Membongkar Isi Otak Pria

Bersiap-siaplah para wanita untuk dibuat heboh oleh sejumlah fakta menarik yang ditemukan saat isi otak pria terbongkar.

oleh Tassa Marita FitradayantiAdanti Pradita diperbarui 24 Sep 2016, 21:00 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2016, 21:00 WIB
pria berpikir
Di bawah ini, Anda akan mengetahui isi otak pria yang seringkali menjadi kesalahpahaman umum, seperti dilansir dari Livescience, (foto: danblackonleadership)

Liputan6.com, Jakarta Bagi para wanita, tentunya Anda pernah atau mungkin sering dihadapi kesulitan ketika berusaha memahami cara pria berpikir pada umumnya. Pasalnya, cara berpikir yang susah diterka atau dimengerti membuat kaum hawa semakin penasaran akan isi otak pria.

Sejumlah informasi yang dilansir dari Live Science, Sabtu (24/9/2016) di bawah ini akan memberikan Anda peluang untuk memahami sekaligus mempelajari lebih dalam isi otak pria dan hal-hal mendasar yang membuat cara berpikir dan berperilaku mereka jauh berbeda dari wanita.

Waspada, beberapa fakta di bawah ini mungkin akan membuat Anda kaget atau terharu lantaran akan membuat Anda sadar akan dua hal yaitu, kemungkinan pria memiliki cara pikir atau sudut pandang serupa dengan wanita atau yang kedua, tidak sama sekali, bahkan perbedaannya semakin jelas ketika ditelusuri secara baik-baik.

1. Pria juga ingin menikah

Sebagai seorang wanita, tentunya kita sering dihantui perasaan kecewa lantaran menganggap pria pada umumnya tidak terlalu menginginkan pernikahan layaknya kita. Ya, mungkin sikap acuh tak acuh pria yang masih lajang membuat Anda putus asa, namun jangan salah kaprah dulu.

Sebuah studi dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Science, mengungkap bahwa pria yang sulit berkomitmen itu disebabkan oleh 'genetik-nya'. Genetik yang dimaksud adalah tren mendarah daging atau gaya hidup hasil didikan lingkungan bersifat 'bebas' di era modern ini.

Sedangkan pria tanpa gen pergaulan bebas lebih mungkin merasakan semangat yang Anda rasakan dan memiliki keinginan yang kuat untuk menikah seperti wanita pada umumnya. Jangan khawatir, pria tanpa gen pergaulan bebas ini diperkirakan jumlahnya masih banyak atau sekitar 60 persen dari total populasi pria di dunia. Fakta yang cukup mengagetkan bukan?

2. Transformasi mendadak dari pria ke ayah

Sebagian besar wanita hamil sering merasa cemas akan kemampuan suaminya menjadi seorang ayah nanti saat bayinya sudah lahir. Namun, jangan salah, Sebuah studi dalam jurnal Evolution and Human Behavior, menjelaskan bahwa pria pada umumnya akan mengalami perubahan hormon pada otaknya saat akan menjadi seorang ayah. Perubahan yang dimaksud adalah peningkatan hormon prolaktin dan testosteron yang menurun. Perubahan hormon secara tidak langsung membuat sang calon ayah lebih waspada dan dewasa lantaran merasa ada tanggung jawab besar yang harus dipegang yaitu, nyawa anak.

3. Cara didik anak versi pria

Ketika anak sudah lahir tentunya para wanita ingin memastikan bahwa si buah hati ditangani secara halus dan terhindarkan dari kekerasan atau bencana apapun meski skalanya tergolong kecil atau tidak mengancam keselamatan anak. Berbeda dengan wanita pada umumnya, cara ayah memastikan keamanan anaknya adalah dengan cara mengajarkannya untuk tangguh. Jadi di mata para ayah, tidak ada salahnya bermain bersama anak secara aktif membiarkan dirinya berlari kesana kemari, melakukan gerakan spontan yang memicu adrenalin anak, dan melibatkannya dalam aktivitas yang bersifat melatih kekuatannya dari luar dan dalam. Uniknya, strategi mendidik ini justru membantu anak belajar lebih baik, lebih percaya diri dan siap untuk menghadapi dunia nyata.

4. Kedudukan tinggi

Salah satu pemikiran kolot yang umumnya masih dipelihara kebanyakan pria hingga era modern ini adalah keharusan untuk memiliki kedudukan yang tinggi. Ini bisa diartikan menjadi beberapa hal. Contohnya untuk berpacaran atau berumah tangga, mereka akan lebih memilih untuk berada di atas wanita kedudukannya. Wanita dengan tingkat kepintaran, kemampuan serta posisi tinggi di tempat kerjanya akan dipandang sebagai ancaman bukan hanya sekedar dalam kompetisi meraih kesuksesan saja, namun juga pada harga diri pria secara menyeluruh. 

“Ini merupakan bagian dari pekerjaan pria, ialah untuk mempertahankan wilayahnya atau kedudukannya sebagai laki-laki. Sementara wanita juga mungkin posesif, namun pria jauh lebih cenderung akan menjadi jauh lebih keras dan kejam ketika diancam kehidupan cintanya atau kedudukannya,” kata salah seorang peneliti.

Kedudukan juga berarti pria suka berada di atas untuk segala hal, tidak hanya posisinya di mata wanita, tapi juga dalam dunia pekerjaan, pertandingan, pergaulan dan sebagainya. Makanya tidak heran jika keinginan untuk bertengkar saat muda dan potensi menjadi culas saat berpolitik atau berbisnis saat dewasa sangat umum terjadi di kalangan pria. Mereka akan selalu mengutamakan kedudukan dan apabila terancam, mereka mau melakukan apa saja untuk tidak membuat posisinya di bawah.

5. Aksi bukan emosi

Pandangan umum masyarakat adalah wanita memiliki lebih banyak empati dibandingkan pria.  Salah satu peneliti menekankan bahwa hal ini tidak sepenuhnya benar. Sistem empati di otak pria tetap merespon ketika mereka dihadapi suatu masalah atau stres. Penerimaan informasi ke otak sama dengan wanita, hanya saja cara mereka menanggapi informasi tersebut berbeda dari wanita pada umumnya.

“Pria cenderung memilih untuk menunjukan rasa kepeduliannya terhadap orang lain lewat aksi berupa solusi untuk memperbaiki masalahnya. Sedangkan wanita, lebih memilih untuk turut merasakan kesedihan atau kekecewaan yang dirasakan orang lain sebagai bentuk kepedulian dan solidaritasnya," demikian penjelasan salah seorang peneliti.

6. Otak pria saat dewasa

Selama evolusi, pria yang masih muda harus bersaing guna memastikan kedudukannya sebagai laki-laki dan juga pasangan hidupnya. Namun, menginjak usia dewasa, pria lebih mungkin memilih untuk bergabung dalam aktivitas kemanusiaan dibandingkan bersaing. Ini dipengaruhi oleh penurunan alami hormon testosteron seiring dengan bertambahnya usia mereka. Produksi hormon tersebut akan menjadi lambat dan secara tidak langsung turut menurunkan tingkat agresif-nya yang mana sangat tinggi saat usia muda. Itu menjelaskan kenapa mereka berani bertarung dan terus menerus ingin aktif bersaing saat masih muda.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya