Positif HIV/AIDS, Ayu Oktariani Tetap Berjuang untuk Hamil

Terkena HIV/AIDS tidak menghambat seseorang untuk hamil dan punya anak.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Des 2016, 13:30 WIB
Diterbitkan 01 Des 2016, 13:30 WIB
Positif HIV/AIDS, Ayu Oktariani Tetap Berjuang untuk Hamil
Terkena HIV/AIDS tidak menghambat seseorang untuk hamil dan punya anak.

Liputan6.com, Jakarta Kehidupan Ayu Oktariani, 30, suram tatkala sang suami--seorang mantan pecandu narkoba--meninggal karena HIV/AIDS pada 2009. Ia menyadari dirinya telah terinfeksi HIV/AIDS akibat berhubungan seks dengan sang suami.

Ayu terpukul begitu tahu dia positif HIV/AIDS dan sempat mengurung diri selama enam bulan. Namun, mengurung diri di rumah dan enggan bertemu orang lain tidak membuat dirinya sembuh.

Ayu mulai pergi keluar untuk bertemu orang lain yang mengidap HIV/AIDS. Ia mulai menjalani masa penyembuhan fisiologis.

Kini, Ayu termasuk blogger ternama dan aktivis Indonesia Positive Women Network (IPPI). Ia mulai menata hidup baru bersama suami baru, Febby Lorentz, sesama aktivis IPPI. Pertemuan mereka terjadi pada 2014.

Bangkit dari keterpurukan akibat HIV/AIDS, Ayu sekarang sangat ingin hamil dan punya anak dari suami barunya.

"Hidup dengan HIV/AIDS tidak sulit. Saya hanya perlu teratur menjalani terapi antiretroviral (ART), pengobatan infeksi HIV/AIDS," kata Ayu, seperti dikutip Jakarta Globe, Kamis (1/12/2016).

Tiap 12 jam sekali, Ayu minum obat antiretroviral, yang menghambat virus HIV dan mendukung sistem kekebalan tubuh. Ia tidak boleh lupa atau terlambat minum obat karena akan mengancam kekebalan tubuh.

Proses hamil

Proses kehamilan didukung dengan konsultasi medis secara intens. Seluruh prosedur telah terencana, baik dari terapi, pembuahan, aktivitas seksual, dan persiapan menyusui.

Ayu ingin membuktikan, kehidupan seksual pengidap HIV/AIDS tidak mati. Mereka tetap punya kesempatan untuk memiliki anak.

"Dengan kehamilan terencana, saya yakin bayi yang saya kandung tidak menurunkan virus HIV," kata Ayu.

Menurut Ayu, yang hidup dengan HIV selama tujuh tahun, ancaman terbesar bagi seseorang dengan HIV/AIDS adalah jika tidak menyadari segera penyakit tersebut. Selain itu, kebanyakan pengidap juga tidak memiliki informasi yang cukup tentang HIV.

"Banyak penderita HIV di Indonesia akan mengalami diskriminasi. Orang-orang mudah sinis dan lupa, kalau ancaman HIV bisa berada di mana saja, kapan saja," ucap Ayu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya