Liputan6.com, Jakarta: Bukti pertama keterkaitan gen dalam prilaku 'attention-deficit hyperactivity disorder' (ADHD) atau hiperaktif telah ditemukan. Para ilmuwan dari Cardiff University mengatakan bahwa prilaku hiperaktif adalah jenis gangguan pada otak seperti autisme, bukan karena kesalahan orang tua ketika membesarkan. Seperti yang mereka laporkan dalam jurnal The Lancet, para peneliti itu menganalisis bentangan DNA dari 366 anak yang telah mengidap gangguan itu.
Para peneliti kemudian membandingkan contoh genetis dari anak-anak yang menderita ADHD dengan DNA dari 1047 orang normal. Mereka kemudian menemukan bahwa 15 persen dari anak-anak menderita ADHD memiliki jumlah variasi DNA yang besar dan jarang ditemukan. Sementara hanya 7 persen kelompok normal yang memiliki jumlah DNA serupa.
"Kami menemukan bahwa dibandingkan dengan kelompok normal, anak-anak yang mengidap gangguan ADHD memiliki rata-rata keping DNA, yang hilang atau yang disalin ulang, dalam jumlah yang jauh lebih besar," kata Professor Anita Thapar seperti dikutip BBC, Rabu (29/9). "Ini sangat menarik karena memberi kita bukti hubungan genetik langsung dengan ADHD," papar Thapar. "Kita sudah menggali banyak faktor berisiko di lingkungan (yang menyebabkan ADHD), seperti cara anak itu dibesarkan atau hal-hal yang terjadi sebelum dilahirkan, tetapi tidak ada bukti yang mengatakan bahwa hal itu berhubungan dengan ADHD," Thapar melanjutkan.
"Memang ada banyak kesalahpahaman terkait ADHD. Beberapa orang mengatakan ini bukan gangguan serius dan yang lain bilang ini merupakan kesalahan ketika membesarkan anak," ulasnya. Para peneliti kemudian menekankan bahwa tidak ada gen tertentu yang berada di belakang gangguan ADHD. Mereka berharap penelitian itu bisa mengungkap misteri biologis dari ADHD dan mendorong pada cara penanganan baru terhadap penderita ADHD. (Ant)
Para peneliti kemudian membandingkan contoh genetis dari anak-anak yang menderita ADHD dengan DNA dari 1047 orang normal. Mereka kemudian menemukan bahwa 15 persen dari anak-anak menderita ADHD memiliki jumlah variasi DNA yang besar dan jarang ditemukan. Sementara hanya 7 persen kelompok normal yang memiliki jumlah DNA serupa.
"Kami menemukan bahwa dibandingkan dengan kelompok normal, anak-anak yang mengidap gangguan ADHD memiliki rata-rata keping DNA, yang hilang atau yang disalin ulang, dalam jumlah yang jauh lebih besar," kata Professor Anita Thapar seperti dikutip BBC, Rabu (29/9). "Ini sangat menarik karena memberi kita bukti hubungan genetik langsung dengan ADHD," papar Thapar. "Kita sudah menggali banyak faktor berisiko di lingkungan (yang menyebabkan ADHD), seperti cara anak itu dibesarkan atau hal-hal yang terjadi sebelum dilahirkan, tetapi tidak ada bukti yang mengatakan bahwa hal itu berhubungan dengan ADHD," Thapar melanjutkan.
"Memang ada banyak kesalahpahaman terkait ADHD. Beberapa orang mengatakan ini bukan gangguan serius dan yang lain bilang ini merupakan kesalahan ketika membesarkan anak," ulasnya. Para peneliti kemudian menekankan bahwa tidak ada gen tertentu yang berada di belakang gangguan ADHD. Mereka berharap penelitian itu bisa mengungkap misteri biologis dari ADHD dan mendorong pada cara penanganan baru terhadap penderita ADHD. (Ant)