Stres Bisa Pengaruhi Tujuan dan Kebiasaan Anda

Suka atau tidak, stres mempunyai peran yang signifikan terhadap hidup Anda.

oleh Liputan6 diperbarui 08 Des 2015, 07:30 WIB
Diterbitkan 08 Des 2015, 07:30 WIB
Kenali 6 Tanda yang Menunjukkan Kamu Sedang Stres Berat!
Jangan anggap remeh, ternyata stres ditandai dengan hal-hal kecil ini, loh!

Liputan6.com, Jakarta Suka atau tidak, stres mempunyai peran yang signifikan terhadap hidup Anda. Namun, tidak semua stress itu buruk. Terkadang stres mampu membangun ketahanan dan meningkatkan performa. Sedangkan stres kronis, bisa menyebabkan kekacauan pada otak dan tubuh Anda.

Stres juga bisa berefek mendalam terhadap perilaku kita. Bukan hanya mengganggu fokus dan cara pengambilan keputusan saja. Namun stres juga dapat mempengaruhi tujuan-tujuan dan kebiasaan kita.

Studi terbaru menemukan bahwa selama masa stres, perilaku kita untuk mencapai suatu tujuan akan menghilang. Sebaliknya, otak kita hanya akan mengikuti perilaku rutinitas. Tergantung kepada kebiasaan yang Anda miliki, kabar ini bisa menjadi baik atau buruk. Ketika hidup sangat membuat kita menjadi stress dan tertekan, kita bisa saja menjauh dari kebiasaan baik semudah kebiasaan buruk kita. 

Baca juga: 

Kenyataan stress

Bukti pertama datang dari para peneliti di USC. Pada tahun 2013 yang lalu, mereka menemukan bahwa perilaku orientasi tujuan tergantikan dengan kebiasaan ketika mengalami stres. Hasil dari studi mereka ini dipublikasikan pada Journal of Personality and Social Psychology, seperti dikutip dari laman Huffington PostSelasa (8/12/2015).

Dalam rangkaian 5 eksperimen, mereka mengikuti siswa-siswa sekolah selama satu semester. Yang terpentingnya mereka juga mengikuti ketika masa ujian. Yang akhirnya mampu memberikan mereka skenario kehidupan nyata untuk dapat mengamati perilaku yang terkuak pada skenario penuh dengan stres.

Seperti yang diduga, situasi dengan ketegangan tinggi menyebabkan belajar yang berlebihan, gangguan pada tidur, dan stres. Dan apa yang para peneliti lihat adalah peningkatan pada rutinitas kebiasaan mereka. 


Sebagai contoh, siswa-siswa yang mengkonsumsi sarapan kurang sehat akan memakan lebih banyak makanan junk food pada masa ujian. Sangat kontras hasilnya dengan siswa-siswa yang mengkonsumsi bubur gandum di pagi hari namun akan terus mengonsumsi makanan yang baik. Terlebih ketika mereka sedang dalam tingkat stres yang tinggi.

Kebiasaan lain termasuk pergi ke tempat berolahraga atau membaca koran pada pagi hari. Bahkan jika para siswa-siswa tersebut dibatasi oleh waktu, mereka akan mengejar aktivitas tersebut.

“Anda mungkin akan mengharapkan ketika para siswa-siswa mengalami stress dan mempunyai waktu yang sedikit, mereka tidak akan membaca koran sama sekali, sebaliknya mereka akan menjauh dari kebiasaan membaca mereka,” ujar Wendy Wood, salah satu dari peneliti pada sebuah siaran pers. 

Akibat Stres

Akibat stres

Jadi apa yang menyebabkan otak kita merubah kebiasaan kita ketika sedang tertekan? Para peneliti dari Jerman mempunyai pertanyaan yang sama di tahun 2012. Mereka menduga hal itu ada hubungannya dengan stress akibat proses kimiawi otak. Temuan mereka ini telah dipublikasikan pada Journal of Neuroscience, dan mengungkapkan bahwa hormon stress menyebabkan otak untuk mengubah kebiasaaan mempunyai tujuan ke kebiasaan ruitinitas belaka. Dalam eksperimen mereka, mereka melatih orang-orang dengan aktivitas yang berhadiah makanan dengan menggunakan komputer.

Para partisipan mempelajari bahwa ada tombol spesifik yang akan memberikan mereka akses kepada makanan pilihan mereka. Ketika mengetahui itu, mereka diperbolehkan untuk mengkonsumsi sebanyak yang mereka inginkan. Bahkan, mereka akan mengkonsumsi makanan tersebut sampai pada titik dimana mereka tidak tertarik lagi kepada makanan. Partisipan juga diberikan hormon stres. Para ilmuwan tersebut menemukan bahwa kombinasi 2 hormon stres tertentu-yohimbine dan hydrocortisone-bisa menyebabkan mereka mengikuti rutinitas yang telah dipelajari. Bahkan jika mereka tidak menginginkannya.

Dn bukannya memilih sesuatu yang berbeda untuk mereka makan, mereka melanjutkan menekan tombol makanan yang sudah tidak mereka inginkan.

Data pada hasil pemindaian MRI mengkonfirmasikan bahwa kedua hormon tersebut mengurangi aktivitas pada prefrontal cortex, sebuah area otak yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan perencanaan. Area otak lainnya yang berhubungan dengan perilaku kebiasaan, bagaimanpun juga, tidak terpengaruh.

Mengendalikan stres belum tentu menjadi solusi

"Semunya mengalami stress. Keseluruhan fokus dengan mengendalikan perilaku kemungkinan bukan jalan terbaik untuk mencapai target Anda,” jelas Wood pada hasil studi bersama para siswa sekolah.

Target kita bisa dengan mudah tergelincir. Kita tidak bisa menghentikan stres

Penelitian ini menunjukkan seberapa penting kebiasaan kita pada dunia yang penuh dengan stress ini. “Jika Anda adalah seseorang yang tidak mempunyai kekuatan keinginan yang kuat, studi kami memperlihatkan bahwa kebiasaan menjadi lebih penting.”

Stress menyebabkan otak kita bergantung kepada dasar evolusinya. Kita terpaksa untuk sedikit berpikir dan lebih banyak bertindak. Alih-alih berpikir hati-hati atau secara rasional, otak kita otomatis akan mengambil alih sumber kognitif. Membuatnya menjadi lebih sulit untuk mengendalikan kebiasaan. Kekuatan keinginan kita menghilang.

Ini memang terdengar cukup mengerikan. Kita semua memunyai kebiasaan buruk yang ingin kita hilangkan

Dan hal itu bisa Anda lakukan, ternyata, dengan menggunakan hal ini sebagai keuntungan. Ketika mengalami stres, otak kita tidak berhenti untuk menentukan perilaku mana yang baik atau buruk. Hal itu secara sederhana bergantung kepada kebiasaan rutinitas yang kita bangun. Sukses atau gagal sangat besar ditentukan oleh perilaku kita. Jika Anda berencana menjadi orang yang lebih kuat, individu yang lebih bahagia, maka bangunlah kebiasaan sehat Anda. (Melodia)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya