Liputan6.com, Jakarta Diantara semua jenis narkoba yang ada di dunia, ganja atau marijuana menjadi yang paling diperjuangkan kelegalannya. Bahkan jumlah aktivis yang berupaya membuat tanaman ini legal kian meningkat di berbagai negara.
Baca Juga
Pastinya ini bukan tanpa sebab. Menurut pandangan umum tanaman ganja bisa digunakan untuk tiga hal utama: medis, industri dan rekreasi. Untuk kepentingan medis, bisa dilihat dari penggunaan ganja pada penderita kanker untuk bantu mereka melewati rasa sakit dengan psikis yang tenang.
Dari segi industri, berbagai varietas tanaman ganja seperti, biji, serat dan minyak yang kerap disebut dengan istilah Hemp, dapat diolah menjadi sesuatu yang berguna untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan manusia.
Contohnya, perawatan tubuh organik. produk makanan dengan kandungan yang sehat, pakaian, bahan bangunan, biofuel, komposit plastik, kertas, tekstil dan masih banyak lagi. Demikian informasi yang dimuat di laman Forbes, Sabtu (3/9/2016).
Sementara untuk rekreasi, hal ini masih menjadi alasan utama di balik alasan pemerintah di sejumlah negara menolak untuk membuat tanaman ganja legal.
Ini dikarenakan pada dasarnya tanaman ganja membuat seseorang tak sadarkan diri atau tidak sepenuhnya mengendalikan tubuh. Pasalnya, kesulitan mengendalikan diri bisa berakibat buruk terhadap keselamatan jiwanya dan juga orang lain yang berada di sekitarnya.
Namun, bukankah efek minuman beralkohol hampir sama? Bila dilihat dari sisi membahayakan, belum ada data resmi yang mengungkap adanya keterkaitan tanaman ganja dengan kematian, baik itu melalui overdosis ataupun kecelakaan yang luar biasa.
Lain halnya dengan sabu atau ekstasi yang kerap membuat penggunanya gelisah, ganja justru lebih sering dideskripsikan sebagai obat ampuh membuat orang tertawa, tenang dan senantiasa menikmati hidup.
Ganja mungkin memang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari manusia. Tanaman tersebut memang tidak menyerang kesehatan seseorang secara signifikan, atau pun menyebabkan kerugian yang begitu besar di area lain.
Namun ternyata ganja ‘menyerang’ manusia dengan cara lain. Berikut kisah seorang mantan pengguna yang baru beberapa bulan terakhir berkeputusan untuk berhenti. Dia menuturkan bagaimana ganja memengaruhi pasang surut hubungan percintaannya. Identitas mantan pengguna tidak dibuka untuk publik.
Advertisement
Ganja selaku mak comblang
Hubungan gue dengan pasangan sudah berlangsung cukup lama. Namun dengan ganja sudah jauh lebih lama. Keterikatan gw yang begitu kuat dengan ganja membuat gw selektif saat memilih pasangan.
Cukup banyak kriterianya dan yang terpenting buat gue pada saat itu adalah, pasangan juga harus sedunia sama gue. Sedunia berarti dia juga suka sama ganja dan memiliki pemikiran yang terbuka soal itu.
Setelah sekian lama, akhirnya gue dipertemukan dengan sosok impian. Pertama kali bertemu dengannya langsung jatuh.
Tentu itu semua tidak akan terjadi kalau bukan karena ganja. Gue bukan tipe yang gampang bersosialisasi sama orang lain, terutama kaum hawa.
Ketika gue menghisap ganja bersama pasangan, gue merasa tidak harus usaha untuk membuatnya tertawa terbahak-bahak. Dari situ petualangan gue dan dia dimulai. Tiada hari tanpa ganja di hidup kita selama 3 tahun.
Saat mau nonton, nongkrong, jalan-jalan, rekreasi, tidur, bahkan olahraga, kita pasti selalu awali dengan menghisap ganja bareng.
Gambar, pemandangan, film, lukisan, semua terlihat nyata dan warna-warnanya menyala. Setiap hisapan memberikan kita berdua sensasi tak terlupakan. Kita saling 'suntik-menyuntikkan' asap ke dalam masing-masing mulut.
Begitu romantis, dunia serasa milik berdua dan tidak ada yang bisa merampasnya dari kami. Bercinta terasa lebih nikmat diiringi alunan musik akustik. Setiap petikan gitar John Mayer seolah menggelitik tubuh kita secara perlahan-lahan mulai dari ujung kaki sampai ubun-ubun.
Kita hampir tidak pernah bertengkar. Bagaimana bisa? Gue sama pasangan bawaannya ketawa terus, apa pun dianggap angin lewat, selalu santai menghadapinya.
Gue merasa itu hubungan teristimewa dan hidup terindah yang pernah gue miliki. Gue yakin banyak orang iri dan gue menikmati hal itu.
Advertisement
Bertepuk sebelah tangan
Tiga tahun berlalu, hal-hal perengut kebahagiaan mulai bermunculan. Keseringan menggunakan ganja membuat gw dan pasangan kesulitan temukan rasa bahagia dalam kehidupan nyata.
Ketika tak ada ganja, tidak tahu kenapa melakukan apa pun berasa nggak niat. Bercinta pun tidak senikmat itu.
Lalu, kita berdua mulai bertanya-tanya: Was any of it real?
Sejujurnya gue masih sempat denial dan berpikir bahwa tentu saja kita bisa memperjuangkannya. Namun, saat gw berusaha mengingatkan dirinya akan sebuah memori di masa lalu, seringkali dia lupa.
Entah kenapa dia jauh lebih ingat hal-hal yang dilakukan jauh sebelum ketemu sama gue. Apakah ganja membuatnya lupa? apakah hal tersebut picu distorsi pada memorinya?
Ini mungkin bukan dampak umum yang terjadi ke setiap penggunanya. Akan tetapi, gue merasakan efeknya ketika sudah menjadi pengguna yang terlalu kelamaan: sering lupa, berpikir lebih lambat dan terlalu banyak berekspektasi.
Lupa yang akut akan membuat setiap momen terasa kurang spesial dan kemungkinan besar pengguna seperti gue akan melupakannya beberapa bulan ke depan. Berkhayal sih bagus, tapi kerap kali hanya 'nongkrong' di pikiran dan tidak terealisasi.
Sekarang dia bukan milik gue lagi. Ganja dengan mudah membawanya masuk ke dalam hidup gue, membuat mabuk kepayang dan berasa seperti orang paling beruntung dan bahagia di dunia. Namun, ganja juga merampasnya dari hidup gue tanpa harus membuat gue terlihat jelek.
Ia tahu tanpa ganja hubungan dengan gue tidak ada artinya lagi. Ganja memang tidak membunuh seseorang secara langsung seperti halnya narkoba lain. Namun sejujurnya untuk gue, ganja justru adalah musuh dalam selimut setiap penggunanya.
Cara kerjanya adalah membuat seseorang senang menggunakannya, tak bisa hidup tanpanya, beruntung karenanya, bahagia perasaanya, dan setelah sekian lama 'kepatil', ganja akan merampas kebahagiaan apapun yang tersisa dalam diri, jadi ibarat 'bermain cantik', depresi atau kematian tidak dipicu secara langsung olehnya, tetapi karena diri kita yang tidak bisa handle situasi dan kondisi.