UGM Angkat Pamor Makanan Tradisional Yogyakarta

Universitas Gadjah Mada tengah mengangkat kembali pamor makanan tradisional tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari negara Asia lain

oleh Liputan6 diperbarui 16 Sep 2014, 13:12 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2014, 13:12 WIB
Tiwul, Camilan Rasa Tradisional
(dok: Angelnino)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada tengah  mengangkat kembali pamor makanan tradisional tidak hanya dari Indonesia melainkan juga dari Negara-negara di Asia. Salah satunya adalah makanan tradisional yang ada di Yogyakarta.

Seperti diketahui Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota dengan usia harapan hidup tertinggi se-Indonesia yakni 74,2 tahun. Tim dari UGM tengah menggali kecenderungan kebiasaan masyarakat setempat dalam mengonsumsi makanan tradisional.

“Memang kita belum memetakan persentase yang mengonsumsi pangan tradisional. Tapi lebih dari 50 persen masyarakat Yogyakarta adalah konsumen jamu,” kata peneliti PSPG UGM, Prof. Dr. Eni Harmayani, M.Sc., dalam workshop on Health Food Traditions of Asia di ruang sidang Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyakat (LPPM) UGM, Selasa (16/9/2014).

Eni mengatakan, peneliti UGM telah berhasil mengidentifikasi beragam makanan tradisional Yogyakarta, di antaranya makanan tradisional tumpeng, gembili, dan growol. Bahkan untuk tumpeng bisa mencapai 17 macam. Makanan tradisional daerah lainnya di Indonesia, kata Eni antara lain soto dan sate.  Setelah diidentifikasi di Indonesia terdapat 57 jenis soto, sedangkan sate sedikitnya ada 41 macam.

Meski belum semua makanan tradisional berhasil diidentifikasi, menurut Eni, makanan tradisional dari setiap daerah memiliki potensi diversifikasi makanan yang bisa digunakan untuk diet sehat. Berbeda dengan anjuran dari badan kesehatan dunia yang hanya merekomendasikan kandungan makanan diet sejenis.

Perguruan tinggi Asia

Selain di Indonesia, UGM kata Eni, juga menggandeng enam perguruan tinggi di Asia untuk mengembangkan metode inovatif mempelajari makanan tradisional Asia yang dianggap memenuhi standar kualitas kesehatan. Selain bermaksud menambah pemahaman tentang keragaman tradisi makanan di setiap daerah di Asia, juga memperluas pengetahuan, praktik-praktik tradisional dan kesehatan pangan setiap negara.

"Universitas Gadjah Mada, United Nations University Institute for the Advances Studies of Sustainability (UNU-IAS), Jepang, Universiti Sains Malaysia (USM), Prince of Songkhla University (PSU) dan Asian Institute of Technology (AIT), Thailand," ujarnya.

Dr. Unnikhrinan Payyappallli dari UNI-IAS mengatakan, riset bersama yang dimotori UGM ini akan mengidentifikasi dan mendokumentasi semua makanan tradisional dari setiap daerah di Asia. Ia memperkirakan ada sekitar 400 jenis makanan tradisional di setiap negara yang potensial untuk diangkat dan dikategorikan sebagai makanan tradisional yang sehat dan bermutu.

 “Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi pangan tradisional ini. Selain untuk publikasi, hasil dari penelitian ini akan kita rekomendasikan pada pemerintah untuk menggalakkan masyarakat mengkonsumsi makanan sehat dari pangan lokal,” ujarnya.

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., PhD., berharap kajian tentang makanan tradisional ini dapat menghasilkan konsep, strategi, metodologi dan indikator ilmiah untuk mempelajari potensi dan budaya konsumsi pangan lokal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya