunjukan bahwa di kota Yokohama, jumlah anak yang menyandang autisme terus mengalami peningkatan, setelah vaksin MMR digantikan dengan vaksin tunggal.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya