Liputan6.com, Jakarta - Richard Huckle, laki-laki asal Inggris tengah menjalani sidang pengadilan di London akibat perbuatannya yang diduga melakukan pelecehan seksual pada 200 anak di Malaysia. Sayangnya, hingga kini polisi belum menerima laporan dari orangtua korban berusia di bawah 12 tahun.
Wakil Kepala Polisi Negara, Datuk Seri Noor Rashid Ibrahim, membenarkan sudah menerima laporan terperinci dari kepolisian Inggris terkait penyelidikan yang dilakukan terhadap pria berusia 30 tahun, dikutip Antara, Jumat (3/6/2016).
Baca Juga
"Mereka memberi beberapa petunjuk seperti foto dan video untuk memudahkan Polis Diraja Malaysia (PDRM) mencari korban, termasuk organisasi non-pemerintah yang dikaitkan dengan lelaki tersebut," katanya.
Advertisement
Polisi berharap dapat menemukan korban untuk dimintai keterangan guna membantu penyidik mendapatkan informasi tambahan.
Richard Huckle, sempat belajar di bidang teknologi informasi di salah satu universitas swasta di Kuala Lumpur. Sambil kuliah, ia mencari mangsa dengan cara mendekati anak-anak dari keluarga miskin.
Ia membujuk korban dengan berpura-pura menjadi guru bahasa Inggris, atau fotografer sambilan. Richard Huckle dipercaya komunitas Kristen miskin sekitar Kuala Lumpur untuk mengajar. Dengan penampilan yang meyakinkan membuatnya gampang mendekati korban, dan keluarga.
Kini, Richard Huckle terancam hukuman penjara seumur hidup dengan 71 tuduhan penyerangan seksual terhadap anak-anak yang diduga sudah dilakukan sejak 2005. Namun, ia sempat ke Kamboja dan kembali lagi ke Malaysia pada 2007.
Portal BBC melaporkan, tim penyidik menemukan 20.000 foto porno yang dilakukannya bersama anak-anak, termasuk aksi penderaan seksual.
Menyamar jadi orang dekat
Ahli Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Amsterdam, Prof. Dr. Saskia E. Wieringa mengatakan, tidak dimungkiri saat ini banyak pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak berasal dari lingkungan terdekat si anak. Tak heran bila Richard Huckle mencoba menjadi orang dekat bagi anak-anak ini lalu menjadikan mereka korban
"Kini sudah banyak kasus (kejahatan seksual pada anak) yang melibatkan orang terdekat seperti keluarga dengan anak, paman dengan keponakan atau kakek ke cucu atau di lingkungan sekolah seperti guru dengan murid. Hal ini disebabkan karena ada unsur kekuasaan yang sangat kental di sini, sehingga anak tidak bisa berbuat apa-apa karena terlalu takut," kata Siska, seperti diungkapkan pada Liputan6.com.
Menurut Siska, para orangtua dan pihak sekolah perlu mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini untuk mencegah terjadinya kasus pemerkosaan.
"Kalau terjadi di rumah, itu karena anak menganggap orangtua sebagai sosok otoritas sehingga sulit sekali melawannya. Sikap diam pun dianggap salah. Kalau memang terjadi kasus pelecehan seksual baik di keluarga atau orang asing perlu dilaporkan," kata Siska.